Frans Sarong Luncurkan Buku Serpihan Budaya NTT

Frans Sarong (kanan)
KUPANG, PK - Wartawan senior Harian Kompas Frans Sarong meluncurkan bukunya berjudul Serpihan Budaya NTT. Buku setebal 311 halaman ini diluncurkan di Kupang tanggal 3 Agustus 2013.

Selain mengangkat khazanah budaya dalam tulisan atau isi buku ini, ada juga kritikan-kritikan yang bukan bermaksud menciderai atau melukai perasaan pihak yang dikritik, termasuk sikap gereja di Flores tahun 1960-an.

Ketua Panitia Launching Buku Serpihan Budaya NTT, Marianus Kleden dalam jumpa pers dengan wartawan media cetak dan elektronik di kediaman Frans Sarong, Kamis (1/8/2013) mengatakan, buku tersebut merupakan kumpulan tulisan-tulisan /feature karya Frans di Kompas sejak tahun 1982.  Jumpa pers ini dipandu oleh Pemimpin Redaksi AFB TV, Tony Kleden.  



Menurut Marianus, tulisan tersebut yang didokumentasi sejak tahun 1980-an itu menceritrakan tentang  budaya-budaya khas daerah NTT seperti budaya kampung -kampung adat, kampung lama atau kampung tua. Bahkan sejumlah acara ritual di kampung tersebut. "Ini akan menjadi bacaan menarik, karena kumpulan tulisan disatukan dalam karya sebuah buku bacaan yang dapat menjadi sumber informasi di kalangan masyarakat," kata Marianus.

Dikatakan, dengan adanya buku tersebut bisa menjadi referensi bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan  atau pembuat kebijakan publik.

Lebih lanjut, Marianus mengatakan, buku tersebut direncanakan akan dilaunching pada Sabtu (3/8/2013) mendatang. Dan akan dibedah oleh beberapa tokoh yakni dua tokoh akademisi (pejabat agama) masing-masing,  Rm. Valens Boy, Pr dan  Pdt. Dr. Mery Kolimon, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber daya Alam (BKSDA) NTT, Ir. Wiratno, M.Sc, Kepala UPT Museum Daerah NTT, Drs. Leo Nahak, M.A, Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya NTB dan NTT, Drs. Made Purna dan pembedah terakhir dari sisi politik oleh Ir. Anton Dony.

"Sedangkan buku ini telah terbit sejak Mei 2013 dan diperbanyak 1.000 eksemplar dengan penerbit Ledalero dan editor, Tony Kleden dan Dr. Marsel Robot. Melalui buku-buku ini penulis ingin agar serpihan-serpihan budaya bisa diangkat sedemikian agar mendapat perhatian secara luas," ujarnya.

Kantong Angin

Frans Sarong pada kesempatan itu mengatakan, menulis buku sebenarnya pekerjaan semua yang berstatus sebagai jurnalis dan apa yang dihasilkan itu merupakan kumulan feature sejak dirinya bergabung di Harian Kompas. "Ini pekerjaan standar kita ketika kita mengaku diri sebagai wartawan. Dan kumpulan tulisan saya itu ada provokasi dari teman-teman agar dibukukan dan telah diperkenalkan pula melalui opini Rudi Rohi dan Laurens Sayrani serta beberapa lainnya," kata Frans yang kini menjabat ketua Dewan Kehormatan Daerah (DKD) PWI Cabang NTT.

Menurut Frans, semua kumpulan tulisan itu diperoleh dari dokumentasi sejak tahun 1980-an pada bank data Kompas. Dan apabila semuanya ditulis maka akan ada 20 buku dengan judul berbeda.

"Saya harapkan kita jangan pesimistis dengan karya kita, ketika kita buat buku pasti banyak yang akan mendukung kita. Saya ingat seorang dosen Unwira, Blasius Radja mengatakan pada saya bahwa buku ini merontokan anggapan bahwa wartawan itu ibarat kantung udara yang berada di landasan pacu. Kedepan kita akan buat sebuah yayasan agar mensuport karya-karya jurnalis dalam membuat buku," ujarnya.(yel)

Sumber: Pos Kupang

Tidak ada komentar: