Pers Agar Bijak Gunakan Kekuatan

JAKARTA, PK -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap insan pers nasional dapat menggunakan kekuatannya dengan bijak dan turut berkontribusi dalam upaya mensukseskan kehidupan bangsa.

"Pers sekarang ini menjadi salah satu elemen yang powerful di Indonesia. Pastikan power, kekuasaan, dan kekuatan itu digunakan secara kontruktif," kata Presiden dalam peringatan ke-64 Hari Pers Nasional (HPN) di Palembang, Selasa (9/2/2010).

Presiden mengimbau agar insan pers dapat memanfaatkan "power" yang dimilikinya untuk kepentingan rakyat. Sebab demokrasi yang sedang dikembangkan Indonesia adalah demokrasi yang berbasis masyarakat bukan demokrasi yang berbasis pada negara atau media.

"Ingat, demokrasi yang kita inginkan adalah people center democracy bukan atau media center democracy," katanya.

Oleh karena itu, pers hendaknya juga menjaga keseimbangan informasi dan melakukan sensor pribadi.
"Kita juga ingin liputan pers balance, cover both side," ujarnya seraya mencontohkan apabila media mengritik seorang pejabat hendaknya memberi kesempatan sang pejabat untuk memberikan penjelasan sehingga rakyat mengetahui duduk persoalannya.

Kepala Negara juga menegaskan bahwa bangsa Indonesia setidaknya telah mampu melewati dua ujian besar yakni lulus ujian krisis multidimensi tahun 1998 serta mampu melewati krisis ekonomi dunia pada akhir tahun 2008.

"Keduanya merupakan karya anak-anak bangsa yang harus kita syukuri," kata Presiden saat memberikan kuliah perdana dengan judul "Failure Is Not An Option" (gagal bukan pilihan negeri ini) di Sekolah Jurnalistik pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional.

Hadir pada peringatan Hari Pers tersebut, Ketua MPR Taufiq Kiemas, Ketua DPR, Marzuki Alie, Ketua MA, Harifin A Tumpa, Menko Kesra, Agung Laksono, Menkominfo, Tifatul Sembiring, Mendiknas, Mohammad Nuh, Ketua Umum PWI Pusat, Margiono, dan Dirut Perum LKBN Antara, Ahmad Mukhlis Yusuf.

Acara puncak Hari Pers Nasional juga dihadiri Dubes Tunisia dan kalangan diplomat negara sahabat, sejumlah gubernur dari seluruh Indonesia, tokoh pers seperti Diah Herawati dan Rosihan Anwar, serta lebih dari 1.000 insan pers dari seluruh daerah.

Presiden menambahkan, setelah negeri ini lulus dari kedua ujian tersebut, maka tantangan selanjutnya adalah mempersiapkan generasi baru kepemimpinan nasional dan melanjutkan pembangunan menuju kesejahteraan rakyat yang dicita-citakan bersama.

"Untuk itu, diperlukan setidaknya tiga pilar, yakni meningkatkan kesejahteraan ekonomi, membangun demokrasi, dan mewujudkan keadilan yang hakiki," kata Presiden.

Presiden juga meminta pers Indonesia menata diri sendiri nilai-nilai dan normanya untuk terciptanya demokrasi Indonesia yang mekar. Pers juga diminta terus mengawal pemberantasan korupsi.

Presiden ingin demokrasi makin matang, kemakmuran dan keadilan hakiki dirasakan semua warga negara tanpa diskriminasi.

Pada Puncak Peringatan Hari Pers tersebut juga dilakukan penyerahan kartu pers kelas satu kepada sejumlah tokoh media terkemuka diantaranya Rosihan Anwar, Jacob Oetama, Ishadi SK, Diah Herawati, Bambang Harymurti, Pia Alisyahbana, Karni Ilyas, Suminta Tobing dan Dahlan Iskan. Kartu pers kelas satu diberitakan kepada 80 insan pers.

Pada Puncak Hari Pers Nasional juga dilakukan penandatanganan ratifikasi perusahaan pers yang meliputi standar kompetensi, perlindungan wartawan yang ditandatangani Kompas Gramedia Group, LKBN Antara, RRI, TVRI, Trans Group, Mahaka Media, Globe, dan Jawa Pos Group. Selain itu dilakukan peresmian Sekolah Jurnalistik Dewan Pers.

Pemenang Anugerah Adinegoro tahun ini diberikan kepada wartawan foto Singgalang, Muhammad Fitrah dan Koran Tempo memperoleh anugerah tajuk terbaik.
Penghargaan Pena Emas diberikan kepada H. Alex Noerdin (Gubernur Sumsel) yang dinilai berjasa medorong kehidupan pers di wilayah Sumatra Selatan dan H. Tarman Azzam (mantan Ketua Umum PWI) yang dinilai berkontribusi besar dalam mendorong kebebasan pers yang bertanggungjawab di tanah air pada saat memimpin PWI selama dua periode. (ant)

Pos Kupang edisi Rabu, 10 Februari 2010 halaman 1

Wartawan dan Kesadaran

Oleh Pius Rengka, Mantan wartawan

WARTAWAN harus selalu ada kesadaran. Karena berita adalah perbenturan antara kesadaran wartawan dengan peristiwa. Maka, wawancara adalah dialog.
Wawancara adalah tanya jawab untuk memperoleh kejelasan optimal, konteks lengkap, suasana penuh, eksklusivitas-eksklusivitas yang dianggap menjadi mahkota setiap berita. Karena itu, wawancara memerlukan kesadaran, persiapan, dan perencanaan.

Persiapan itu mencakup usaha mengetahui persoalan umum dan persoalan khusus tentang materi yang akan menjadi bahan wawancara. Tak mungkin seorang wartawan hanya datang menenteng kertas dan tape recorder lalu menyelonong ke ruang narasumber atau ke sebuah medan berita tanpa persiapan penuh.

Persiapan penuh yang dimaksudkan di sini, tak hanya menyangkut alat dan perangkat, tetapi juga ilmu pengetahuan tentang apa yang hendak dicari. Saya selalu mengatakan, untuk menjadi wartawan yang hebat tak hanya bermodal kartu pers, atau tanda pengenal sekenanya, tetapi juga tanda akademik sebagai periset handal.
Menilik syarat itu, seorang wartawan seharusnya seorang periset kelas wahid.

Sebab, kelengkapan tulisannya tidak hanya ditentukan oleh kelengkapan bahan-bahan yang menjadi unsur berita, tetapi juga terkait dengan adu kecerdasan, adu keuletan, adu kepekaan, adu semangat, adu kemampuan manajemen.

Maka, pekerjaan wartawan disebut pekerjaan profesional. Profesionalitas adalah sebuah atau serumpun sikap yang menghargai massa didasarkan pada keahlian. Terminologi 'keahlian' tidak hanya menunjuk pada adanya kemampuan atau keterampilan menulis, tetapi juga memiliki perspektif yang jelas, karena setiap berita pasti selalu memiliki konteks dan perspektif. Terkait dengan itu, bagi saya akan sangat jelas tampak profil dan mutu wartawan kita di sini dan kini.

Apa yang ditulis dan untuk apa dia menulis, kerap terkait dengan apa yang menjadi kepentingannya sendiri, bukan kepentingan khalayak ramai (massa). Ia tidak sedang membela atau menunjukkan realitas, tetapi mengkonstruksi sebuah fakta tanpa tanggung jawab jelas.

Kadang saya melihat berita yang ditulis wartawan hanya untuk memenuhi dahaga dan hasrat seorang yang hendak dilindunginya, karena narasumber atau aktor itu telah memberi sesuatu kepadanya. Kadang juga wartawan menulis sesuatu tentang seseorang dengan maksud agar seseorang tersebut segera tersadarkan untuk memberi 'sesuatu' kepadanya. Sesuatu itu kerap ada hubungan dengan menyelesaikan problem derita wartawan itu sendiri. Bukan problem orang banyak.

Karena itu, wartawan terjebak ke dalam kelakuan gemar menerima amplop, gemar pula memeras narasumber, bahkan lebih celaka memeras narasumber sebagai tabiat utamanya.

Kesan seperti ini, tentu saja, akan lekas diperoleh ketika melihat pilihan kata yang dipakai wartawan saat menulis. Dangkal, tidak menukik. Melihat kenyataan serupa itu, saya tersenyum dan kadang mahfum, tetapi tidak menaruh hormat.

Wartawan itu, memang, tidak langsung mengubah struktur masyarakat. Laporan atau tulisan wartawan hendaknya berupa peringatan. Mengingatkan kita dan masyarakat secara konkrit, penderitaan-penderitaan elementer yang masih hadir di mana-mana. Reportase tentang mereka yang sedang terhenyak dan terlupakan berkembang menjadi salah satu ciri wartawan yang baik dan profesional. Sebab, lingkungan sosial kita adalah lingkungan buruk dan busuk, ketika kemiskinan, penderitaan tetap saja masih hadir dalam setiap kisah hidup masyarakat kita di sini dan kini.

Pemerintah, mungkin saja, sangat lemah, sehingga tak sanggup menemukan jalan terbaik untuk mengatasi problem masyarakatnya. Pada saat itulah wartawan seharusnya hadir untuk mengingatkan, menunjuk, dan bahkan mungkin sedikit memberi petuah agar pemerintah bersangkutan lekas keluar dari kebebalannya. Lalu apa rahasia agar wartawan sensitif dengan derita rakyat?

Tak ada nasihat lain, kecuali, komitmen. Komitmen yang terus membara terhadap cobaan atau penderitaan orang lain. Penderitaan rakyat, penderitaaan sesama manusia. Hal itu dapat diperoleh melalui pengetahuan sangat kaya mengenai perikemanusiaan. Pengetahuan tentang perikemanusiaan diperoleh dari pendidikan humaniora dan falsafah.

Maka, pekerjaan wartawan menjadi sangat menarik justru karena ia kreatif dan selalu menawarkan anggur humanitas. Kalau demikian, menulis menjadi refleksi dan aksi, pemikiran dan pelaksanaan. Interaksi refleksi dan aksi melahirkan proses kesadaran yang kuat terhadap peristiwa dan persoalan yang kita cari dan yang terjadi.

Para wartawan mestinya paham bahwa masyarakat kian berkembang, pendidikan mereka makin maju. Wartawan seharusnya berada di depannya. Wartawan berlangkah selangkah di depan.

Wartawan bebas. Tetapi, kebebasan wartawan tidak lalu menjadi alasan cukup untuk dia tidak lagi mau belajar menjadi mahluk bermutu. Wartawan bebas tidak boleh menjadikan dirinya hamba uang dan gemar mengharapkan amplop, apalagi menjadikan kerja wartawan sebagai sarana pemerasan terhadap orang yang sedang bermasalah serius.

Saya selalu mengatakan di mana-mana, wartawan memang bebas, tetapi terbatas. Tetapi, kita harus tetap pada sikap dan komitmen, bahwa segala sesuatu yang menurut hati nurani kita dan pikiran jernih kita perlu diketahui oleh masyarakat dan dipersoalkan oleh masyarakat, harus kita persoalkan dan harus kita ungkapkan, tanpa mengharapkan imbalan material atau uang dari siapa pun terlebih dari orang yang sedang berkuasa. Apabila tidak bisa dengan 'straight news', dengan 'depth news'. Jika tidak bisa dengan depth news, dengan karikatur. Tidak bisa dengan karikatur, dengan pojok atau tajuk. Apabila tidak bisa juga dengan tajuk, dengan menghadap pejabat-pejabat yang menyebabkan rakyat derita. Karena kita semua sama tahu, kekuasaan yang dipegang oleh orang bebal akan senantiasa buruk rupa.

Atau kekuasaan yang tak dikontrol cenderung menjadi zombi. Jadi, segala sesuatu yang perlu dipersoalkan, harus kita persoalkan. Untuk itulah orang menjadi wartawan. *

Pos Kupang edisi Rabu, 10 Februari 2010 halaman 1

Bisnis Tunjang Idealisme Pers

PALEMBANG, PK -- Idealisme pers tetap akan terbangun apabila ditunjang oleh bisnis yang kuat. Tanpa bisnis yang kuat, idealisme pers akan sulit ditegakkan.

Hal itu diungkapkan sejumlah petinggi media massa pada acara Konvensi Media 2010 pada Hari Pers Nasional (HPN) ke-64 dalam sesi "Masa Depan Pers dan Pemberantasan Korupsi" di Hotel Swarna Dwipa, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (8/2/2010).

Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas, Agung Adiprasetyo mengatakan, idealisme sebuah media massa terlihat dari berita-beritanya. "Namun tanpa ditunjang bisnis yang kuat, idealisme itu sulit sekali ditegakkan lantaran bersentuhan dengan persoalan lainnya," katanya.

Selain Agung Adiprasetyo yang juga CEO Kompas Gramedia, hadir pula sebagai narasumber, CEO Kelompok Prambos Radio, Malik Sjafei, Presiden Direktur SCTV, Fofo Suriaatmaja, Direktur Media, Tack Andi Sjarief dan LP3ES, Fajar Nursahid. Sebanyak 800 orang utusan dari pengurus PWI 33 propinsi di Indonesia, menjadi peserta, termasuk ketua PWI Cabang NTT, Dion DB Putra.

Tokoh pers yang hadir antara lain Rosihan Anwar, Leo Batubara, Sofyan Lubis, Tarman Azzam, serta jajaran pengurus PWI/Dewan Kehormatan PWI pusat dan daerah.
Dalam kesempatan itu Agung juga memaparkan media informasi internet saat ini meningkat pesat, rata-rata 25,6 persen, sedangkan surat kabar mengalami penurunan omzet iklan rata-rata lima persen. Namun dia optimis surat kabar masih diterima pasar, khususnya koran yang terbit di daerah. Namun begitu, koran daerah pun harus menjadi media premium, yang tidak hanya berpegang di teori apa, siapa, kapan dan dimana semata (5 W plus 1 H).

"Share iklan surat kabar global turun, dan pada saat bersamaan share iklan internet global meningkat cukup signifikan," katanya.

Untuk tidak kalah dengan media internet dan media elektronik lainnya, maka media cetak tidak bisa lagi sekadar bicara apa, siapa, kapan dan dimana karena konten seperti ini sudah menjadi komoditi gratis. Yang premium dari domain media cetak yang layak dibayar dan dibaca adalah justru mengembangkan konten "mengapa dan bagaimana".

Dan premium itu sendiri berarti tambahan dari cerita pokok dasar plus, yang memenuhi azas analisis, opini, evaluasi, investigasi ddan kolom komentar. "Gejala saat ini, media cetak dipaksa menjadi bagian dari multimedia," tegasnya.

Untuk mengimbangi derasnya serbuan dunia internet, mau tidak mau Kompas Grup juga mengembangkan media elektronik versi online dan hasilnya lumayan. Dari rata-rata pertumbuhan peminat internet dunia yang tumbuh 25,6 persen. Untuk Indonesia mengalami pertumbuhan 12,5 persen dari rata-rata Asia yang hanya 12,4 persen. Kendati pertumbuhan media elektronik naik tinggi, Agung Adiprasetyo optimis media cetak tidak akan punah, tetapi bisnis model, bisnis proses termasuk cara menulis, dan mempresentasikan informasi akan mampu mengubah surat kabar menjadi yang terdepan.

Saat itu utusan PWI Sulawesi Tenggara (Sulteng) mempersoalkan media raksasa dengan koran daerahnya yang tersebar dimana-mana yang bisa "membunuh" koran lokal, terlebih koran mingguan. "Kalau semua raja media main di daerah, kami yang terbit mingguan dan miskin modal akan mati. Tolong dipikirkan," kata duta Sulteng ini.

Mendengar itu, Agung Adiprasetyo hanya tersenyum. Dia mengatakan, setiap koran memiliki pasar sendiri dan harus memperkuat identitas kelokalan dan idealisme. "Misalnya, ada ibu yang melahirkan bayi kembar tiga anak. Lantaran miskin, anaknya tertahan di rumah sakit karena tidak bisa membayar. Di sisi lain ada kunjungan presiden ke kantor redaksi, maka idealnya berita yang diangkat jadi headline adalah ibu dengan tiga anaknya itu," katanya memberi contoh.


Koran Daerah Eksis
Penjelasan Agung Adiprasetyo ini senada dengan Direktur LP LP3ES, Fajar Nursahid. Menurutnya, hasil survai di 15 kota di Indonesia, teryata pembaca koran lokal lebih besar dengan komposisi 91,4 persen, sedangkan pembaca koran nasional 8,5 persen. Itu artinya, koran daerah memiliki pasar dan pembaca yang kuat.

Namun begitu, Fajar Nursahid mengakui daya beli masyarakat menjadi faktor utama masyarakat membaca koran. Dari hasil survai yang dilakukan, satu koran dibaca oleh empat sampai lima orang dan lama orang membaca surat kabar per minggunya hanya empat jam atau 10-11 menit per hari. Sedangkan lama membaca majalah hanya 3,5 jam per minggu dan tabloid lama baca 3,2 jam per minggu.

"Dari hasil survai, koran daerah dapat mengalahkan koran nasional di pasar daerah," ungkap Fajar Nursahid.
Sementara tokoh pers nasional Leo Batubara, mengatakan perkembangan pers multi media saat ini sangat pesat. Namun demikan, dia yakin masa depan media cetak di Indonesia tetap akan bertahan hingga 10 tahun ke depan. "Namun di setiap daerah, media cetak yang ada bukan hanya satu. Setiap daerah harus ada beberapa media cetak sehingga ada dinamika pemberitaan," katanya. (sriwijaya post/sin/dtc)

Pos Kupang edisi Selasa, 9 Februari 2010 halaman 1

Kesaksian Woda Palle tentang Wartawan

SELAMAT ulang tahun Hari Pers Nasional (HPN). Saya sengaja datang ke kantor ini (Biro Pos Kupang di Maumere, Red), karena saya malu Anda datang ke tempat saya.

Jadi begini cerita wartawan dan komunikasi sejak dari awalnya. Anda pernah menulis tentang sejarah perjuangan saya. Sejak awal, saya tidak pernah kerja sendiri. Kalau kerja sama dengan orang lain, kita perlu komunikasi. Sebagai pejabat publik, kalau hendak berkomunikasi dengan masyarakat, yang paling efektif adalah lewat koran, lewat pena wartawan.

Karena dari dulu sampai sekarang, saya selalu katakan begitu kepada orong-orang. Saya punya kisah tersendiri tentang wartawan. Waktu saya masih remaja dan sebagai anak SMA di Jawa, dengan hobi saya menonton film perang atau acara olahraga. Mengapa?

Waktu itu masih populer perang dunia kedua yang mengisahkan bagaimana Amerika menduduki bangsa-bangsa di dunia, bagaimana mereka membuat jembatan, dan berhasil menang atas Jerman di Eropa. Itu karena mereka menguasai komunikasi dan berhasil mengalahkan Jerman yang lengkap dengan tenaga dan senjata lengkap untuk berperang.

Saat saya baru berusia hampir 38 tahun dan menjadi Penjabat Bupati Sikka, saya mendapatkan laporan dari desa. Tetapi bukan kepala desa, atau camat yang lapor, tetapi dari seorang pastor yang melaporkan tentang adanya bencana kelaparan, sehingga saya langsung turun ke lokasi. Setelah mengetahui kondisi di lapangan, saya tidak suruh kepala dinas yang antar surat ke propinsi.

Saya sendiri antar surat ke Kupang. Gubernur waktu itu El Tari, sedang di Jakarta. Malam harinya saya bertemu dengan salah seorang anggota DPRD NTT dan dia tanya kepada saya mengenai surat yang saya antar ke gubernur. Dia katakan bahwa laporan itu bisa berbahaya dan membuat saya tidak bisa jadi bupati defenitif, karena saat itu masih menggunakan laporan ABS (asal bapak senang). Jadi sangat berbahaya membuat laporan yang tidak menyenangkan seperti ini, dan langka sekali laporan tentang adanya gizi buruk.

Setelah saya kembali ke Sikka saya didatangi seorang wartawan Sinar Harapan dan minta saya untuk melihat daerah bencana busung lapar dan saya izinkan dia untuk meninjaunya sendiri. Setelah itu dia bawa konsep beritanya dan menawarkan kepada saya apakah saya berani tidak untuk mengizinkan dia menulis berita itu, saya bilang silahkan ditulis, karena itu sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.

Setelah berita itu ditulis dan selang beberapa hari kemudian, helikopter dari Kupang masuk Maumere, bawa Gubernur El Tari dan mencari saya untuk bersama-sama menuju ke Paga, lokasi bencana gizi buruk itu. Bahkan Menteri Sosial saja datang dan menolak tawaran untuk makan, saat tiba di rumah jabatan dan meminta saya untuk langsung berangkat ke lokasi.

Dari situ saya mendapat bantuan beras berton-ton, bahkan bantuan helikopter untuk mendistribusikan beras ke lokasi-lokasi bencana. Itu semua bukan karena apa, tetapi karena adanya tulisan seorang wartawan Sinar Harapan yang bernama Ako Manafe. Padahal saya tidak pernah beri dia apa-apa. Bahkan saya sendiri tidak tahu dia menggunakan transportasi apa untuk sampai ke Wolofeo. Tetapi bagi dia yang terpenting adalah nilai sebuah berita.

Sedangkan untuk kalian yang jadi wartawan saat ini, saya hanya mau katakan, khususnya bagi wartawan yang bertugas di Maumere, tulisan-tulisan pena kalian, setiap hari, sungguh sangat membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Karena intinya adalah kalian memberikan informasi, yang adalah bagian dari komunikasi untuk membangun daerah ini. Karena komunikasi, saya dengan Bupati Lorens Say, bisa membangun Kabupaten ini, dia 10 tahun, saya 10 tahun.

Jadi kalau untuk para guru, ada lagu yang namanya pahlawan tanpa tanda jasa. Tetapi untuk kalian, saya tidak tahu tanpa apalah. Tetapi tulisan dan karya kalian sungguh bermanfaat untuk pembangunan daerah dan negara.

Namun di balik itu, dalam bekerja, profesional itu yang harus kita tampilkan. Jangan kita jadi pemain bayaran, sebab kita bukan amatir. Jadi kalau kita mau kerja, tunjukkan bahwa kita ini profesional. Saya juga telah mempraktekkan itu semua dalam bekerja, karena sesuai dengan ilmu yang saya pelajari, yakni tentang publik administrasi.

Demikian pula dengan kalian, bekerjalah yang profesional seperti Ako Manafe yang telah menunjukkan itu pada saat saya masih sebagai penjabat bupati. Namun sayangnya saya tidak pernah bertemu lagi dengan dia (Ako Manafe) saat saya menjadi bupati, maupun anggota DPRD NTT. Karena itu melalui kesempatan ini, saya mau menyampaikan terima kasih kepadanya, sekaligus menyampaikan profisiat untuk kalian semua. Selamat merayakan hari ulang tahun dan selamat bekerja dengan tetap mengutamakan aspek profesionalitas. (bb/ris)

Mereka Bicara tentang Wartawan:

n Yuliana Makandolu (Anggota DPRD TTS)
Setengah-setengah

SAYA mengharapkan pers konsisten dengan kasus-kasus yang ditulis. Jangan hari ini menulis kasus A tetapi besoknya dan hari berikutnya tidak ada kelanjutannya. Persoalan ini menjadikan masyarakat menuding wartawan hanya sekAdar menebar opini saja sementara keberlanjutan sekaligus solusinya tidak pernah dimuat dan muncul berita baru. Padahal koran ini salah satu media informasi bagi masyarakat untuk mengetahui perkembangan masalah yang sedang hangat. Untuk itu kami mengharapkan wartawan peka dan pro masyarakat dengan menulis kasus yang ADA SAMPAI tuntas, jangan setengah-setengah. (aly)

Aleks Apri Kullas (politisi lokal)
SDM Rendah

PERS maju pesat tapi tidak dibarengi dengan SDM wartawan yang baik. SDM wartawan masih rendah sehingga kurang profesional. Perlu dibenahi sistem rekrut wartawan.Banyak wartawan yang bekerja sebagai insan pers tetapi tidak memiliki fundamen pengetahuan yang memadai. Berita yang disajikan tidak tuntas.
Contoh konkret ada yang semula sebagai aktifis bidang lain lalu terjun jadi wartawan tanpa pendidikan yang memadai. Padahal pekerja media itu memiliki tanggung jawab moral yang besar kepada publik.
Wartawan juga malas baca sehingga referensi kurang untuk tulisannya. Tidak heran ada nara sumber yang menggiring wartawan. Karena itu wartawan harus bekali diri dengan pengetahuan yang memadai. Sangat disayangkan pekerja media karbitan yang tidak memiliki integritas diri yang kuat dan memadai lalu mengaku sebagai wartawan. Kalau tidak mampu bekerja sebagai wartawan sebaiknya mundur. (lyn)

n Pater Jhon Dami Mukese SVD
Harus Profesional

WARTAWAN harus bersikap profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya karena jari diri seorang wartawan adalah seorang yang mengungkapkan informasi kepada publik berdasarkan kebenaran yang didukung dengan data dan fakta.
Untuk bisa profesional, wartawan harus memiliki latar belakang pendidikan dan ilmu yang memadai sehingga hasil tulisannya, baik berita ataupun opini benar-benar berbobot, tidak hanya sekedar berita. Wartawan juga harus tahu visi dan misi dari media tempat dia bekerja sehingga dengan begitu yang bersangkutan tahu kemana arah pemberitaan medianya dan yang terpenting adalah tahu kepentingan pembaca.
Untuk era modern saat ini, seorang wartawan harus memiliki ketrampilan lebih untuk mendukung kerjanya. Wartawan harus menguasai ilmu dan tehnologi yang sedang berkembang karena jika seorang wartawan tidak mampu mengusai ilmu dan tehnologi maka yang bersangkutan tentu akan tertinggal. Wartawan harus memiliki kompetesi. (rom)

Kanis Teobald Deki (Aktifis LSM)
Perlu Pendidikan Berkala

YANG diperlukan wartawan untuk mendukung profesionalismenya adalah latihan berkala. media harus ada agenda khusus pengembangan keterampilan dan kemampuan wartawannya.
Ada fenomena sekarang, hanya mengandalkan kartu pers dan handycam, terus mengaku wartawan. Insan pers harus ada organisasi sehingga konsolidasi antarwartawan bisa berjalan dengan baik. Dengan organisasi pers bisa mendeteksi wartawan-wartawan siluman. (lyn)

Arifin Betty (warga Amanuban Barat)
Harus Independen

KAMI harap pers harus independen dan netral. Pers harus kawal proses demokratisasi ke depan, terutama di tingkat lokal karena pers mempunyai kekuatan membentuk opini publik. Kalau yang diopoinikan syarat dengan kepentingan politisi semata maka ya demokrasi jadi tidak sehat.
Dan kalau menulis sesuatu harus sampai tuntas. Kami khawatir ada yang menggunakan koran untuk kepentingan tertentu. Kan ada koran yang tiba-tiba muncul memuat banyak kasus, lalu hilang. Ada juga wartawan tidak punya koran tapi ada kartu wartawan, keliling kampung-kampung dan bergaya seperti wartawan dan tunggu-tunggu beritanya tidak ada. Bahkan ada beberapa kali diduga memeras masyarakat. Hanya masyarakat tidak tahu, jadi diancam wartawan mereka ikut saja. (aly)

Pos Kupang edisi Selasa, 9 Februari 2010 halaman 1

NTT Tuan Rumah STE 2011

PALEMBANG, PK -- Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Seksi Wartawan Olahraga (Siwo) PWI di Hotel Swarna Dwipa, Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (6/2/2010), yang diikuti wartawan olahraga dari seluruh Indonesia, memutuskan NTT menjadi tuan rumah kejuaraan nasional Sarung Tinju Emas (STE) 2011. Siwo PWI Pusat akan menyurati PB Pertina atas penetapan tersebut.

Dalam Rakernas yang dipandu Ketua Siwo PWI Pusat, Raja Parlindungan Pane, dibahas tiga agenda utama, yakni penetapan tuan rumah Rakernas 2011, tuan rumah Porwanas 2013 dan membuat rekomendasi kepada Presiden RI tentang upaya menyelamatkan prestasi sepakbola Indonesia.

Saat penetapan tuan rumah Rakernas PWI, lima daerah, NTT, Jawa Timur, Jawa Barat, Bangka Belitung (Babel) dan Sulawesi Tenggara (Sultra) mengajukan diri menjadi tuan rumah. Kelima daerah ini mempresentasekan kesiapannya kepada peserta rakernas. NTT diwakili Sekretaris Siwo PWI NTT, Sipri Seko.

Usai presentase, lima calon tuan rumah melakukan pertemuan terbatas. Babel, karena wilayah Sumatera sudah pernah menjadi tuan rumah, langsung gugur. Sedangkan Jatim dan Jabar gugur karena akan menjadi calon tuan rumah Porwanas XI. Dengan demikian tinggal NTT dan Sultra yang masuk nominasi. NTT mengajukan penawaran, yakni siap mundur jadi calon tuan rumah Rakernas Siwo, asalkan menjadi tuan rumah STE 2011.

Lima kandidat tersebut menyepakatinya, sehingga Sultra langsung ditetapkan menjadi tuan rumah Rakernas Siwo PWI 2011.

Menanggapi hasil musyawarah tersebut, Raja Parlindungan Pane mengatakan siap mendukung NTT. "Siwo PWI Pusat berjanji dalam forum rakernas yang terhormat ini untuk menemui PB Pertina agar NTT menjadi tuan rumah STE 2011. Memang sudah saatnya Siwo ambil alih STE, karena sejak beberapa tahun terakhir ini penyelenggaraannya tidak konsisten. Saat ketemu PB Pertina, kami akan minta komitmen mereka terhadap STE agar Siwo mengambil sikap," ujar Raja Pane.

Pada agenda penetapan tuan rumah Porwanas XI 2013, Jawa Timur, Jawa Barat dan Papua ditetapkan menjadi calion tuan rumah. "Tim dari Siwo PWI Pusat masih harus melakukan verifikasi terhadap kesiapan menjadi tuan rumah. Calon tuan rumah harus menyerahkan surat dukungan dari PWI setempat, pemerintah setempat dan mempresentasekan kesiapannya kepada PWI Pusat. Paling lambat tahun depan sudah ada penetapan," kata Raja Pane.

Saat agenda sikap wartawan olahraga Indonesia terhadap sepakbola nasional, Kesit Handoyo (DKI Jakarta/PSSI Pusat), Munir (Jatim/Sekum Persebaya), Rocky (Papua), Sipri Seko (NTT/PSSI NTT) dan Taufik (Sulsel) mempresentasekan pandangannya tentang sikap wartawan olahraga terhadap sepakbola Indonesia.

Kelima wakil wartawan olahraga ini kemudian diminta untuk menjadi tim perumus rekomendasi. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan adalah, PSSI harus segera mengidentifikasi masalah, reformasi total kepengurusan dan manajemen, perekrutan atlet harus di seluruh Indonesia, mafia perwasitan harus dibasmi dan dukungan dana dari pemerintah untuk pembinaan.

"Pembuatan rekomendasi ini atas permintaan Presiden RI kepada PWI Pusat. Jadi ini tidak ada maksud untuk mengintervensi PSSI," kata Raja Pane. (eko)

Pos Kupang Senin, 8 Februari 2010 halaman 1

NTT tanpa Medali

USAI sudah perjuangan 14 atlet PWI NTT dalam Porwanas X 2010 yang digelar di Palembang, Sumatera Selatan, sejak 4 Februari lalu. Dari lima cabang olahraga yang diikuti, NTT tidak berhasil membawa pulang medali.

Atletik menjadi cabang terakhir yang diikuti NTT. Pada lomba lari 5.000 meter yang berlangsung di Stadion Bumi Sriwijaya, Palembang, Minggu (7/2/2010) pagi, NTT menurunkan Simon Sostones Banoet untuk kategori usia di bawah 40 tahun dan Benny Dasman untuk kategori usia di atas 40 tahun. Dalam lomba ini, Simon tidak masuk finish, sedangkan Benny Dasman berhasil masuk finish di posisi kesebelas.

Sebelumnya dari cabang catur, NTT kalah telah dalam tiga penampilannya melawan Papua, Jambi dan Bangka Belitung. "Mereka bermain lebih bagus. Ada di atlet antara mereka yang bergelar master sedangkan kita, untuk menulis notasi saja tidak tahu," ujar atlet catur NTT, Oscar Praso.

Dari cabang biliar, perjuangan NTT di nomor double yang menurunkan Marsel Ali dan Melky Boymau kandas di babak perempatfinal. Keberuntungan rupanya belum berpihak pada NTT saat melawan Jambi di perempatfinal. Unggul lebih dahulu dalam posisi 3-1, NTT kecolongan di game terakhir. Maksud Melky Boymau memasukkan bola 9, kandas setelah bola hanya berhenti di bibir lubang. Atlet Jambi pun memukul bola untuk memperkecil kedudukan menjadi 2-3. Keadaan ini membuat NTT bermain tertekan, sehingga Jambi bangkit dan memenangkan permainan dengan skor 5-3.

"Perjuangan kita sudah sangat maksimal. Atlet-atlet NTT juga adalah wartawan yang tidak tiap hari berlatih. Daerah lain, atletnya banyaknya yang kulitas nasional bahkan ada yang sudah ikut kejuaraan internasional. Memang banyak protes terhadap keberadaan mereka dari hampir semua kontingen, namun kita tidak bisa membuktikannya, karena semua memiliki kartu pers dan kartu PWI," ujar Ketua Kontingen NTT, Aser Rihi Tugu.

Aser juga menyesalkan kesiapan panitia penyelenggara yang terkesan amburadul. "Penginapan misalnya, kita satu kamar delapan sampai sepuluh orang sehingga bersesakan. Untuk makan, misalnya, makanan yang ada sangat tidak cocok, bahkan terkadang basi, sehingga kami terpaksa harus membeli di luar. Panitia juga tidak tegas terhadap aturan pertandingan dan permainan, sehingga ada yang menggunakan system gugur, tapi ada yang setengah kompetisi. Bagaimana kita mau mencapai tujuan Porwanas, yakni ajang silatirahmi wartawan Indonesia, kalau penyelenggaraannya seperti ini. Kita bicara bukan karena kalah atau menang, tetapi itu kenyataan yang ada," kata Aser. (eko)

Pos Kupang Senin, 8 Februari 2010

Bulutangkis Menang, Biliar dan Catur kalah

TIM bulutangkis PWI Cabang NTT berhasil mengalahkan PWI Jambi 3-0 dalam pertandingan di kompleks PT Pusri, Jumat (5/2/2010). NTT tampil sebagai runner-up Grup A di bawah Riau.

Melawan Jambi, NTT menurunkan komposisi lengkap, yakni Beni Jahang/Yohanes Bethan, Frans Krowin/Jeroslaf Tousalak dan Hyeron Modo/Beni Dasman. Jambi yang kualitas pemainnya pas-pasan nampak tidak berdaya melawan NTT.

Sebelumnya, pada Kamis (4/2/2010) malam, tim NTT kalah 0-3 dari Riau. Riau adalah tim juara bertahan Porwanas yang kualitasnya jauh di atas NTT.
"Karena runner-up kita gagal lolos ke putaran kedua, tetapi kita cukup puas karena memetik kemenangan. Ini berarti ada peningkatan prestasi dibanding Porwanas 2007. Di pertandingan pertandingan pertama, kami langsung bertemu Riau yang merupakan calon juara," ujar pemain NTT, Hyeron Modo.

Dari cabang catur, pemain NTT, Zacky Wahyudi Fagih, Oscar Praso dan Efraim Leneng tidak bisa berbuat banyak melawan Papua dalam pertarungan di Aula TVRI Palembang. Tim catur NTT kalah 0-3 dari Papua. NTT, pagi ini (Sabtu (6/2/2010), masih akan bermain. "Lawan belum ditentukan karena masih menunggu hasil pertandingan lain," jelas Evraim Leneng.

Dari cabang biliar, NTT yang menurunkan Melky Boymau di nomor perorangan terhenti di babak perdelapanfinal. Melky yang diunggulkan membawa pulang medali bagi NTT, kalah 2-6 dari pebiliar Lampung, Ahmadi. Hari ini, NTT akan bermain di nomor double dengan menurunkan Marsel Ali dan Melky Boymau.

"Di billiar, sedikitnya ada enam atlet nasional yang ambil bagian. Atlet Lampung itusangat berpengalaman karena sudah sering memperkuat Indonesia di event-event internasional. Lawan yang dikalahkan tak mampu memenangkan satu set pun. Melky sudah tampil bagus dengan merebut dua game.Mudah-mudahan besok (hari ini), kita bisa tampil bagus melawan Jambi," ujar Marsel Ali.

Workshop Olahraga
Hari Jumat kemarin juga digelar seminar nasional dan Workship wartawan olahraga bertema "Mengembalikan Kejayaan Olahraga Indonesia" di Hotel Swarna Dipa, Palembang. Sejumlah tokoh berbicara dalam seminar itu seperti Ketua Umum KONI/KOI, Rita Subowo, Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, Gubernur Riau, Rusli Zaenal, Ketua SIWO PWI, Raja Pane Parlindungan, Sekjen PWI, Hendry CH Bangun dan lainnya.

Rita Subowo membahas tentang strategi pembinaan olahraga di Indonesia, Gubernur Riau membahas persiapan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII 2012, sedangkan Gubernur Sumsel dan Jabar tentang persiapan menjadi tuan rumah SEA Games 2011. Dalam workshop, tokoh pers nasional, Sumohadi Marsis membahas tentang bagaimana menjadi wartawan olahraga yang sejati, Hendry Ch Bangun tentang penulisan jurnalistik olahraga, sedangkan Raja Pane tentang manajemen liputan olahraga. (eko)

Pos Kupang 6 Februari 2010 halaman 8

1. 627 Atlet Ikut Porwanas 2010

SEBANYAK 1.672 atlet wartawan-wartawati dari seluruh Indonesia, kecuali Bali, ambil bagian dalam Pekan Olahraga Nasional (porwanas) X 2010 di Palembang, Sumatera Selatan, 4-9 Februari 2010.

Porwanas X yang mempertandingkan 12 cabang olahraga ini dibuka Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menegpora), Andi Mallarangeng di Stadion Bumi Sriwijaya, Palembang-Sumatera Selatan (Sumsel), Kamis (4/2/2010) sore.

Acara pembukaan dihadiri Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, Wakil Gubernur Sumsel Eddy Yusuf, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Margiono, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf juga hadir dan ikut berpawai bersama kontingen Jawa Timur.

Andi Mallarangeng dalam sambutannya, mengatakan, insan pers selalu berada di garis depan dalam memajukan olahraga Indonesia. Pers, katanya, bertugas memasyarakatkan olahraga dan membuat masyarakat menikmati olahraga. Pers harus menyumbangkan wacana untuk mengembangkan olahraga di Tanah Air.

"Terima kasih kepada SIWO PWI yang sudah banyak berbuat untuk olahraga di Indonesia. SIWO PWI adalah salah satu pencetus berdirinya KONI dan saat ini masih menjadi anggota KONI. Saya minta wartawan olahraga tidak henti-hentinya mengangkat prestasi atlet kita di semua cabang. Jadikanlah Porwanas 2010 sebagai momentum kebangkitan prestasi olahraga di Indonesia," ujarnya.

Andi mengajak wartawan untuk terus memberitakan dan mewacanakan semua aktivitas keolahragaan nasional. "Dukungan pers terhadap olahraga sangat terasa dalam pembinaan atlet berprestasi," ujarnya.

Ketua PWI, Margiono mengatakan, wartawan olahraga tidak boleh bosan menulis tentang olahraga. PWI, kata Margiono, akan menggelar lomba penulisan untuk cabang sepakbola. "Untuk memotivasi teman-teman wartawan, dalam waktu dekat ini akan diadakan lomba penulisan sepakbola. Pemenangnya dikirim untuk meliput langsung Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan," ujarnya.

Acara pembukaan dimeriahkan drumband Pusri dan Paduan Suara SMA St. Ignasius Palembang. Acara diawali defile 32 kontingen peserta. Kontingen NTT dipandu Mauren dan Boby yang memakai pakaian adat Rote. Saat melewati podium utama, Ketua Kontingen NTT, Aser Rihi Tugu dan atlet bulutangkis, Benny Jahang, menyerahkan cinderamata berupa ti'i langga kepada Menegpora dan Gubernur Sumsel. (eko)


NTT Dikalahkan Kalteng 2-1

PERJUANGAN atlet NTT yang diawali dari cabang tennis meja berakhir dengan kekalahan. Dalam pertandingan di Aula Utama Asrama Haji, Palembang, Kamis (4/2/2010), NTT kalah 1-2 dari Kalimantan Tengah (Kalteng).

Meski kalah, permainan anak-anak NTT cukup merepotkan Kalteng. Pasangan ganda pertama, Sipri Seko/Simon Sostenes Banoet yang menghadapi Anthung Tony dan Ethomy kalah 2-3. Set pertama dimenangkan Kalteng. Namun set kedua dan ketiga, Sipri/Simon berhasil memenangkan pertandingan. Saat unggul 2-1, Sipri/Simon kehabisan stamina. Akibatnya, Kalteng bangkit dan memenangkan dua set terakhir.

Di partai Kedua, NTT menurunkan Marcel Ali/Jeroslaf Tousalak. Pasangan ini bermain cemerlang. Tak butuh waktu lebih dari 15 menit, Marcel Jeroslaf mengalahkan pasangan Kalteng, Asuradi/Limson Dedi tiga set langsung. Namun, pasangan ketiga NTT, Aser Rihi Tugu/Yohanes Kada Bethan tak berbuat banyak melawan Untung Nugroho/Syabrani. Aser/Yohanes yang diunggulkan ternyata bermain dengan beban mental. Tak heran kalau pasangan Kalteng pun menang tiga set langsung tak lebih dari 15 menit pertandingan.

"Inilah permainan terbaik yang bisa kita berikan dan lawan juga bermain sangat baik," ujar Aser Rihi Tugu yang juga adalah Ketua Kontingen NTT.
"Seharusnya partai pertama milik NTT. Pemain kita tidak konsisten dan menganggap remeh lawan. Ketika unggul, mereka malah membuat kesalahan sendiri. Secara kualitas kita tidak kalah dengan daerah lain. Mungkin hanya latihan dan pengalaman yang masih kurang dari NTT," tambah Marsel Ali.

Cabang bulutangkis juga sudah melangsungkan pertandingan di Kompleks PT Pusri-Palembang. NTT yang menurunkan Hyeron Modo/Beni Dasman, Beni Jahang/Yohanes Kada Bethan dan Jeroslaf Tousalak/Frans Krowin melawan Riau.
Hingga berita ini diturunkan pukul 22.00 Wita, pertandingan masih berlangsung. Pagi ini, Jumat (5/2/2010), atlet PWI NTT akan bermain lagi di cabang bulutangkis melawan PWI Jambi. Atlet cabang catur dan biliard juga akan bermain. Sementara cabang atletik baru berlangsung Minggu (7/2/2010). (eko)

Pos Kupang, 5 Februari 2010 halaman 8

NTT Lawan Kalteng

ATLET tenis meja akan mengawali perjuangan kontingen PWI NTT dalam Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) X 2010 di Palembang, Sumatera Selatan. Sesuai hasil pertemuan teknis di Asrama Haji, Palembang, Rabu (3/2/2010), Kamis (4/2/2010) pagi ini NTT akan melawan Kalimantan Tengah (Kalteng).

Melawan Kalteng, NTT akan menurunkan pasangan Sipri Seko/Simon Banoet, Aser Rihi Tugu/Yohanes Kada Bethan dan Marsel Ali/Jeroslaf Tousalak.

"Pertandingan cabang tenis meja menggunakan sistem gugur. Ada 22 tim yang ikut ambil bagian," jelas Ketua Kontingen NTT, Aser Rihi Tugu, S.H.
Mengenai kesiapan atlet, Aser, mengatakan, "Kita memang akan menghadapi lawan berat karena Kalteng adalah salah satu tim unggulan. Kondisi teman-teman sudah siap bertanding. Kami tidak bebani mereka dengan target," ujarnya.

Cabang lainnya, bulutangkis, catur dan biliar akan bertanding, Jumat (5/2/2010). Sedangkan atletik hari Minggu (7/2/2010). Menurut Aser, tim billiar NTT yang akan menurunkan Marsel Ali dan Melky Boymau langsung lolos ke putaran kedua, baik di nomor beregu maupun perorangan. "Ini kesempatan bagus bagi kita untuk mempelajari teknik lawan agar bisa menyusun strategi," ujarnya.

Atlet biliar NTT, Marsel Ali dan Melky Boymau mengaku sudah siap. "Langsung ke putaran kedua adalah sesuatu hal yang menggembirakan," kata Marsel Ali.

Porwanas X 2010 akan dibuka Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menegpora), Andi Mallarangeng, Kamis (4/2/2010) pukul 15 WIB di Stadion Bumi Sriwijaya, Jakabaring, Palembang. Kontingen NTT yang ikut dalam pawai akan dipandu dua orang remaja dengan pakaian adat NTT yang sudah disiapkan Paguyuban NTT di Palembang.

"Kami sudah siapkan satu cewek dan satu cowok untuk bersama kontingen NTT saat defile. Warga NTT di Palembang mendukung atlet-atlet NTT, kalah ataupun menang," ujar salah satu tokoh NTT di Palembang, Ny. Bety Pea-Temaluru. (eko)

Pos Kupang 4 Februari 2010 halaman 8

Porwanas X 2010: Hari Ini Pertemuan Teknis

KONTINGEN atlet PWI NTT yang beranggotakan 14 orang tiba di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (2/2/2010). Kontingen PWI yang akan turun di lima cabang olahraga tersebut akan mengikuti pertemuan teknis di Asrama Haji- Palembang, Rabu (3/2/2010).

Ketua Konitingen NTT, Aser Rihi Tugu, di Palembang, Selasa (2/2/2010), mengatakan, atlet NTT yang turun di cabang billiar, tenis meja, catur, bulutangkis dan atletik tersebut siap bertanding. "Saat ini semua atlet dalam kondisi sehat dan siap bertanding. Besok (hari ini) akan ada pertemuan teknis jam 13.00 WIB di Asrama Haji, sedangkan pembukaan tanggal 4 Februari," ujarnya.

Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) X di Palembang, Sumsel, akan mempertandingkan 12 cabang olahraga. Ke-12 cabang tersebut meliputi atletik (lari 5.000 meter), biliar, boling, bridge, bulutangkis, bolavoli, catur, dayung, futsal, sepakbola, tenis meja dan tenis.

Adapun atlet NTT yang mengikuti Porwanas X 2010, yakni cabang biliar: Bernadus Tokan, Oscar Praso, Melki Boymau, Marsel Ali. Tenis meja, Sipri Seko, Eklopas Leo, Aser Rihi Tugu, Frans Krowin. Catur, Jacky Fagih, Efraim Leneng. Bulutangkis: Hyeronimus Modo, Benny Jahang, Yohanes Kada Bethan, Jaros Tousalak dan cabang atletik: Benny Dasman, Simon Banoet.

Porwanas X yang diikuti 1.600 atlet dari seluruh Indonesia juga mengagendakan sejumlah acara di luar olahraga. Di antaranya Seminar Olahraga Nasional, Lokakarya Peningkatan Kualitas Wartawan Olahraga, SIWO Peduli Lingkungan dan pemberian penghargaan bagi para insan olahraga (atlet, pelatih dan pembina).

Sementara Ketua Panitia Hari Pers Nasional (HPN) ke-64 dan Porwanas X, Firdaus Komar menjelaskan, tempat penginapan peserta Porwanas berada di lokasi berbeda di Kota Palembang, antara lain di Asrama Haji, Hotel Musdalifah, Belvena I, Bervena 2, Bumi Asih, Alam Sutra, Diklat dan Mes Lintang. "Terpisahnya tempat penginapan peserta karena jumlahnya banyak, sehingga tidak cukup hanya di satu lokasi," ujar Komar di Palembang, kemarin. (eko/ant)

Pos Kupang 3 Februari 2010 halaman 8

Gubernur Dukung NTT Tuan Rumah STE 2011

GUBERNUR NTT, Drs. Frans Lebu Raya, mendukung rencana SIWO PWI NTT untuk mengajukan diri menjadi penyelenggara kejuaraan Sarung Tinju Emas (STE) 2011. Ia berjanji akan menghubungi Ketua PB Pertina, Setya Novanto, untuk merealisasikan rencana tersebut.

Dihadapan kontingen PWI NTT untuk Porwanas X 2010 yang dipimpin Ketua PWI NTT, Dion DB Putra, di ruang kerjanya, Senin (1/2/2010), Frans Lebu Raya, mengatakan, dengan potensi prestasi tinju yang dimiliki dan pengalaman menggelar event yang sudah ada, NTT pasti sanggup menggelar event sebesar STE.

"Saya senang kalau kita mau menjadi tuan rumah STE. Saya sangat mendukungnya. Kita harus upayakan untuk bisa menjadi tuan rumah. Kalau dalam jumlah yang besar, mungkin kita akan kesulitan terutama akomodasi, namun kalau jumlahnya masih berkisar 200 orang, saya yakin kita mampu menggelarnya. Saya akan bilang kepada Pak Setya Novanto sebagai Ketua PB Pertina dan juga sebagai anggota DPR RI daerah pemilihan NTT dan saya yakin dia akan mau, karena kita punya potensi tinju," ujar Lebu Raya.

Lebu Raya juga mengatakan dukungannya kalau pelaksanaan STE 2011 tersebut juga dirangkai dengan pelaksanaan rapat kerja nasional (rakernas) seksi wartawan olahraga (SIWO) PWI. "Kita harus ajak sebanyak mungkin orang luar agar mau datang ke NTT. Tidak apa kalau kita sedikit sibuk untuk mengurus mereka, tetapi nanti setelah itu mereka akan bercerita tentang NTT. Untuk itu saya minta agar kalau usulan ini diterima, segera informasikan agar dipersiapkan dengan baik," kata Lebu Raya. (eko)

PWI NTT Berangkat ke Porwanas 2010

BERANGGOTAKAN 15 atlet dari cabang atletik, biliard, tenis meja, bulutangkis dan catur, kontingen PWI NTT siap berangkat ke Pekan Olaharaga Wartawan Nasional (Porwanas) X yang akan digelar di Palembang-Sumatera Selatan, 4-8 Februari 2010. Kontingen PWI NTT dilepas secara resmi oleh Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya di ruang kerjanya, Senin (1/2/2010).

"Terima kasih kepada masyarakat dan Pemprop NTT atas dukungannya sehingga saat ini kontingen PWI NTT sudah siap ke Porwanas. Kami tidak ada target khusus, tapi kami mengandalkan atletik dan biliard untuk bersaing," jelas Ketua PWI NTT, Dion DB Putra kepada Gubernur Lebu Raya, saat pelepasan.

Adapun nama-nama atlet NTT yang dikirim ke Porwanas X 2010, yakni cabang biliard: Bernadus Tokan, Melki Boymau, Oscar Praso, Marselinus Ali. Tenis meja: Sipri Seko, Aser Rihi Tugu, Frans Krowin. Catur: Jacky Fagih, Efraim Leneng. Bulutangkis: Hyeronimus Modo, Benny Jahang, Yohanes Kada Bethan, Jaros Tousalak. Atletik: Benny Dasman, Simon Banoet.

Menanggapi laporan tersebut, Gubernur Lebu Raya mengatakan dukungannya. "Atas nama masyarakat NTT, saya mendukung keikutsertaan teman-teman. Saudara-saudara ke Palembang, bukan lagi atas nama wartawan, tetapi juga nama daerah NTT. Untuk itu, ceritakan tentang wajah NTT di sana biar orang lebih mengenal kita," ujar Lebu Raya.

"Olahraga itu prestasi, tetapi prestasi itu bukan hanya kalah atau menang, tetapi kejujuran, sportivitas yang ditampilkan juga menjadi bagian penting yang harus mendapat penghargaan. Biar kalah tetapi bisa tampil dengan baik, jujur dan sportif dalam bertanding, itu adalah bagian penting dari olahraga yang juga perlu mendapat penghargaan dari pemerintah dan rakyat," tambahnya.

Lebu Raya menitip pesan kepada para wartawan ini untuk ikut mempublikasikan Propinsi NTT di Palembang. "Kalau ada kesempatan, tulis dan publikasikan NTT di media-media lokal di Palembang. Ceritakan tentang NTT, buatlah mereka terkenang, sehingga mau datang ke NTT," ujarnya. (eko)

Pos Kupang 2 Februari 2010 halaman 8