Jakarta, POS KUPANG.Com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengemukakan bahwa kondisi kebebasan pers di Indonesia selama tahun 2010 semakin buruk karena pemerintah tidak serius menangani kekerasan terhadap jurnalis dan lahirnya regulasi-regulasi baru yang berpotensi membatasi kemerdekaan pers.
AJI melaporkan bahwa tindak kekerasan terhadap wartawan meningkat menjadi 47 kasus selama 2010, lebih tinggi ketimbang 2009 yang berjumlah 37 kasus.
"Dari jumlah itu setidak-tidaknya ada empat kasus pembunuhan, 15 kasus serangan fisik, dua kasus penyerangan kantor media, tujuh kasus larangan meliput, enam kasus tekanan melalui hukum, dua kasus perusakan alat, dan pengerahan massa dua kasus," kata Ketua AJI Nezar Patria saat pemaparan laporan akhir tahun organisasinya, Selasa (28/12/2010).
Dia mengemukakan, salah satu indikator ketidakseriusan pemerintah dalam menjaga kebebasan pers adalah adanya kesan impunitas terhadap para pelaku kekerasan kepada wartawan atau institusi pers selama 2010.
"Pelaku kekerasan terhadap wartawan seakan mempunyai kekebalan terhadap hukum, dalam banyak kasus mereka dibiarkan lepas dari jerat hukum," kata Nezar.
Ia mencontohkan tewasnya dua wartawan di Maluku yakni Ridwan Salamun, kamerawan Sun TV yang tewas ketika sedang meliput bentrokan antarkelompok di Tual dan Alfrits Mirulewan, pemimpin redaksi Mingguan Pelangi yang sedang menginvestigasi dugaan penimbunan minyak di Pulau Kisar.
Nezar mengemukakan, dalam kasus Ridwan penyidikan dihentikan dan korban ditetapkan sebagai pihak yang terlibat bentrokan sedangkan dalam kasus Alfrits penyidikannya tidak dilakukan dengan profesional sehingga harus diambil alih oleh Kepolisian Daerah Maluku.
"Hal ini menunjukkan bahwa aparat dan pemerintah belum memahami posisi wartawan sebagai wakil publik yang menjalankan tugas sesuai undang-undang," tukas Eko Maryadi, kordinator divisi advokasi AJI.
AJI juga menilai bahwa pers Indonesia juga sedang mendapatkan cobaan keras dari pemerintah yang selama 2010 banyak membuat regulasi, yang meski tidak secara langsung, berpotensi memasung kemerdekaan pers yang telah dinikmati pasca-reformasi.
Menurut AJI , beberapa rancangan undang-undang atau peraturan yang bisa mengebiri kebebasan pers di Indonesia antara lain Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi tentang Konten Multimedia, RUU Rahasia Negara, dan RUU Tindak Pidana Teknologi Informasi.
Beberapa RUU juga mendapat perhatian khusus dari AJI karena mereka nilai bisa membahayakan kebebasan pers antara lain revisi UU Penyiaran, RUU Konvergensi Telematika, revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronika, serta Rancangan KUHP. (ant)