Dewan Pers Tolak RUU Rahasia Negara

JAKARTA, KOMPAS.com - Penolakan terhadap pengesahan RUU Rahasia Negara terus bergulir. Kali ini Dewan Pers yang angkat bicara mengenai RUU yang rencananya akan disahkan bulan September-Oktober mendatang.

Menurut Abdullah Alamudi Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat, Dewan Pers Indonesia, pihak Dewan Perwakilan Rakyat jangan terburu-buru mengetuk palu pada RUU tersebut. Ia menilai DPR harus melakukan banyak perombakan pada RUU Rahasia Negara itu, banyak pasal di dalamnya yang menutup akses media dan masyarakat untuk mendapat informasi mengenai negara.

"Pengesahan RUU Rahasia Negara ini jangan dipaksakan penyelesaiannya. Karena sangat kontroversial. Sebaiknya ditunda sampai hal-hal yang ada jadi perdebatan dapat diselesaikan," ujarnya kepada kompas.com, di Jakarta, Kamis (20/8/2009).

Ia menuturkan dari 52 pasal sebagian besar mengancam kemerdekaan pers. Selain itu kebebasan masyarakat sipil untuk mendapatkan informasi dan mengontrol penggunaan dana pemerintahan juga ikut terampas. "Masak anggaran saja juga dijadikan rahasia negara," tanya dia.

Selain itu RUU ini juga membatasi masyarakat untuk mendapatkan informasi, bahkan yang sepele."Setiap orang dapat mengatakan ini rahasia negara. Jika mencari informasi mengenai tanah atau biaya sekolah bisa di katakan rahasia negara," ujarnya.

Menurutnya, RUU Rahasia Negara justru melindungi para pejabat, padahal RN itu diarahkan kepada pejabat. Jika pejabat membocorkan suatu rahasia, maka yang akan dipenjara adalah wartawan.


RUU ini juga melarang mengancam media yang membocorkan rahasia negara, walaupun rahasia tersebut didapat dari negara lain. Alamudi menilai hal itu justru dapat membahayakan masyarakat Indonesia. Misalnya, kata dia, salah satu media di Australia sejak lama menyiarkan pergerakan intel di Indonesia. Jika media di Indonesia mengutip berita itu, maka dapat dikenakan hukuman 7-20 tahun penjara. "Yang diuntungkan masyarakat Australia. Padahal Australia bisa berpontensi jadi musuh," ujarnya.


Alamudi, lebih menyetujui jika pemerintah tetap menggunakan UU keterbukaan informasi publik (KIP). Ia menilai semua pasal dalam KIP dapat diterapkan tanpa membatasi ruang gerak media ataupun masyarakat. "Selain itu, pasal-pasal yang ada di RUU Rahasia Negara banyak yang sudah tercantum di KIP," tandasnya. (RDI/Kompas.com)

Pemerintah Diminta Tetap Perhatikan Media

Palembang (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Tarman Azzam mengatakan, meskipun kini media sudah memasuki rana kebebasan pers tetapi pemerintah juga diminta berperan dalam memperhatikan atau mengawasi kredibilitas media.

"Pemerintah diharapkan tetap mendorong pers untuk berkembang dan berperan aktif sesuai dengan peranan pers termasuk mendukung profesionalisme jurnalis," katanya, di sela-sela acara Konferensi Kerja Nasional (Konkernas) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Palembang, Kamis (13/8/2009).

Menurut dia, pemerintah tetap harus berperan mendorong terciptanya pers yang sehat, profesional dan berkembang maju mengikuti pertumbuhan media dunia.

Dorongan pemerintah dipastikan mampu menciptakan harmonisasi media dengan program-program pemerintah yang tentunya mengedepankan kepentingan rakyat, tambahnya.

Ia mengatakan, sesuai dengan aturan yang berlaku pemerintah tidak bisa memasuki ranah pers untuk mengintervensi media.

Tetapi peranan penting pemerintah dalam mendorong tercapainya pers yang berkualitas, kredibel dan profesional mesti terus dilakukan, katanya.

Tarman mengatakan, kondisi pers Indonesia saat ini sudah sangat maju baik dari segi teknologi, sumberdaya manusia, dan sistem manajemen media.

Bahkan kini tidak ada media di dunia ini yang tidak dimiliki Indonesia sehingga kemajuan pesat tersebut sangat menggembirakan bagi masyarakat karena informasi dapat diakses dengan berbagai cara yang disediakan melalui teknologi yang telah diciptakan, ujarnya.

Namun, wartawan di era globalisasi ini tetap harus memiliki wawasan nusantara yang tinggi dan sikap serta tanggungjawab terhadap masyarakat.

Karenanya, wartawan Indonesia harus didorong untuk bersikap profesional dan mematuhi kode etik jurnalistik yang menjadi salah satu landasan kerja wartawan, tambahnya.(ANTARA)