Dewan Pers Dorong Organisasi Wartawan Tegakkan Sanksi

JAKARTA - Undang-Undang No.40/1999 tentang Pers yang memayungi kebebasan pers juga menyertakan kebebasan wartawan untuk memilih organisasi wartawan. Karenanya muncul puluhan organisasi wartawan baru. Pada tahun 2008 ini, menurut data Dewan Pers, jumlahnya mencapai 39 organisasi.

Keberadaan organisasi wartawan diperlukan untuk turut mendorong profesionalisme pers dan menjaga kebebasan pers. Organisasi wartawan menjadi mitra Dewan Pers dalan mengawasi pelaksanaan etika pers.

Dalam penutup Kode Etik Jurnalistik disebutkan, "sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan." Artinya, organisasi wartawan diharapkan aktif memberi sanksi kepada anggotanya yang melanggar etika.

Demikian antara lain pendapat yang muncul dalam acara dialog Dewan Pers yang disiarkan TVRI selasa, 12 Agustus lalu. Dialog ini membahas tema "Peran Organisasi Wartawan" dengan menghadirkan pembicara Anggota Dewan Pers, Bambang Harymurti, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Heru Hendratmoko, dan Panitia Kongres ke-22 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Asro Kamal Rokan.

Mitra
Dewan Pers, antara lain, menempatkan organisasi wartawan sebagai mitra dalam penegakan kode etik. Apalagi sanksi kepada wartawan yang melanggar kode etik hanya bisa diberikan oleh organisasi wartawan dan perusahaan pers. Organisasi wartawan dapat menindaklanjuti penilaian dan rekomendasi Dewan Pers terhadap pemberitaan yang melanggar etika, jika yang melanggar tersebut anggotanya.

Menurut Bambang Harymurti, Dewan Pers merasa harus memfasilitasi pengembangan organisasi wartawan. Karena itu, pada tahun 2006 Dewan Pers telah memfasilitasi penyusunan Standar Organisasi Wartawan. Dalam standar tersebut dicantumkan berbagai syarat mendasar untuk mendirikan dan mengelola organisasi wartawan.

"Dalam memilih anggota Dewan Pers, hanya organisasi wartawan yang memenuhi standar yang bisa memilih," ungkap Bambang.

Sementara itu, Heru Hendramoko melihat ada tiga fungsi organisasi wartawan. Yaitu menjaga kebebasan pers, meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan wartawan. Menurutnya, AJI yang dipimpinnya berupaya menjalankan ketiga fungsi tersebut.

"Perkembangan ke depan lebih penting untuk disikapi," kata Heru menanggapi pernah diberlakukannya organisasi wartawan tunggal di masa Orde Baru.

Di tempat yang sama, Asro Kamal Rokan mendorong tumbuhnya kerjasama antar organisasi wartawan. Anggota pengurus PWI ini mencontohkan kasus-kasus kekerasan terhadap pers yang semestinya disikapi dan dibela bersama oleh organisasi wartawan.(red)


Tentang Organisasi Wartawan

- Pasal 7 UU Pers: "Wartawan bebas memilih organisasi wartawan."

- Penutup Kode Etik Jurnalistik: ".sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan."

- Standar Organisasi Wartawan: Dibuat dengan tujuan perlu "...dikembangkan organisasi wartawan yang memiliki integritas dan kredibilitas serta dengan anggota yang profesional..." Standar ini berisi 13 butir ketentuan mengenai organisasi wartawan.


SMS PENONTON TVRI:

"Menurut saya organisasi wartawan lebih baik fokus pada soal kesejahteraan wartawan. Kalau soal profesionalisme serahkan ke perusahaan pers." (0815.14091xxx)

"Tolong, para wartawan bodrex dan wartawan amplop diberantas karena merusak citra pers apalagi mau menghadapi lebaran." (0341.9379xxx)

"Menurut saya organisasi wartawan harus selalu mengingatkan anggotanya untuk mentaati etika dalam menjalankan profesi." (0815.14049xxx)

"Apakah PWI, Dewan Pers, AJI dan segenap insan pers di NKRI sudah bersatu untuk tampil menghadapi pers dan media luar yang nampaknya lebih mendapat tempat dan menarik simpati di kalangan intelektual dan orang awam?" (0411.2456xxx)

"Sebenarnya hidup dan bergerak sebuah organisasi tergantung dari pikiran-pikiran orang yang ada di dalam organisasi tersebut." (021.92396xxx)

http://www.dewanpers.org/dpers.php?x=news&y=det&z=f4d89fbd041da9ed1adc1384a3327740

Definisi Pelapor Belum Jelas Bagi Pers

Semarang (ANTARA News) - Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Teten Masduki, mengatakan bahwa dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan, seorang pelapor harus dilindungi baik secara pidana maupun perdata.

"Namun, pengertian pelapor belum jelas bagi media. Laporan oleh suatu media, apakah dapat masuk sebagai pelapor atau tidak, sampai sekarang belum jelas," kata Teten dalam diskusi bertema "Konflik Publik dengan Pers, Liputan Pilkada dan Pemilu" di Semarang, Rabu.

Teten mengatakan, saat ini pers dan lembaga swadaya masyarakat harus mulai mengampanyekan untuk menolak gugatan-gugatan pidana maupun perdata dengan undang-undang sebagai alat.

"Indonesia sudah meratifikasi Konvensi PBB Menentang Korupsi di mana pelapor berhak dapat perlindungan fisik," katanya.

Dalam kesempatan sama, Sekretaris Eksekutif Dewan Pers, Lukas Luwarso mengatakan, pegaduan terkait persoalan etika pers yang sudah masuk ke Dewan Pers selama periode 2000-2007 sudah ada sedikitnya 900 pengaduan.

Pengaduan tersebut, biasanya berkaitan dengan pemberitaan pers, meliput berita, laporan, editorial, gambar atau foto dan ilustrasi, termasuk karikatur yang telah diterbitkan atau disiarkan. Pengadu, mempersoalkan fakta jurnalistik yang salah atau merugikan.

Lukas mencontohkan, pengaduan yang melibatkan banyak media massa pada kasus Lusi Lukitawati dan Laksamana Sukardi; pengaduan yang terkait dengan media berkualitas, kasus Tempo vs Ongen dan Media Indonesia vs YLKI; kemudian, pengaduan yang melibatkan media tak-berkualitas, kasus Transparan vs Bupati Muba dan Limboto Ekspres vs Gubernur Gorontalo.

Dalam acara tersebut, hadir Dr Soetomo; Deva Rahman, Communication Manager ExxonMobil Oil Indonesia; Atmakusumah Astraarmadja, Ketua Dewan Pengurus Voice of Human Right News CentreSoetjipto; dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Jateng.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/20/definisi-pelapor-belum-jelas-bagi-pers/

SBY Jamin Tak Ada Pembreidelan Pers

JAKARTA, PK -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendengarkan keluhan wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Bertempat di Istana Negara, Jakarta, Kamis (31/7/2008), Presiden Yudhoyono melalui Menteri Komunikasi dan Informatika, M Nuh memastikan tidak akan ada pembreidelan terhadap media massa lantaran terbitnya UU No 11/2008 tentang Pemilu.

"Selama perjalanan kampanye itu sambil proses judicial review oleh kawan-kawan PWI. Tidak ada kejadian pemberedelan atau pencabutan izin. Kita berikan garansi," kata Menteri Kominfo, M Nuh usai mendampingi Presiden Yudhoyono menerima pengurus PWI Pusat dan Pengurus PWI Cabang dari 34 propinsi di Istana Negara-Jakarta, Kamis (31/7/2008). Hadir juga dalam pertemuan itu, Ketua PWI Cabang NTT, Dion DB Putra dan Sekretaris, Indra Alfian Syahril.

Menkominfo menjelaskan, pada UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pemilu yang membicarakan sanksi terhadap pers tidak memutuskan ada keharusan pemerintah untuk melakukan pembreidelan. "Karena itu, perlu pemahaman kawan-kawan di KPI dan KPU karena Departemen Kominfo selaku regulator," ujarnya.

Garansi pemerintah ini keluar setelah PWI mendesak Presiden Yudhoyono selaku petinggi pemerintahan untuk tidak menjalankan ketentuan UU Nomor 11/2008 terkait sanksi terhadap pers. Pasalnya, sanksi berupa pembreidelan ini berbentur UU Nomor 40/1999 tentang Pers.

