Definisi Pelapor Belum Jelas Bagi Pers

Semarang (ANTARA News) - Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Teten Masduki, mengatakan bahwa dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan, seorang pelapor harus dilindungi baik secara pidana maupun perdata.

"Namun, pengertian pelapor belum jelas bagi media. Laporan oleh suatu media, apakah dapat masuk sebagai pelapor atau tidak, sampai sekarang belum jelas," kata Teten dalam diskusi bertema "Konflik Publik dengan Pers, Liputan Pilkada dan Pemilu" di Semarang, Rabu.

Teten mengatakan, saat ini pers dan lembaga swadaya masyarakat harus mulai mengampanyekan untuk menolak gugatan-gugatan pidana maupun perdata dengan undang-undang sebagai alat.

"Indonesia sudah meratifikasi Konvensi PBB Menentang Korupsi di mana pelapor berhak dapat perlindungan fisik," katanya.

Dalam kesempatan sama, Sekretaris Eksekutif Dewan Pers, Lukas Luwarso mengatakan, pegaduan terkait persoalan etika pers yang sudah masuk ke Dewan Pers selama periode 2000-2007 sudah ada sedikitnya 900 pengaduan.

Pengaduan tersebut, biasanya berkaitan dengan pemberitaan pers, meliput berita, laporan, editorial, gambar atau foto dan ilustrasi, termasuk karikatur yang telah diterbitkan atau disiarkan. Pengadu, mempersoalkan fakta jurnalistik yang salah atau merugikan.

Lukas mencontohkan, pengaduan yang melibatkan banyak media massa pada kasus Lusi Lukitawati dan Laksamana Sukardi; pengaduan yang terkait dengan media berkualitas, kasus Tempo vs Ongen dan Media Indonesia vs YLKI; kemudian, pengaduan yang melibatkan media tak-berkualitas, kasus Transparan vs Bupati Muba dan Limboto Ekspres vs Gubernur Gorontalo.

Dalam acara tersebut, hadir Dr Soetomo; Deva Rahman, Communication Manager ExxonMobil Oil Indonesia; Atmakusumah Astraarmadja, Ketua Dewan Pengurus Voice of Human Right News CentreSoetjipto; dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Jateng.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/20/definisi-pelapor-belum-jelas-bagi-pers/

Tidak ada komentar: