Kesaksian Woda Palle tentang Wartawan

SELAMAT ulang tahun Hari Pers Nasional (HPN). Saya sengaja datang ke kantor ini (Biro Pos Kupang di Maumere, Red), karena saya malu Anda datang ke tempat saya.

Jadi begini cerita wartawan dan komunikasi sejak dari awalnya. Anda pernah menulis tentang sejarah perjuangan saya. Sejak awal, saya tidak pernah kerja sendiri. Kalau kerja sama dengan orang lain, kita perlu komunikasi. Sebagai pejabat publik, kalau hendak berkomunikasi dengan masyarakat, yang paling efektif adalah lewat koran, lewat pena wartawan.

Karena dari dulu sampai sekarang, saya selalu katakan begitu kepada orong-orang. Saya punya kisah tersendiri tentang wartawan. Waktu saya masih remaja dan sebagai anak SMA di Jawa, dengan hobi saya menonton film perang atau acara olahraga. Mengapa?

Waktu itu masih populer perang dunia kedua yang mengisahkan bagaimana Amerika menduduki bangsa-bangsa di dunia, bagaimana mereka membuat jembatan, dan berhasil menang atas Jerman di Eropa. Itu karena mereka menguasai komunikasi dan berhasil mengalahkan Jerman yang lengkap dengan tenaga dan senjata lengkap untuk berperang.

Saat saya baru berusia hampir 38 tahun dan menjadi Penjabat Bupati Sikka, saya mendapatkan laporan dari desa. Tetapi bukan kepala desa, atau camat yang lapor, tetapi dari seorang pastor yang melaporkan tentang adanya bencana kelaparan, sehingga saya langsung turun ke lokasi. Setelah mengetahui kondisi di lapangan, saya tidak suruh kepala dinas yang antar surat ke propinsi.

Saya sendiri antar surat ke Kupang. Gubernur waktu itu El Tari, sedang di Jakarta. Malam harinya saya bertemu dengan salah seorang anggota DPRD NTT dan dia tanya kepada saya mengenai surat yang saya antar ke gubernur. Dia katakan bahwa laporan itu bisa berbahaya dan membuat saya tidak bisa jadi bupati defenitif, karena saat itu masih menggunakan laporan ABS (asal bapak senang). Jadi sangat berbahaya membuat laporan yang tidak menyenangkan seperti ini, dan langka sekali laporan tentang adanya gizi buruk.

Setelah saya kembali ke Sikka saya didatangi seorang wartawan Sinar Harapan dan minta saya untuk melihat daerah bencana busung lapar dan saya izinkan dia untuk meninjaunya sendiri. Setelah itu dia bawa konsep beritanya dan menawarkan kepada saya apakah saya berani tidak untuk mengizinkan dia menulis berita itu, saya bilang silahkan ditulis, karena itu sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.

Setelah berita itu ditulis dan selang beberapa hari kemudian, helikopter dari Kupang masuk Maumere, bawa Gubernur El Tari dan mencari saya untuk bersama-sama menuju ke Paga, lokasi bencana gizi buruk itu. Bahkan Menteri Sosial saja datang dan menolak tawaran untuk makan, saat tiba di rumah jabatan dan meminta saya untuk langsung berangkat ke lokasi.

Dari situ saya mendapat bantuan beras berton-ton, bahkan bantuan helikopter untuk mendistribusikan beras ke lokasi-lokasi bencana. Itu semua bukan karena apa, tetapi karena adanya tulisan seorang wartawan Sinar Harapan yang bernama Ako Manafe. Padahal saya tidak pernah beri dia apa-apa. Bahkan saya sendiri tidak tahu dia menggunakan transportasi apa untuk sampai ke Wolofeo. Tetapi bagi dia yang terpenting adalah nilai sebuah berita.

Sedangkan untuk kalian yang jadi wartawan saat ini, saya hanya mau katakan, khususnya bagi wartawan yang bertugas di Maumere, tulisan-tulisan pena kalian, setiap hari, sungguh sangat membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Karena intinya adalah kalian memberikan informasi, yang adalah bagian dari komunikasi untuk membangun daerah ini. Karena komunikasi, saya dengan Bupati Lorens Say, bisa membangun Kabupaten ini, dia 10 tahun, saya 10 tahun.

Jadi kalau untuk para guru, ada lagu yang namanya pahlawan tanpa tanda jasa. Tetapi untuk kalian, saya tidak tahu tanpa apalah. Tetapi tulisan dan karya kalian sungguh bermanfaat untuk pembangunan daerah dan negara.

Namun di balik itu, dalam bekerja, profesional itu yang harus kita tampilkan. Jangan kita jadi pemain bayaran, sebab kita bukan amatir. Jadi kalau kita mau kerja, tunjukkan bahwa kita ini profesional. Saya juga telah mempraktekkan itu semua dalam bekerja, karena sesuai dengan ilmu yang saya pelajari, yakni tentang publik administrasi.