Presiden Yudhoyono yang menerima pengaduan langsung dari PWI tersebut, sontak meminta anggota kabinet untuk melihat pasal-pasal yang berkait peluang pembreidelan pers pada pelaksanaan Pemilu 2009 mendatang. Selepas menerima laporan dari Menteri Sekretaris Negara, Hatta Rajasa, Presiden Yudhoyono pun memberikan jawaban kepada wartawan yang tergabung dalam PWI.

"Semangat kita adalah nafas reformasi dan tidak ada lagi pembreidelan atau pencabutan. Kepada menteri terkait, dan ini otoritas saya, kewenangan saya untuk segera mempelajari dengan cepat apa yang mesti diposisikan pemerintah untuk menyelesaikan ini," paparnya.

Kendati demikian Presiden Yudhoyono mengingatkan, dalam hidup bernegara yang mengusung demokrasi, di Tanah Air tidak ada seseorang pun yang mempunyai hak eksklusif. "Tidak ada yang kebal hukum manakala kita melakukan kejahatan," tandasnya. (Persda Network/ade)

Pos Kupang edisi Jumat, 1 Agustus 2008 halaman 7

Irwandi: Gaji Wartawan Harus Empat Kali UMR

Banda Aceh (ANTARA News) - Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Irwandi Yusuf menegaskan, organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) harus bisa memperjuangkan gaji wartawan Indonesia minimal empat kali lebih besar dari upah minimum regional (UMR), sehingga kesejahteraan wartawan terjamin.

"Selama ini wartawan Indonesia kerap menulis tentang perjuangan buruh yang menuntut hak, tentang kenaikan gaji PNS dan TNI/Polri, tapi ternyata masih banyak para 'kuli tinta' itu yang berpenghasilan di bawah UMR," katanya ketika menutup Kongres XXII PWI di Banda Aceh, Selasa (29/7/2008) tengah malam.

Pada sambutan tertulis yang dibacakan Sekdaprov NAD, Husni Bahri TOB, gubernur menyatakan, seharusnya wartawan berjuang untuk menaikkan gaji mereka, karena akan sulit sekali menjadi seorang yang profesional jika dapur di rumah tidak berasap.

Oleh karena itu, PWI harus bisa mendobrak tradisi itu dengan memperjuangkan agar gaji wartawan lebih besar empat kali dari UMR, katanya yang disambut tepuk tangan para peserta kongres.

Seiring dengan itu, lanjut dia, berbagai bentuk pelatihan dan pendidikan terhadap anggota PWI harus ditingkatkan.

Wartawan bukan hanya bekerja untuk perusahaan atau keluarganya saja, tapi lebih penting lagi, wartawan bekerja untuk kepentingan publik.

Pemerintah Indonesia telah mengakui hak-hak dasar kebebasan pers seperti yang tercantum dalam Undang-undang No.40/1999 tentang Pers.

Dengan adanya kebijakan itu, seharusnya organisasi pers juga meningkatkan profesionalisme anggotanya.

Pers bebas bukan berarti bisa menulis sesuka hatinya tanpa fakta, namun juga harus memiliki tanggungjawab yang dirumuskan dalam naskah Kode Etik Jurnalistik, kata Gubernur Irwandi.

Jika fungsi itu berjalan dengan baik, maka pers bukan hanya sebagai sarana mendapatkan berita, tapi juga penjaga hak-hak rakyat agar tidak menjadi korban kesewenang-wenangan penguasa, ujarnya.

Begitu penting posisi pers dalam proses demokrasi, sehingga kedudukannya disamakan dengan pilar keempat (the fourth estate). Posisinya sejajar dengan tiga pilar demokrasi lainnya, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Menurut dia, tidak ada negara di dunia ini yang mengaku sebagai negara demokrasi jika tidak memiliki pers yang bebas dan kuat, katanya.

Sementara itu, Ketua Umum PWI terpilih, Margiono pada kesempatan itu menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya bagi Pemerintah dan masyarakat Aceh yang telah bersedia menjadi tuan rumah Kongres organisasi wartawan tertua di tanah air itu.

Sebagai ketua baru, ia akan melanjutkan dan menjalankan program yang telah diamanahkan dalam kongres dan yang lebih penting lagi akan meningkatkan solidaritas sesama wartawan. (*)

Margiono Terpilih Sebagai Ketua Umum PWI

Banda Aceh (ANTARA News) - Margiono terpilih sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) periode 2008-2013, setelah berhasil mengumpulkan suara terbanyak pada Kongres XXII organisasi itu di Banda Aceh, Selasa malam.

Margiono berhasil mengumpulkan 58 dari total 95 suara yang berhak ikut pemungutan suara. Sementara tiga pesaing lainnya, Parni Hadi dan Wina Armada masing-masing 13 suara, serta Dhimam Abror hanya 11 suara.

Kemenangan Margiono sudah diperhitungkan sebelumnya, karena hampir didukung seluruh cabang.

Proses pemungutan suara yang berlangsung 22.30 WIB itu diikuti 34 cabang di seluruh Indonesia dengan total 95 suara.

Masing-masing cabang memiliki hak suara yang berbeda, menurut jumlah anggota. Mulai dari satu sampai tujuh suara.(*)

5 Nama Ditetapkan Sebagai Calon Ketua Umum PWI

Banda Aceh (ANTARA News) - Lima nama ditetapkan sebagai calon tetap Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) periode 2008-2013 yang akan dipilih pada Kongres XXII yang berlangsung di Banda Aceh, Selasa.

Dari penjaringan itu muncul tujuh nama dengan urutan masing-masing Margiono 19 suara, Wina Armada (13), Parni Hadi (12), Muhyan (11), Dhiman Abror (9), Kamsul (6), Alwi (1).

Dari tujuh calon yang terjaring, lima nama bersedia dicalonkan sebagai Ketua Umum, sedangkan dua nama lainnya, yakni Kamsul Hasan (Ketua PWI Jaya) dan Alwi Hamu mengundurkan diri.

Pada sidang pleno IV ditetapkan lima nama sebagai calon tetap, yakni Parni Hardi (Dirut LPP RRI), Margiono (Direktur Jawa Pos), Wina Armada (mantan Sekjen PWI Pusat), Muhyan (Ketua PWI Sumut), Dhiman Abror Djuraid (Ketua PWI Jatim).

Penjaringan tersebut dilakukan melalui pemungutan suara dengan masing-masing cabang mengusulkan maksimal tiga nama.

Sebelum pemilihan, Ketua sidang menskor waktu selama satu jam, dan akan dilanjutkan selesai shalat magrib atau pukul 20.00 WIB.

Agenda berikutnya adalah penyampaian visi misi masing-masing calon dan dilanjutkan dengan pemilihan Ketua Umum.

Waktu istirahat tersebut dimanfaatkan bagi masing-masing tim sukses untuk melakukan lobi mencari dukungan.

Pemilihan Ketua Umum tersebut bakal seru karena adanya persaingan antara kader tua dan muda di tubuh organisasi wartawan tertua di Tanah Air itu.

Dari lima calon itu terdapat kader muda, seperti Wina, Abror, dan Margiono, sedangkan kader tua Parni Hadi dan Muhyan.(*)

Peserta Kongres Kunjungi Bekas Musibah Tsunami

Banda Aceh (ANTARA News) - Para peserta Kongres XXII Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dari seluruh tanah air yang tiba di Banda Aceh, Minggu, langsung mengunjungi beberapa lokasi bekas musibah tsunami yang terjadi 26 Desember 2004.

Ratusan peserta Kongres dari 33 provinsi yang mulai berdatangan ke Banda Aceh baik melalui transportasi darat maupun udara, langsung dipandu panitia untuk menyaksikan bekas peninggalan sisa-sia tsunami yang meluluhlantakkan kota itu.

Para tamu tersebut mengunjungi peninggalan tsunami, seperti PLTD Apung yang berada di Kampung Pungi Jurong, kuburan massal di Ulee Lheue dan masjid Baiturrahim yang merupakan saksi bisu terjadinya bencana yang menewaskan ratusan ribu jiwa itu.

Mereka juga berkunjung ke daerah-daerah yang cukup parah terkena tsunami seperti di Desa Lampulo, Banda Aceh dan beberapa desa di Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar.

Sekretaris panitia lokal Kongres PWI, Burhanuddin menyatakan, kunjungan itu bertujuan agar masyarakat, khususnya yang ada di tanah air mengetahui bahwa proses rekontruksi yang dilakukan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) pasca tsunami sudah berjalan dengan baik.

Sementara itu, Gubernur Provinsi Aceh, Irwandi Yusuf menyatakan siap membuka Kongres XXII PWI di gedung pertemuan Anjong Monmata, Banda Aceh, Senin (28/7).

Kesediaan itu disampaikan Irwandi Yusuf saat menerima Ketua PWI Pusat, Tarman Azzam bersama Ketua Panitia Pengarah Kongres, Asro Kamal Rokan, Ketua Panpelda, Dahlan TH serta sejumlah pengurus PWI pusat dan Cabang Aceh, Sabtu (26/7) di pendopo gubernur, Banda Aceh.

Selain kesediaannya membuka Kongres, Irwandi juga menyatakan siap memberi presentasi pada Dialog Percepatan Pembangunan Aceh, yang dilaksanakan Minggu (27/7) malam di Gedung AAC Dayan Dawood, Darussalam.

Dialog Percepatan Pembangunan Aceh itu menghadirkan beberapa pembicara selain Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Kepala Bapel BRR NAD-Nias, Ketua Bappenas Paskah Suzzeta, Rektor Unsyiah Darni Daud dan tokoh pers nasional Surya Paloh.

Dalam pertemuan dengan Irwandi, Ketua Umum PWI Pusat, Tarman Azzam, juga menyampaikan salam dari Presiden SBY kepada gubernur dan masyarakat Aceh serta masyarakat pers karena presiden tidak bisa hadir membuka acara Kongres PWI tersebut.

Tarman mengatakan, kalaupun SBY memaksakan hadir ke Aceh untuk membuka Kongres, usai acara ia langsung kembali ke Jakarta karena waktunya sangat sempit. Padahal, Presiden SBY ingin menginap di Aceh, kata Tarman dengan menambahkan bahwa Presiden akan datang ke Aceh dalam waktu dekat.

Sementara itu, Wakil Ketua Panpelda Kongres XXII PWI, Ismail M. Syah mengharapkan masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar agar ikut menyukseskan pelaksanaan Kongres XXII PWI pada 28-29 Juli 2008 di Banda Aceh.

Ismail mengungkapkan peserta Kongres itu sebanyak 102 orang, dari 33 Cabang PWI seluruh Indonesia. "Itu belum termasuk peninjau dan penggembira lainnya mulai dari Papua sampai ke Aceh," ujarnya.

Sedikitnya 400 orang tamu akan hadir di ibukota Bumi Serambi Makkah itu.

Menurutnya, peserta dari berbagai provinsi sangat antusias ingin mengikuti kongres PWI yang baru pertama kali dilaksanakan di Aceh. Apalagi suasana damai sudah berlangsung di Aceh, setelah provinsi itu dilanda konflik sekitar 30 tahun.(*)

Kalimantan Satu Suara Dukung Kandidat Ketum PWI

Banjarmasin (ANTARA News) - Sikap pengurus PWI Cabang pada empat provinsi di Kalimantan diharapkan adanya kesamaan dalam menghadapi Kongres Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ke-22 di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) 28-29 Juli 2008, termasuk kesatuan suara dalam hal dukungan kandidat calon ketua umum periode 2008-2013.

Ketua PWI Cabang Kalimantan Selatan Drs Fathurrahman menjelang keberangkatan bersama delegasi Kongres PWI ke-22 dari Banjarmasin, Sabtu mengatakan sesampai di Aceh akan segera melakukan komunikasi guna menyiapkan pertemuan segi empat antara pengurus PWI Cabang Kalimantan Tengah, PWI Cabang Kalimantan Timur, PWI Cabang Kalimantan Barat, dan PWI Cabang Kalimantan Selatan.

Pertemuan yang lebih bersifat sebagai forum rembug tersebut diharapkan dapat menghimpun aspirasi masing-masing untuk diperjuangkan bersama pada forum Kongres ke-22 PWI, sebagai bentuk kerjasama penguatan PWI regional Kalimantan.

"Forum rembug itu nantinya tentu juga akan sampai pada pembahasan kriteria calon ketua dan arah dukungan empat PWI Cabang di Kalimantan," ucap redaktur Harian Kalimantan Post di Banjarmasin itu.

Dikatakan, forum rembug PWI regional Kalimantan dibutuhkan karena masih minimnya informasi tentang kapasitas masing-masing kandidat yang akan bersaing pada pemilihan ketua umum PWI Pusat periode 2008-2013.

"Kita tentu menghendaki terpilihnya figur ketua umum PWI Pusat yang memiliki komitmen jelas terhadap organisasi, serta mampu melakukan langkah-langkah bagi penguatan kapasitas dan citra PWI," ucapnya.

Diakui, dari sejumlah nama kandidat yang muncul dan berkembang hingga ke daerah belakangan ini tidak diketahui benar tentang kapasitas mereka karena terbatasnya informasi dan komunikasi.

Sementara itu wacana bursa kandidat Ketua Umum PWI Pusat yang sampai ke daerah yaitu Asro Kamal Rokan (anggota Dewan Pengawas Perum LKBN ANTARA), Wina Armada (Sekjen/anggota Dewan Pers), Parni Hadi (Ketua LPP RRI Pusat), Kamsul Hasan (Ketua PWI Cabang Jakarta Raya) dan Dhimam Abror Djuraid (Ketua PWI Jawa Timur). Rombongan PWI Cabang Kalsel ke Kongres PWI ke-22 di NAD sebanyak 12 orang termasuk unsur Pengurus IKWI Cabang Kalsel, dan PWI Perwakilan.(*)

Peserta Kongres XXII PWI Mulai Tiba Di Banda Aceh

Banda Aceh (ANTARA News) - Para peserta Kongres XXII Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dari berbagai provinsi di Indonesia, Sabtu, mulai tiba di ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Kota Banda Aceh.

Wartawan ANTARA di Banda Aceh, melaporkan sejumlah peserta terutama pengurus PWI pusat mulai tiba di kota Banda Aceh, diantaranya Ketua Umum PWI Pusat Tarman Azzam, Asro Kamal Rokan, dan Bob Iskandar.

Sejumlah pimpinan pusat juga sempat menemui Gubernur NAD Irwandi Yusuf, sekaligus meminta kesediannya untuk membuka Kongres XXII PWI 2008 yang berlangsung pada 28-29 Juli 2008 itu.

Ketua PWI Cabang NAD, A Dahlan TH, menyebutkan sekitar 600 peserta dan peninjau dipastikan akan menghadiri perhelatan akbar organisasi kewartawanan tertua di Indonesia itu.

Ia menyebutkan, selain untuk memilih Ketua Umum dan para pengurus PWI Pusat, rangkaian kongres juga akan digelar sebuah seminar yang bertajuk "upaya percepatan pembangunan Aceh", dengan menghadirkan sejumlah Menteri kabinet Indonesia Bersatu.

Direktur Komunikasi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, Juanda Djamal, mengatakan bahwa lembaganya mendukung suksesnya pelaksanaan Kongres XXII PWI di Banda Aceh.

Sebagai rangkaian kongres, BRR akan memfasilitasi peserta dan peninjau untuk melakukan tsunami tour ke daerah yang luluhlantak akibat tsunami tiga setengah tahun silam.

Tsunami tour akan diadakan pada Minggu (27/7). Peserta atau peninjau Kongres PWI akan dibagi dalam dua tim. Tim pertama mengunjungi Desa Lambung, kuburan massal Ulee Lheue, PasarAceh, Masjid Raya Baiturrahman dan PLTD Apung.

Tim kedua akan mengunjungi Perumahan Tiongkok di Neuheuen (Aceh Besar), Mapolda Aceh, Masjid Raya Baiturrahman, PLTD Apung.

"Tsunami tour bertujuan untuk memperlihatkan kemajuan yang telah dicapai selama proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascatsunami. Kita berharap, dengan kunjungan ini bisa memberikan gambaran utuh tentang pemulihan pascatsunami," kata Juanda Djamal.

Ia berharap, kongres XXII PWI, bisa menghasilkan sebuah pemikiran yang konstruktif untuk membangun internal PWI, khususnya dan membangun kehidupan Aceh dan Indonesia pada umumnya.(*)