Tampilkan postingan dengan label Berita tentang pers. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita tentang pers. Tampilkan semua postingan

PWI Award untuk 12 Tokoh NTT

KUPANG, PK -- Pada momentum Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT ke-63 PWI Tingkat Propinsi NTT, Sabtu (28/2/2009), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang NTT memulai tradisi baru, menyerahkan PWI Award kepada orang dan atau lembaga yang memberikan kontribusi terhadap kehidupan pers yang sehat dan berkualitas di NTT. Ada 12 tokoh NTT yang dinilai layak menerima penghargaan tersebut.

"Sebagai tradisi baru dalam organisasi profesi ini, kami menyadari akan ketidaksempurnaan dalam pemberian penghargaan ini. Tetapi tekad kami adalah dengan ketidaksempurnaan itu, akan kami sempurnakan secara terus-menerus," kata Ketua PWI NTT, Dion DB Putra dalam sambutannya pada HPN dan HUT PWI, kemarin.

Tokoh-tokoh yang menerima penghargaan dari PWI Cabang NTT itu terdiri dari tokoh pers dan pemerintah. Tokoh-tokoh pers (lihat tabel) yang menerima PWI Award antara lain wartawan senior yang setia pada panggilan profesi dan perintis media massa di NTT.

Dion meminta para penerima PWI Award agar melihat penghargaan itu tak sekadar selembar piagam tak bermakna melainkan wujud penghargaan, apresiasi PWI terhadap jasa pendahulu, perintis pers maupun jasa secara kelembagaan dalam menciptakan kehidupan pers yang berkualitas.
"Jangan melihat nilai PWI Award yang hanya selembar kertas, tetapi itulah bentuk dari sebuah penghargaan, wujud apresiasi kami terhadap tokoh maupun institusi yang berjasa dalam mendorong kebebasan pers serta mendorong tumbuh kembangnya pers di NTT," katanya.

Dia menambahkan, PWI dan komunitas pers di daerah ini tidak boleh melupakan pihak-pihak yang telah berjasa. "Oleh karena itu, pemberian PWI Award merupakan bagian dari bentuk terimakasih kami kepada mereka," katanya.

Menurut dia, pada masa mendatang PWI NTT juga akan memberikan Medali Emas kepada perseorangan maupun lembaga yang menggunakan hak jawab sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 dalam menanggapi karya jurnalistik yang dinilai merugikan kepentingannya. Dion mengatakan, tradisi menggunakan hak jawab, hak koreksi dan klarifikasi harus terus ditumbuhkan. Tindak kekerasan dalam menyikapi karya jurnalistik yang dirasa merugikan harus dihindari. Kriminalisasi karya jurnalistik haruslah dilawan.

Acara HPN dan HUT PWI ke-63, dengan ketua panitianya Marsel Ali, juga diisi dengan acara penyerahan kartu anggota PWI kepada anggota baru, louncing Koperasi PWI, koor dari Pos Kupang dan diakhiri santap malam bersama. *

Penerima PWI Award

Kelompok Mitra Media :
1. Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya
2. DPRD Propinsi NTT
3. Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe
4. Bupati Kupang, Drs. Ibrahim Agustinus Medah
5. Gubernur NTT (1994-1999) Herman Musakabe
6. Gubernur NTT (1999-2008), Piet A Tallo, S.H

Kelompok Citra Pewarta Flobamora :
1. Pater Alex Beding, SVD (pendiri Mingguan Dian)
2. Percetakan Arnoldus Ende
3. Damyan Godho (wartawan senior Kompas dan mantan Ketua PWI NTT)
4. Martinus Tse (wartawan senior RRI dan mantan ketua PWI NTT)
5. Alm. Harry A Silalahi 
6. Alm. Adrianus Olin 

Jadilah Warga Negara yang Baik

KUPANG, PK -- Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya meminta masyarakat NTT agar menjadi warga negara yang baik dalam menyikapi persoalan jadwal Pemilu Legislatif 9 April 2009 yang bertepatan dengan hari raya keagamaan.

"Saya mengutip pesan Sri Paus saat berkunjung ke Indonesia dan pesan itu diucapkan oleh Sri Paus dalam bahasa Indonesia, yakni 'Umat Kristiani di Indonesia agar menjadi warga negara yang baik," kata Gubernur Lebu Raya dalam arahannya pada perayaan Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT ke-63 PWI Tingkat Propinsi NTT, di Gedung PWI NTT Jalan Veteran, Kota Kupang, Sabtu (28/2/2009).

Lebu Raya mengatakan bahwa Pemprop NTT masih terus memperjuangkan ke pusat agar ada kebijakan untuk NTT mengenai jadwal Pemilu tersebut. 

"Besok (hari ini, Red) tim dari NTT yang terdiri dari unsur pemerintah, tokoh-tokoh agama dan KPUD berangkat ke Jakarta untuk bertemu KPU pusat, Mendagri dan mudah-mudahan Bapak Presiden mempunyai waktu untuk menerima mereka," katanya.

Namun apabila Pemilu harus dilaksanakan serentak, katanya, "maka kita di NTT pun agar menjadi warga negara yang baik" yakni menaati UU yang telah mengatur tentang jadwal Pemilu.
Lebu Raya juga mengajak insan pers di NTT untuk terus memberikan pencerahan kepada masyarakat agar Pemilu di NTT bisa berlangsung dalam suasana yang nyaman dan sukses. 

Pemilu kali ini, kata Lebu Raya, diikuti 38 Parpol dengan begitu banyak caleg. Apalagi ada perubahan cara memilih dari coblos ke contreng. Masyarakat daerah ini yang sebagian besar memiliki kemampuan membaca dan menulis yang minim akan kesulitan. 

"Ada yang bilang, kan ada pendamping. Apakah pendamping jujur? Ini kenyataan yang kita hadapi saat ini. Pers, para jurnalis agar ikut berperan memberukan pencerahan kepada masyarakat. KPUD saya minta agar terus melakukan sosialisasi agar masyarakat menggunakan hak politiknya," kata Lebu Raya.

Sementara Ketua PWI NTT, Dion DB Putra dalam sambutannya, mengatakan peringatan HPN 2009 memilih tema "Kemerdekaan Pers dari dan untuk Rakyat" Mengapa memilih tema ini? Karena dalam waktu tidak lama lagi negara ini melaksanakan dua agenda penting nasional, yaitu Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2009 dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI paling lambat dua bulan sesudahnya.

Pemilu 2009, katanya, berlangsung di tengah badai krisis ekonomi yang dampaknya sudah dirasakan sejak tahun lalu. Pemilu 2009 juga merupakan pemilu multipartai dengan jumlah kontestan hampir dua kali lipat dari Pemilu 2004. Ada puluhan ribu caleg berebut kursi ke Senayan maupun kursi DPRD Propinsi dan kabupaten/kota. Umumnya pemilih tidak mengenal caleg, baik integritas maupun kapasitas diri mereka. 

Pemred Harian Pos Kupang, ini menegaskan, harus diakui masih ada kebingungan di tengah masyarakat menghadapi Pemilu 2009. Masih banyak masalah penting yang harus diselesaikan dalam waktu singkat, misalnya mengubah kebiasaan coblos selama bertahun-tahun menjadi centeng atau contreng. Dari melihat gambar atau foto berubah drastis sekadar membaca nama dalam daftar panjang. 

"Bagaimana dengan saudara-saudari kita yang buta huruf serta cacat fisik? Apakah mereka sanggup memilih tanpa tekanan dan manipulasi? Masih banyak pertanyaan yang bisa diajukan.
Lanjut Dion, persiapan pemilu di NTT pun masih dihadapkan pada pro kontra sikap menanggapi keputusan KPU Pusat yang tidak menggeser Pemilu 9 April 2009. Derasnya aspirasi dari NTT tidak mampu meyakinkan KPU Pusat mengubah jadwal. Fakta semacam itu melahirkan kecemasan akan meningkatnya angka golput dan semakin menurunnya tingkat partisipasi pemilih. Tingkat partisipasi pemilih merupakan salah satu indikator kualitas pemilu. Demikianlah antara lain keprihatinan insan pers di daerah ini. Tetapi keprihatinan saja tidak cukup. Pers di NTT wajib memberi pencerahan. Menawarkan solusi, menunjuk jalan keluar, menyumbang pemecahan masalah. Mengingatkan terus-menerus bahwa partisipasi pemilih jangan sampai tidak penuh. Golput sangat tidak dianjurkan.

Lokasi TPS
Sementara itu, Ketua KPUD NTT, John Depa dalam jumpa pers di kantornya, kemarin, mengatakan menyerahkan sepenuhnya kepada panitia pemilihan tingkat kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) di desa/kelurahan untuk menentukan lokasi TPS (tempat pemungutan suara) agar tidak mengganggu kekhusyukan umat Kristiani dalam menjalankan ibadah Kamis Putih.

"Petugas PPK dan PPS yang menentukan dan tentu tidak dekat tempat ibadah supaya tidak mengganggu ibadah," kata John Depa.Khusus untuk Kota Larantuka di Kabupaten Flores Timur (Flotim), Gereja Katolik setempat memiliki tradisi Semana Santa yang dimulai hari Rabu Trewa, Kamis Putih dan Jumat Agung (8-10/2/2009). Perayaan keagamaan ini selama bertahun-tahun tidak hanya diikuti umat Katolik setempat tetapi juga dipadati umat Katolik dari kota-kota lain di Indonesia, bahkan dari luar negeri. Pada hari-hari itu, kota Larantuka yang dijuluki sebagai Kota Reinha itu berada dalam suasana religius.

Dalam kaitan dengan ini, Depa mengatakan, pihaknya telah mengutus seorang anggota KPUD ke Larantuka.Dia mengatakan bahwa kalaupun KPU pusat tetap menegaskan bahwa Pemilu di NTT, khususnya di Flotim tetap harus digelar 9 April sesuai amanat UU, maka KPUD NTT sudah menyiasatinya dengan memperbanyak jumlah TPS untuk mempercepat proses pemilihan. Khusus di Flotim jumlah pemilih ditetapkan 118 pemilih/TPS. Diharapkan dengan pengurangan jumlah pemilih ini, waktu yang dibutuhkan untuk pemilihan sampai penghitungan suara bisa dipercepat sehingga tidak terlalu mengganggu upacara keagamaan.

Vikjen Keuskupan Larantuka, Romo Gabriel da Silva, Pr yang dihubungi, kemarin, juga mengingatkan bahwa pada Kamis Putih itu suasana kota Larantuka dipenuhi suasana religius. Umat Katolik pasti akan terkonsentrasi mengikuti ibadah sehingga kemungkinan ada umat Katolik yang tidak menggunakan hak pilihnya, tidak bisa dihindari. 

"Bapak uskup sudah bersurat menyampaikan kepada pemerintah tentang perayaan tiga hari suci itu. Keuskupan dengan KPUD Flotim juga sudah diajak bikin kesepakatan. Kami sudah punya sikap, tetapi jadwal pemilu tak bisa diubah lagi," kata Romo Gabriel. Dia menambahkan bahwa apakah hak politik dalam Pemilu nanti dapat dilaksanakan atau tidak, dikembalikan kepada umat. (gem/ius/ant)

Pers Harus Dukung Pemilu di NTT

KUPANG, SABTU - Pers dan pihak-pihak tertentu harus mendukung pelaksanaan pemilu di Nusa Tenggara Timur. Jangan ada kampanye tentang golongan putih bagi masyarakat. Jadwal pemilu yang bertabrakan dengan hari keagamaan harus disikapi secara arif dan bijaksana sehinnga pemilu tetap berjalan dan kegiatan keagamaan pun tidak terganggu. 

Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya pada peringatan HUT ke-63 Persatuan Wartawan Indonesia Cabang NTT di Kupang, Sabtu (28/2/2009) pukul 19.00 Wita mengatakan, tidak ada unsur kesengajaan pemerintah menetapkan pemilu 9 April 2009, yang bertepatan dengan hari Kamis Putih bagi umat Kristen. 

"Karena itu Pemprov, KPUD, dan para tokoh agama di NTT masih tetap memperjuangkan perubahan jadwal itu dengan memberi penjelasan semaksimal mungkin tentang hari Kamis Putih itu. Meski KPU Pusat sudah mengumumkan, jadwal pemilu 9 April tidak berubah," kata Lebu Raya.

Menurut Lebu Raya, pada Minggu (1/3) besok tim dari NTT terdiri dari Pemprov, KPUD, dan DPRD serta tokoh agama akan bertemu KPU Pusat, Mendagri, Ketua DPR RI, dan jika Presiden tidak berhalangan tim ini juga akan bertemu Presiden. 

Keberangkatan tim dari NTT untuk ketiga kali ini guna melanjutkan sejumlah aspirasi masyarakat yang berkembang. Desakan semjumlah komponen masyarakat NTT mengenai perubahan jadwal itu akan diteruskan ke Jakarta. 

Tetapi semua warga NTT mesti menyadari bahwa pemilu 9 April 2009 berlaku serentak di seluruh dunia, yang disponsori KBRI di masing-masing kota dan negara. Karena itu sebagai warga negara yang baik, warga NTT harus taat dan menghormati pemilu yang berlangsung 9 April 2009 ini. 

"Saya teringat pesan Paus Yohanes Paulus II saat berkunjung ke Jakarta 1989 bahwa orang Kristen di Indonesia harus berjuang menjadi warga negara yang baik," kata Lebu Raya. 

Karena itu jangan ada kampanye golongan putiih atau Golput di NTT, hanya karena tabrakan jadwal pemilu dan hari keagamaan tadi. Pers juga harus memberi pencerahan dan pemahaman yang baik dan benar kepada masyarakat. Jangan menyajikan berita berita yang membingungkan masyarakat. (KOR)

Deklarasi Jakarta untuk Kemerdekaan Pers

JAKARTA, PK - Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional ke-63, Senin (9/2) malam, komponen pers nasional mendeklarasikan kemerdekaan pers untuk kepentingan rakyat. 
Pernyataan komponen pers nasional yang diberi nama Deklarasi Jakarta itu disampaikan dalam acara puncak "Malam Kemerdekaan Pers Hari Pers Nasional 2009" yang diselenggarakan di Gedung Tennis Indoor, Senayan, Jakarta, Senin (9/2/2009) malam.

"Kemerdekaan pers merupakan bagian hak asasi manusia yang harus dihormati dan tidak dapat dihilangkan," demikian Deklarasi Jakarta yang dibacakan oleh Wakil Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Tri Hastuti, seperti dilansir Kantor Berita Antara menjelang tengah malam.

Hak asasi itu, diingatkan oleh Tri, merupakan perwujudan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam UU No 40/1999 tentang Pers. "Kemerdekaan pers berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Oleh karena itu, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud dari kedaulatan rakyat dan bukan hanya milik pers saja," demikian Tri. 

Deklarasi tersebut menyatakan bahwa gangguan dan hambatan terhadap pelaksanaan kemerdekaan pers oleh pihak manapun pada hakikatnya adalah pengkhianatan terhadap rakyat yang dapat membahayakan keselamatan terhadap kemanusiaan.
Deklarasi tersebut menghasilkan lima poin keputusan. Pertama, tidak ada satu pihak pun yang boleh menghambat dan atau mengganggu pelaksanaan kemerdekaan pers. Kriminalisasi terhadap wartawan yang menjalankan tugas profesionalnya sesuai kode etik jurnalistik merupakan salah satu bentuk gangguan dan hambatan terhadap pelaksanaan kemerdekaan pers.

Kedua, kemerdekaan pers harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, dan bukan untuk kepentingan sekelompok atau segelintir orang termasuk para penguasa dan pemilik modal. Ketiga, dalam menangani masalah pemberitaan pers, semua pihak harus mendahulukan UU No 40/1999 tentang Pers dan setelah mendengar pertimbangan Dewan Pers.

Keempat, perlu ditegakkan dan dihormati prinsip perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan profesinya. 
Kelima, wartawan perlu terus menerus meningkatkan kompetensinya dan ketaatan kepada kode etik jurnalistik.
Deklarasi tersebut ditandatangani oleh sembilan ketua organisasi profesi wartawan atas nama komponen pers nasional: Ketua Dewan Pers Ichlasul Amal, Ketua umum PWI Pusat Margiono, Ketua Umum Serikat Pekerja Suratkabar (SPS) Dahlan Iskan, Ketua Umum Serikat Grafika Pers (SGP) Lukman Setiawan, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Imam Wahyudi, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Harriz Thayeb, Ketua Umum Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Sidzki Wahab, Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATSI) Karni Ilyas, dan Ketua Umum Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATLI) Imawan Mashuri.


Penghargaan
Peringatan HPN juga dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dalam pidatonya mengingatkan pers untuk menumbuhkan demokrasi di Indonesia, terutama menjelang Pemilu 2009.

Dalam kesempatan itu, Presiden Yudhoyono dan Tentara Nasional Indonesia dianugerahi penghargaan medali emas kemerdekaan pers oleh PWI yang diserahkan kepada lembaga dan individu yang menghormati kebebasan pers dengan menggunakan mekanisme hak jawab untuk menanggapi kasus pemberitaan di media massa.

Presiden Yudhoyono tercatat sebagai individu yang sejak 2005 hingga 2008 paling banyak menggunakan hak jawab untuk menanggapi kasus pemberitaan di media massa.Penghargaan sejenis diserahkan kepada TNI sebagai lembaga yang paling banyak menggunakan hak jawab menanggapi kasus pemberitaan di media massa selama 2008. (ant)

Kogami Siapkan Jurnalis Siaga Bencana

Selasa, 27 Januari 2009

Padang (ANTARA News) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komunitas Siaga Tsunami (Kogami) Indonesia menyiapkan kelompok jurnalis siaga bencana melalui kegiatan workshop terkait penanganan dan pemberitaan terkait kebencanaan bagi sejumlah wartawan di Sumatra Barat (Sumbar).

Workshop digelar 28 hingga 29 Januari 2009 di Padang diikuti sekitar 30 jurnalis yang bertugas di wilayah Sumbar, kata Team Leader Kogami, Irsyadul Halim di Padang, Senin (26/1).

Ia menjelaskan, workshop tersebut bagian dari program inisiasi pembentukan lembaga dan media dalam meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana.

Dikemukakannya pula, kegiatan yang didukung Trocaire ini bertujuan untuk menginisiasi terbentuknya lembaga dan media sebagai pusat informasi bagi masyarakat dalam penanggulangan bencana.

Menurut dia, Kogami berkeyakinan peranan media dalam kebencanaan sangat penting terutama dalam menyalurkan informasi secara cepat kepada masyarakat.

Jurnalis memegang peranan penting dalam penyampaian informasi dan masyarakat sangat percaya serta terpengaruh dengan pemberitaan, namun masih ditemukan berita yang berbeda dengan informasi seputar kebencanaan yang diberikan ilmuan atau lembaga penanggulangan bencana atau salah menginterprestasikan informasi, katanya.

Hal ini terjadi, menurut dia, karena belum samanya persepsi jurnalis dengan ilmuan tentang istilah kebencanaanm padahal kesalahan pemberitaan bisa berakibat kesimpang-siuran berita dan dapat menimbulkan kepanikan yang merugikan masyarakat, tambahnya.

Untuk menghindari hal itu, para jurnalis perlu dibekali ilmu kebencanaan dari pakar sehingga dapat dihasilkan informasi lebih berkualitas, lengkap, dan tidak menyebabkan kesalahan interprestasi.

Dalam hal ini dibutuhkan komitmen jurnalis dalam meningkatkan kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana dan mencerdaskan masyarakat terhadap upaya membangun budaya siaga bencana, katanya menambahkan.

Tampil sebagai instruktur workshop antara lain, Direktur Eksekutif Kogami, Kepala BMG Padang Panjang, Desi Fitriani (jurnalis Metro TV), Psikolog, dan Direktur Operasional Kogami. (*)

Didimus Pimpin IJTI NTT

KUPANG, PK--Didimus Payong Dore berhasil terpilih sebagai ketua Pengurus Daerah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Nusa Tenggara Timur periode 2008-2012. Penetapan Didimus sebagai ketua IJTI dan badan pengurus Daerah IJTI NTT langsung dikukuhkan oleh Ketua Umum IJTI, Imam Wahyudi di ruang pertemuan terbatas, Hotel Kristal Kupang, Kamis (9/10/2008).

Selain ketua, Ketua Umum IJTI juga mengukuhkan anggota badan pengurus IJTI NTT yakni James Wellem Ratu sebagai sekretaris, Frits Floris sebagai bendahara, koordinator bidang advokasi oleh Eliazar Ballo (Trans TV), Koordinator Bidang Organisasi (Jefry Taolin/Indosiar), Koordinator Bidang Pendidikan dan Latihan (Kristo Ngay) dan Koordinator Bidang hubungan luar negeri dijabat Tomy Mirulewan (TVRI Kupang).

Pengukuhan tersebut disaksikan oleh Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L Foenay, Sekjen IJTI Bekti Nugroho, Wakil Ketua Komisi A DPRD NTT, Jonathan Kana, Ketua Pesatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang NTT, Dion DB Putra dan Ketua Persiapan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Kupang, Jemfris Fointuna.

Sebelumnya, dalam acara pemilihan ketua, Didimus, wartawan Surya Citra Televisi Indonesia (SCTV) di NTT, ini berhasil mengumpulkan 15 suara mengungguli dua kandidat ketua lainnya yakni James Wellem Ratu (TPI) yang memperoleh tujuh suara dan Frits Floris (TV One) yang memperoleh enam suara dalam acara pemilihan yang berlangsung di tempat tersebut.

Imam Wahyudi dalam sambutannya mengatakan, IJTI berdiri pada tanggal 9 Agustus 1998 atau bertepatan dengan dimulainya reformasi di Indoneisia. Alasan pendirian organisasi ini karena cara kerja dan media informasi televisi berbeda dengan media cetak sehingga diperlukan wadah khusus untuk para jurnalis televisi.

Dua tujuan organisasi ini, pertama, meningkatkan kapasitas anggota IJTI, dan kedua, memberikan bantuan advokasi kepada anggota yang bermasalah.

Pada kesempatan itu, Imam juga menyampaikan bahwa IJTI adalah sebuah lembaga independen. Anggota AJTI dilarang untuk meminta uang pada pihak lain, termasuk pemerintah dengan alasan apa pun. Namun AJTI tidak melarang anggotanya yang menjual jasa profesional kepada instansi pemerintah yang membutuhkan.

"Kalau ada anggota kita yang meminta uang tolong disampaikan ke kami, tapi kalau ada anggota yang karena profesional dan diberi imbalan karena melatih syuting, itu tidak masalah," jelasnya.

Menurutnya, dalam proses pemberitaan, seorang jurnalis televisi kadang melakukan dari kesalahan karena prosesnya harus melalui beberapa tahap. Namun kesalahan tersebut bisa diselesaikan sesuai dengan UU Pers yang berlaku.


Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon Foenay pada kesempatan itu mengatakan NTT saat ini sudah miskin secara ekonomi dan material sehingga jangan lagi dipersulit secara kekeluargaan, kekerabatan dan persahabatan.

Dengan berbagai nilai-nilai kultur yang dimiliki NTT tersebut diharapkan bisa membangkitkan semangat dalam membangun perekonomian. Kepada badan pengurus yang baru dikukuhkan, Esthon mengucapkan selamat bekerja.

Ketua IJTI dalam sambutannya menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan tersebut. Dan, diharapkan bisa memberikan dukungan dalam pelaksanan tugas. (alf)

Pos Kupang edisi Jumat, 10 Oktober 2008 halaman 10

Wartawan Kurang Paham Gender

KUPANG, PK -- Pemahaman wartawan/wati media cetak dan elektronik di NTT tentang gender atau hal yang sensitif/berpihak pada perempuan dan anak masih sangat kurang. Akibatnya, banyak karya jurnalistik yang bias gender.

Hal ini diakui wartawan/wati yang menjadi peserta Focus Group Discussion tentang Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di ruang rapat Biro Pemberdayaan Perempuan Setda NTT, Sabtu (6/9/2008).

Kegiatan ini diselenggarakan Biro Pemberdayaan Perempuan bekerja sama dengan United Nation Population Fund (UNFPA).

Wartawan yang hadir berjumlah 15 orang, yaitu Asis Tokan (LKBN Antara), Kornelis Kewa Ama (Kompas), Alberth Vinsent (Radio El Shinta), Ina Djara (TVRI Kupang), Alfons Nedabang (Pos Kupang), Yes Bale (Timor Express), Palce Amalo (Media Indonesia), Yos K Diaz (Viesta Nusa), Adi Adoe (RRI Kupang), Hiro Bifel (Fajar Bali), Leo Ritan (Flores Pos), John Seo (Erende Pos), Rudi Riwu Kaho (Kursor), Tere (Radio Madhika), Robert Ola Bebe (Buser Timur) dan Agus Badja (Suara Kupang).

Kegiatan diskusi dipandu Ketua PWI Cabang NTT, Dion DB Putra, dengan pendamping Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan, Dra. Sisilia Sona. Asisten III Setda NTT, Simon P Mesah hadir membawakan materi tentang Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Perlindungan Pemberdayaan Perempuan.

"Selama ini tidak ada yang membekali wartawan tentang jurnalisme yang berperspektif gender sehingga pemberitaan media banyak yang bias. Wartawan malas dan media tidak punya komitmen terhadap pelindungan perempuan dan anak," kata Asis Tokan.

"Be (saya) son (tidak) tahu tulis berita yang berperspektif gender itu yang karmana," ujar Yes Bale dengan dialek Kupang yang kental, polos.

Wartawan yang hadir juga mengakui pengetahuan masih minim tentang produk hukum, di antaranya Undang Undang No 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Peraturan Pemerintah No 4 Tahun 2006. Ketika panitia membagikan buku yang berisi dua jenis aturan ini, wartawan menerimanya dengan 'kaget'.

Diskusi selama kurang lebih dua jam itu menghasilkan beberapa rekomendasi, di antaranya Forum Wartawan Peduli Gender dan Biro Pemberdayaan Perempuan akan membedah berita-berita 'gender' yang sudah dilansir media, melakukan pendidikan dan pelatihan bagi wartawan tentang jurnalisme yang berperspektif gender, mengadakan perlombaan penulisan berita yang berperspektif gender.

"Media harus terus-menerus memberi terang. Demikian peran pers. Isu-isu gender, pelindungan perempuan dan anak, hendaknya dijadikan agenda peliputan media. Forum ini perlu memfasilitasi pertemuan dengan pemimpin redaksi masing- masing media, agar mereka juga berperspektif gender," kata Dion DB Putra.


Sisilia Sona mengatakan, berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi keprihatinan kita bersama, memerlukan upaya pencegahan serta penanggulangan.
Dikatakannya, walaupun UU No 23/2004 tentang KDRT dan PP No 4/2006 telah ada, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak telah ada di setiap Polres/Polresta di kabupaten/kota, namun belum memberikan perlindungan yang maksimal terutama kepada perempuan dan anak korban kekerasan.

"Peran media massa yang diharapkan dapat menjadi focal point yang memiliki corong diharapkan memberikan pemberitaan yang sensitif dan cukup berpihak pada perempuan dan anak. Media harus buat berita yang santun," kata Sisilia Sona.

Sementara itu, Simon P Mesah mengharapkan, media massa menjadi mitra pemerintah dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan anak. Penulisan dan pemberitaan harus berpihak pada perempuan dan anak. (aca)

Pos Kupang edisi Minggu 7 September 2008 halaman 10

Kades Ludahi Wartawan Global TV

Tangerang, 24/8 (ANTARA) - Kepala Desa (Kades) Sukamantri, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Banten, ME meludahi seorang wartawan televisi nasional Global Tv, Darussalam, Minggu, di Tangerang.

Darussalam mengatakan, selain meludahi, ME yang pekan lalu ditangkap anggota Satuan Narkoba Polres Metro Tangerang Kabupaten karena diduga pengguna narkoba tersebut juga mengintimidasi dengan mengancam akan menyerbu kantor tempat Darussalam bekerja.

Darussalam menjelaskan, insiden intimidasi berawal ketika dirinya diundang oleh pengacara ME, Abu Asmadi untuk menghadiri acara deklarasi ormas Benteng Bersatu.

Korban yang tiba bersama teman seprofesinya, bersilaturahmi dengan pengurus ormas Benteng Bersatu. Namun Darussalam yang sebelumnya pernah meliput penangkapan ME karena dugaan menggunakan narkoba ditolak kades tersebut saat Darussalam mau menyalaminya.

Selanjutnya, ME mengancam akan menyerbu kantor tempat kerja Darussalam sembari meludahi muka wartawan televisi tersebut sebanyak dua kali.

Setelah diludahi, Darussalam meninggalkan lokasi dan menuju kantor polisi Metro Tangerang untuk melaporkan tindakan ME dengan tuduhan melakukan perbuatan tidak menyenangkan.

Sementara itu, pengacara ME, Abu Asmadi membantah tindakan intimidasi yang dilakukan kliennya tersebut karena ME hanya memaki wartawan televisi karena tidak terima atas pemberitaan ME yang diduga menggunakan narkoba.

ME juga diduga merasa kesal karena wartawan yang meliput penangkapan dirinya, tidak hadir saat pihak ME menggelar klarifikasi kasusnya. (*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/24/kades-ludahi-wartawan-global-tv/

Wapres: Pers Harus Fair

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengatakan pers harus bersikap seimbang dan "fair" sehingga tidak hanya menuntut haknya saja tetapi juga harus melaksanakan kewajibannya.

"Kalau pers hanya mau menuntut haknya tetapi tak mau melaksanakan kewajibannya itu tidak fair," kata Wapres Jusuf Kalla saat menghadiri HUT Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Jakarta, Selasa malam.

Menurut Wapres kebebasan pers bukan hanya untuk kebebasan. Ia melanjutkan bahwa tidak ada kebebasan pers tanpa batas. Tidak ada kebebasan pers yang tanpa dibatasi oleh undang-undang.

"Pers berhak untuk memberitakan apa saja tetapi pers berkewajiban mempertanggungjawabkan apa saja yang ditulisnya," kata Wapres.

Kalla juga mencontohkan di negara Amerika Serikat juga kebebasannya ada batasnya. Kebebasan juga ada aturan dibatasi undang-undang.

"Jadi kebebasan itu bukan untuk kebebasan, tetapi kebebasan itu untuk kemaslahatan bangsa. Karena itu pers berikan optimisme, berikan manfaat," katanya.

Dia menjelaskan bahwa kebebasan di tiap negara berbeda-beda. Wapres mengaku saat ini menikmati kebebasan pers yang ada di Indonesia. Menurut Wapres yang diperlukan bangsa ini adalah membangun optimisme.

"Dimana batas kebebasan itu?. Batas kebebasan pers ketika di saat kita melanggar hak orang lain," katanya.

Dalam kesempatan itu Wapres meminta pers terus memberikan optimisme. "Kritiklah dengan betul tetapi fair juga dengan optimisme," kata Wapres.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/26/pers-harus-fair-kata-wapres/

Kebebasan Pers untuk Kesejahteraan Masyarakat

Padang Aro (ANTARA News) - Ketua Umum PWI Pusat, Margiono, mengatakan, kebebasan pers begitu diagungkan oleh wartawan dalam pemberitaan, hendaknya diaplikasikan untuk kesejahteraan masyarakat.

Hal disampaikan Ketua Umum PWI Pusat, Margiono, pada saat memberikan sambutan pada Konferensi I PWI Perwakilan Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, di Gedung Nasional Muarolabuh, Rabu.

Dalam kesempatan itu, Margiono juga berharap pada Bupati Solok Selatan, untuk bersedia menggandeng para wartawan di daerah itu dalam pembangunan dan memajukan daerah.

Ketua PWI Perwakilan Solok Selatan terpilih, Hendrinof (wartawan harian Singgalang), Sekretaris, Ahmad Jalinus dan Bendahara Marnus Caniago.

kut hadir pada acara itu, juga Ketua PWI Sumbar, Basril Basyar, Ketua DPRD Solsel diwakili Syukur dan SKPD.

Menyikapi hal itu, Bupati Solok Selatan, Syafrizal J, mengatakan, bahwa berjalannya pembangunan di kabupaten itu, tidak lepas dari peran serta wartawan dalam memberikan informasi yang cukup berimbang ke publik.

"Kita minta agar bisa dipertahankan, guna memberikan informasi yang positif kepada masyarakat," katanya dan menambahkan, hingga kini masih ada sebagian besar masyarakat Solsel yang berada pada pelosok belum menikmati informasi dari media massa.

Bupati berharap, agar PWI sebagai organisasi kewartawanan mampu memberikan andil dalam penyampaian informasi kepada masyarakat yang belum mendapatkan informasi itu.

Syafrizal juga menyinggung, soal wartawan bodrex yang berkeliaran. "Ketika ditanya mengaku wartawan, namun ditanya kartu identitas, menjawab belum jadi dan sedang diurus," ucapnya.

Kendati dalam penutupan Konferensi I PWI itu, Wakil Bupati Solok Selatan, Nurfirmanwansyah, mengharapkan supaya dalam pemberitaan wartawan mampu memberikan informasi yang benar sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

"Jangan sampai karena tanpa ada cek dan ricek, informasi yang diberikan atau diterima wartawan ternyata mengandung sesuatu yang tidak betul," katanya singkat.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/9/3/kebebasan-pers-harus-untuk-kesejahteraan-masyarakat/

Definisi Pelapor Belum Jelas Bagi Pers

Semarang (ANTARA News) - Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Teten Masduki, mengatakan bahwa dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan, seorang pelapor harus dilindungi baik secara pidana maupun perdata.

"Namun, pengertian pelapor belum jelas bagi media. Laporan oleh suatu media, apakah dapat masuk sebagai pelapor atau tidak, sampai sekarang belum jelas," kata Teten dalam diskusi bertema "Konflik Publik dengan Pers, Liputan Pilkada dan Pemilu" di Semarang, Rabu.

Teten mengatakan, saat ini pers dan lembaga swadaya masyarakat harus mulai mengampanyekan untuk menolak gugatan-gugatan pidana maupun perdata dengan undang-undang sebagai alat.

"Indonesia sudah meratifikasi Konvensi PBB Menentang Korupsi di mana pelapor berhak dapat perlindungan fisik," katanya.

Dalam kesempatan sama, Sekretaris Eksekutif Dewan Pers, Lukas Luwarso mengatakan, pegaduan terkait persoalan etika pers yang sudah masuk ke Dewan Pers selama periode 2000-2007 sudah ada sedikitnya 900 pengaduan.

Pengaduan tersebut, biasanya berkaitan dengan pemberitaan pers, meliput berita, laporan, editorial, gambar atau foto dan ilustrasi, termasuk karikatur yang telah diterbitkan atau disiarkan. Pengadu, mempersoalkan fakta jurnalistik yang salah atau merugikan.

Lukas mencontohkan, pengaduan yang melibatkan banyak media massa pada kasus Lusi Lukitawati dan Laksamana Sukardi; pengaduan yang terkait dengan media berkualitas, kasus Tempo vs Ongen dan Media Indonesia vs YLKI; kemudian, pengaduan yang melibatkan media tak-berkualitas, kasus Transparan vs Bupati Muba dan Limboto Ekspres vs Gubernur Gorontalo.

Dalam acara tersebut, hadir Dr Soetomo; Deva Rahman, Communication Manager ExxonMobil Oil Indonesia; Atmakusumah Astraarmadja, Ketua Dewan Pengurus Voice of Human Right News CentreSoetjipto; dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Jateng.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/20/definisi-pelapor-belum-jelas-bagi-pers/

Pers Belum Kebablasan

Kebebasan pers di Indonesia sering kali dipersoalkan. Ada yang menilai bahwa pers di Indonesia telah kebablasan, dan terkesan tanpa rambu. Ada juga yang menilai bahwa pers menolak kontrol hukum dan mengabaikan budaya masyarakat. Karena itu, mereka menilai kebebasan pers hanya menguntungkan komunitas pers. Pers leluasa mengeksploitasi kebebasan tapi lalai menyuarakan kepentingan masyarakat. Ujungnya, ada desakan merevisi UU Pers Nomor 40 tahun 1999.

Untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap kebebasan pers, pada awal April 2008 lalu, Dewan Pers melakukan survei dengan metode wawancara jarak jauh. Survei mencakup 305 reponden yang meliputi enam kota yakni Jakarta, Makassar, Medan, Pontianak, Jayapura, dan Surabaya. Apa hasilnya, dan kesimpulan apa yang ditarik dari survei tersebut? Berikut, perbincangan Budi Kurniawan dari KBR 68H dan anggota Dewan Pers Bekti Nugroho dengan anggota Dewan Pers Satria Narada:

Apa maksud dan tujuan riset tersebut?

Riset ini untuk mencari tahu persepsi masyarakat tentang kebebasan pers. Karena ada yang menilai bahwa pers selama ini telah kebablasan. Pers setelah adanya UU Pers telah kebablasan. Tapi ternyata, hasil yang ditemukan adalah tidak demikian.

Apa saja hasilnya?

Sebagian responden menilai pers kita masih berada pada posisi yang sebenarnya. Sebanyak 54 persen responden menilai bahwa pers telah bebas memberitakan apa saja tanpa ditekan pihak manapun. Sebesar 63 persen tidak setuju dengan pernyataan bahwa media Indonesia saat ini sudah kebablasan. Dan 26 persen setuju dengan pernyataan media saat ini sudah terlalu bebas. Hasil ini menarik karena ke depan, kita harus lebih menjaga peran pers pada posisi yang diharapkan masyarakat agar dapat menjadi pilar yang mencerahkan. Tetapi ada hal yang mungkin bisa menjadi keprihatinan kita.

Apa itu?

Karena di sisi lain masyarakat kita masih belum paham dalam mengatasi sengketa yang ditimbulkan oleh pemberitaan pers. Karena ternyata, sebagian besar responden, 45 persen, menyatakan menempuh jalan melalui polisi. Sedangkan 35 persen memilih melakukan hak jawab pada media. Data ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat pada sengketa pers masih kurang. Yang lainnya adalah soal pembredelan. Sebanyak 42,3 persen responden tidak setuju jika pemerintah membredel pers. Tapi 33,4 persen setuju kalau pemerintah melakukan pembredelan.

Sekitar 45 persen menyatakan sengketa pers dibawa ke polisi. Kesimpulan apa yang Anda tarik?

Saya kira memang perlu ada kesepahaman semua pihak bahwa apa yang dilakukan oleh pers adalah menjalankan fungsi sesuai yang diharapkan masyarakat. Karena itu, jangan sampai, ketika pers melakukan kesalahan, langsung dituduh atau dianggap sebagai musuh. Karena itu kita meminta agar media perlu ditempatkan pada porsi dan posisi yang sebenarnya. Ketika ada kesalahan, atau pelanggaran etika pers, maka sebaiknya yang dilakukan adalah melalui komunikasi dengan media. Dan tentunya juga salurannya adalah melalui Dewan Pers. Kalau hal ini dilakukan, saya kira pers kita akan menjadi media yang menjadi lebih baik dan dewasa. Tapi saya kira, apa yang terjadi saat ini, misalnya maraknya tuntutan kepada pers, merupakan gejolak yang terjadi di tengah masyarakat.

Akhir-akhir ini muncul demonstrasi terhadap media, terutama media lokal. Tapi, 66 persen responden tidak setuju dengan cara demonsrasi itu. Mengapa?

Saya kira hal itu memang sangat bergantung pada situasi politik di daerah, dan bagaimana media bisa menempatkan diri di daerah tersebut. Saya kira media kita harapkan bisa berdiri di tengah. Ketika pers di suatu tempat bisa berinteraksi secara adil baik dengan pemerintah maupun masyarakat, saya kira demonstrasi bisa dieliminasi. Namun, masyarakat juga harus terus disadarkan bahwa fungsi pers adalah melakukan kontrol terhadap pemerintah dan publik. Dengan kesadaran itu, maka keharmonisan bisa terjalin. Keharmonisan inilah yang perlu terus dibina. Karena itu, ke depan, Dewan Pers akan menyosialisasikan segala peraturan berdasarkan hasil dari riset yang kita lakukan itu.

Muncul wacana merevisi UU Pers. Apa pendapat Anda?

Saya kira UU Pers yang ada sudah cukup bagus dan masih relevan menjaga kebebasan pers sehingga dapat menjaga hubungan harmonis antara pers dengan berbagai pihak. Karena itu, hemat saya, UU Pers tidak perlu direvisi. Sikap ini juga telah diungkapkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Muhamad Nuh). Karena ketika direvisi maka bisa muncul trauma seperti masa lalu yakni pers dikontrol dan dikendalikan pemerintah. Ketika wacana revisi UU Pers muncul, maka pemerintah saat ini akan dinilai hendak mengembalikan kondisi masa lalu itu yakni kembali mengotrol pers. Karena itu, dengan data survei ini maka revisi itu tidak perlu dilakukan. Tapi memang persoalannya, wacana revisi itu bisa muncul sebagai hak inisiatif dari DPR.

Mengapa muncul dari DPR?

Bisa jadi, sebagai anggota DPR mereka merasa terganggu oleh kemerdekaan pers. Padahal mereka tidak sadar bahwa mereka bisa menduduki kursi DPR karena adanya kemerdekaan pers tersebut. Kemerdekaan pers itulah yang membuat masyarakat menjatuhkan pilihan kepada mereka dalam pemilu. Tapi ketika mereka sudah duduk pada kursi kekuasaan, malah yang muncul adalah hendak mengembalikan iklim represif itu. Ini kan ironis.

Apa yang dilakukan Dewan Pers ke depan?

Dari hasil survei ini, saya kira, yang menjadi tugas Dewan Pers ke depan adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat misalnya terkait sengketa dengan media. Dewan Pers akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas agar mereka menggunakan koridor melalui Dewan Pers. (by: Fransiskus Saverius Herdiman)

Artikel ini disarikan dari talkshow di jaringan Radio 68 H yang terselenggara atas dukungan Dewan Pers dan Yayasan TIFA. Harian JURNAL NASIONAL, Jumar, 2 Mei 2008.

Sumber