Demikian pula dengan kalian, bekerjalah yang profesional seperti Ako Manafe yang telah menunjukkan itu pada saat saya masih sebagai penjabat bupati. Namun sayangnya saya tidak pernah bertemu lagi dengan dia (Ako Manafe) saat saya menjadi bupati, maupun anggota DPRD NTT. Karena itu melalui kesempatan ini, saya mau menyampaikan terima kasih kepadanya, sekaligus menyampaikan profisiat untuk kalian semua. Selamat merayakan hari ulang tahun dan selamat bekerja dengan tetap mengutamakan aspek profesionalitas. (bb/ris)

Mereka Bicara tentang Wartawan:

n Yuliana Makandolu (Anggota DPRD TTS)
Setengah-setengah

SAYA mengharapkan pers konsisten dengan kasus-kasus yang ditulis. Jangan hari ini menulis kasus A tetapi besoknya dan hari berikutnya tidak ada kelanjutannya. Persoalan ini menjadikan masyarakat menuding wartawan hanya sekAdar menebar opini saja sementara keberlanjutan sekaligus solusinya tidak pernah dimuat dan muncul berita baru. Padahal koran ini salah satu media informasi bagi masyarakat untuk mengetahui perkembangan masalah yang sedang hangat. Untuk itu kami mengharapkan wartawan peka dan pro masyarakat dengan menulis kasus yang ADA SAMPAI tuntas, jangan setengah-setengah. (aly)

Aleks Apri Kullas (politisi lokal)
SDM Rendah

PERS maju pesat tapi tidak dibarengi dengan SDM wartawan yang baik. SDM wartawan masih rendah sehingga kurang profesional. Perlu dibenahi sistem rekrut wartawan.Banyak wartawan yang bekerja sebagai insan pers tetapi tidak memiliki fundamen pengetahuan yang memadai. Berita yang disajikan tidak tuntas.
Contoh konkret ada yang semula sebagai aktifis bidang lain lalu terjun jadi wartawan tanpa pendidikan yang memadai. Padahal pekerja media itu memiliki tanggung jawab moral yang besar kepada publik.
Wartawan juga malas baca sehingga referensi kurang untuk tulisannya. Tidak heran ada nara sumber yang menggiring wartawan. Karena itu wartawan harus bekali diri dengan pengetahuan yang memadai. Sangat disayangkan pekerja media karbitan yang tidak memiliki integritas diri yang kuat dan memadai lalu mengaku sebagai wartawan. Kalau tidak mampu bekerja sebagai wartawan sebaiknya mundur. (lyn)

n Pater Jhon Dami Mukese SVD
Harus Profesional

WARTAWAN harus bersikap profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya karena jari diri seorang wartawan adalah seorang yang mengungkapkan informasi kepada publik berdasarkan kebenaran yang didukung dengan data dan fakta.
Untuk bisa profesional, wartawan harus memiliki latar belakang pendidikan dan ilmu yang memadai sehingga hasil tulisannya, baik berita ataupun opini benar-benar berbobot, tidak hanya sekedar berita. Wartawan juga harus tahu visi dan misi dari media tempat dia bekerja sehingga dengan begitu yang bersangkutan tahu kemana arah pemberitaan medianya dan yang terpenting adalah tahu kepentingan pembaca.
Untuk era modern saat ini, seorang wartawan harus memiliki ketrampilan lebih untuk mendukung kerjanya. Wartawan harus menguasai ilmu dan tehnologi yang sedang berkembang karena jika seorang wartawan tidak mampu mengusai ilmu dan tehnologi maka yang bersangkutan tentu akan tertinggal. Wartawan harus memiliki kompetesi. (rom)

Kanis Teobald Deki (Aktifis LSM)
Perlu Pendidikan Berkala

YANG diperlukan wartawan untuk mendukung profesionalismenya adalah latihan berkala. media harus ada agenda khusus pengembangan keterampilan dan kemampuan wartawannya.
Ada fenomena sekarang, hanya mengandalkan kartu pers dan handycam, terus mengaku wartawan. Insan pers harus ada organisasi sehingga konsolidasi antarwartawan bisa berjalan dengan baik. Dengan organisasi pers bisa mendeteksi wartawan-wartawan siluman. (lyn)

Arifin Betty (warga Amanuban Barat)
Harus Independen

KAMI harap pers harus independen dan netral. Pers harus kawal proses demokratisasi ke depan, terutama di tingkat lokal karena pers mempunyai kekuatan membentuk opini publik. Kalau yang diopoinikan syarat dengan kepentingan politisi semata maka ya demokrasi jadi tidak sehat.
Dan kalau menulis sesuatu harus sampai tuntas. Kami khawatir ada yang menggunakan koran untuk kepentingan tertentu. Kan ada koran yang tiba-tiba muncul memuat banyak kasus, lalu hilang. Ada juga wartawan tidak punya koran tapi ada kartu wartawan, keliling kampung-kampung dan bergaya seperti wartawan dan tunggu-tunggu beritanya tidak ada. Bahkan ada beberapa kali diduga memeras masyarakat. Hanya masyarakat tidak tahu, jadi diancam wartawan mereka ikut saja. (aly)

Pos Kupang edisi Selasa, 9 Februari 2010 halaman 1

Tidak ada komentar: