Presiden SBY |
Berikut isi lengkap Pidato Presiden Yudhoyono di HPN Manado, tanggal 11 Februari 2013
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Syaloom, Salam sejahtera untuk kita semua.
Para tamu undangan dan hadirin sekalian yang saya hormati, khususnya Prof. Bagir Manan, kakak saya, Bung Margiono sahabat saya, dan segenap insan pers dan pimpinan media massa yang saya cintai.
Kita bersyukur karena hari ini kita dapat kembali memperingati Hari Pers Nasional. Peringatan kali ini kita laksanakan di kota Manado, Sulawesi Utara. Manado tanah Tuhan yang menjanjikan harapan. Manado yang terus membangun dan berbenah diri dengan prestasi yang membanggakan, antara lain pertumbuhan ekonomi 8%, jauh diatas pertumbuhan ekonomi nasional kita. Manado insyaallah juga akan menjadi pintu gerbang, bukan hanya di kawasan Timur Indonesia, tetapi juga akan menjadi gateway untuk kerja sama kawasan Asia Timur.
Saya ingin bercerita sedikit, 6 tahun yang lalu kami para pemimpin Asean dan pemimpin Asia Timur berbincang-bincang untuk membangun arsitektur kerja sama baru. Waktu itu masih disebut Kaukus Asia Timur, yang kemudian berubah menjadi East Asia Summit. Yang ingin saya sampaikan adalah, tadinya Forum Asia Timur itu hanya tiga negara yang berada di Utara (Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok), kemudian ditambah 10 negara Asean, dan kemudian sedang dipertimbangkan India. Saya mengusulkan, kalau kita berbicara The Greater East Asia mestinya juga dimasukkan Australia, Selandia baru, dan sekaligus India.
Mengapa? Secara geopolitik dan geoekonomi kawasan ini sangat terkait. Kalau hanya berhenti pada sepuluh negara Asean, Indonesia berada di pinggir. Tetapi dengan dimasukkannya Australia dan Selandia Baru kita tidak di pinggir dan insya allah kawasan Timur Indonesia akan masuk dalam zona pertumbuhan di masa depan, di Forum Asia Timur. Pandangan dan usulan saya tidak segera diterima, ada yang tidak setuju. Tetapi dengan diplomasi yang kita lakukan alhamdulillah akhirnya East Asia Summit terbentuk dengan keanggotaan seperti itu. Dan pertama kali, Indonesia menjadi tuan rumah ketika East Asia Summit itu akhirnya bertambah dua negara yaitu Amerika Serikat dan Rusia.
Oleh karena itu Manado, bersiap-siaplah untuk menjadi salah satu sentra kerja sama di Asia Timur. Saya harus menambahkan satu lagi predikat Manado, Manado yang kita kenal dengan masyarakatnya yang toleran, yang harmonis, yang ramah, dan yang sekaligus dinamis. Tolong jaga dan pelihara karakter seperti itu.
Saudara-saudara,
Tentu pada kesempatan yang baik ini saya ingin mengucapkan selamat kepada insan pers. Saya berkomentar tadi waktu bertemu pertama kali dengan Pak Bagir Manan dan Bung Margiono, yang selalu saya ingat dan saya catat, setiap peringatan puncak Hari Pers Nasional itu berjalan dengan meriah, merakyat, kreatif, dan relevan. Jadi tanda jasanya banyak sekali kalau mau memberikan apresiasi pada Hari Pers Nasional. Dan selalu ada semangat untuk perbaikan dan pembaharuan.Pidato Pak Bagir dan pidato Bung Margiono jelas sekali, apa yang dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas jurnalisme kita sekaligus mutu dan kualitas para wartawan kita.
Kita tahu nobody’s perfect, no organisation’s perfect, dimanapun selalu ada kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu kalau lembaga itu sadar dan terus berbenah diri hampir pasti masa depan lembaga itu akan jauh makin baik. Di Kupang, saudara-saudara masih ingat, bahwa pers di era demokrasi sekarang ini adalah salah satu pemegang kekuasaaan (power holder). Dimanapun di dunia ini, pemegang kekuasaan selalu menghadapi godaan. Oleh karena itulah saya selalu menganjurkan, mengajak kita semua, termasuk Presiden, sebagai salah satu power holder untuk pandai-pandai dengan penuh amanah kita menggunakan kekuasaan itu untuk sebesar-besar kepentingan rakyat yang sama-sama kita cintai.
Napoleon Bonaparte pernah berkata bahwa ‘pena wartawan itu lebih tajam dan lebih mematikan dibandingkan pedang’. Tentu pedang identik dengan senjata yang digunakan oleh militer. Maknanya dalam, pedang pun itu harus digunakan untuk membasmi musuh dan melindungi pasukan sendiri. Pena wartawan tentu harus ditujukan untuk mematikan kejahatan dan menghidupkan kebaikan. Kalau kita salah menggunakan pedang atau pena maka akan menimbulkan malapetaka dan ketidakadilan. Kita menusuk dan membunuh secara sembarangan tentu itu menimbulkan ketidakadilan. Setetes darah dari siapapun yang ditusuk, baik oleh pedang atau pena, padahal orang itu tidak bersalah maka akan berubah menjadi lautan ketidakadilan yang tentu tidak dibenarkan oleh ajaran agama dan kehidupan yang baik di muka bumi ini. Oleh karena itu mari, saya serukan kembali apa yang saya serukan pada Hari Pers Nasional, siapapun yang memegang kekuasaan, apakah eksekutif, legislatif, penegak hukum, pers, lembaga swadaya masyarakat, semua, mari kita selalu menjalankan, selalu menggunakan kekuasaan itu dengan penuh amanah dan tanggung jawab.
Kembali berkaitan dengan Hari Pers Nasional ini tentu saya harus mengucapkan terima kasih kepada insan pers dan media masa dalam ikut memekarkan kehidupan demokrasi di negeri ini, utamanya sejak kemerdekaan pers bisa dihadirkan di negeri tercinta ini lima belas tahun yang lalu.
Saudara-saudara,
Dari tahun ke tahun saya menyimak yang disampaikan Bung Margiono bahwa pers Indonesia itu adalah ‘dari rakyat untuk rakyat’. Kemudian tema tahun ini dipilih ‘merajut kejayaan Indonesia’. Saya senang dengan pilihan, baik tema utama ataupun tema tahunan ini, karena menurut saya benar dan juga tepat.
Kalau bicara rakyat, pers Indonesia dari rakyat untuk rakyat, maka marilah kita berpikir mereka yang berjumlah lebih dari 240 juta di negeri ini, mereka semua. Bukan hanya kalangan masyarakat tertentu dan bukan hanya kalangan masyarakat politik dan bahkan komunitas media massa sendiri. 240 juta lebih rakyat kita itu sesungguhnya adalah the silent majority, the real power yang ada di negeri kita.
Di musim politik dan masa pemilu dewasa ini, partai-partai politik dan para calon presiden juga harus memahami hal ini.Siapa sesungguhnya pemegang kekuasaan dan kedaulatan yang sejati? Jawabannya tiada lain: rakyat, rakyat kita. Yang akan menentukan masa depan negeri ini, utamanya kalau dikaitkan dengan Pemilihan Umum 2014 mendatang, mereka semua. Bukan hanya presiden, bukan hanya menteri, bukan hanya gubernur, bupati, dan walikota, bukan hanya anggota MPR, DPR, dan DPD, bukan hanya MA, MK, dan KPK, bukan hanya politisi dan pengamat, bukan hanya aktivis dan LSM, bukan hanya pelaku bisnis, bukan hanya para wartawan dan para editor. Sungguhpun elemen-elemen itu penting, tetapi sekali lagi: seluruh rakyat Indonesia.
Siapa yang akan terpilih menjadi presiden mendatang, bisa yang ada di ruangan ini atau yang di luar ruangan ini, adalah dia yang paling dipercaya dan disukai oleh rakyat. Tentu kita harus berdoa dan berikhtiar agar yang disukai rakyat itu juga memiliki watak dan kemampuan yang baik. Sebagaimana yang diingatkan oleh Pak Bagir Manan tadi, kita pun harus ikut berikhtiar dan berdoa agar negeri yang tercinta ini diberikan pemimpin yang akan membentuk pemerintahan berikutnya lagi, yang lebih baik dari saya dan lebih baik dari pemerintahan ini, demi kemajuan bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai. Keputusan rakyat nanti final dan mengikat (final and binding) dan hakekatnya tidak bisa diganggu gugat. Rakyat tidak bisa dibeli karena mereka punya hati nurani.
Dan untuk para sahabat saya, para calon-calon presiden, saya ucapkan selamat berjuang, semoga berhasil. Pesan saya: jangan salah baca, jangan salah hitung. Pengalaman saya mengikuti dua kali pemilihan presiden, di samping saya sungguh ditolong oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dua kali (tahun 2004 dan 2009), Allah Subhanahu Wa Taala, juga saya belajar, belajar mendengarkan, mengikuti, dan mengetahui pandangan, harapan, perasaan, dan hati nurani rakyat. Yang semuanya itu tidak selalu tercermin dalam liputan media massa ataupun muncul dalam perbincangan di ruang seminar ataupun di forum-forum politik yang lain. Selami, dalami, dan rasakan ketika menatap wajah mereka, ketika menyapa mereka, ketika mendengarkan apa yang mereka sampaikan. Pengalaman sederhana saya barangkali berguna untuk para sahabat yang memiliki keinginan yang luhur untuk memimpin negeri ini tahun 2014 mendatang dan kedepannya.
Saudara-saudara,
Ini hari pers, harinya saudara. Biasanya ada yang bertanya kepada saya selaku kepala negara “Pak SBY apakah ada nasehat Anda untuk pers dan media massa kita?” Jawaban saya “tidak ada”. Karena saya punya keyakinan pers sudah punya kode etik, pers sudah punya dewan pers, pers sudah mengenal prinsip fair and balance, juga prinsip cover both sides, juga prinsip self-censoring, juga prinsip berita dan siaran itu mesti faktual dan akurat. Pers juga sudah tahu bahwa harus ada keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. Juga sudah tahu bahwa menurut konstitusi kita (Undang Undang Dasar 1945) dan The United Nations Declaration of Human Rights bahwa ada pembatasan menyangkut penggunaan hak dan kebebasan seseorang ataupun komunitas. Pers juga sudah tahu untuk ikut berperan dalam mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kalau ada pihak yang dirugikan dan mereka menyampaikan hak jawabnya, bahkan barangkali somasi, pers juga sudah tahu mesti memberikan tempat yang layak demi keadilan dan fairness. Jika ada insan pers melakukan pelanggaran hukum sebagaimana pelanggaran hukum yang dilakukan warga negara yang lain, insan pers tentu tidak kebal hukum dan juga bisa disentuh. Karena insan pers pun sama kedudukannya di muka hukum sebagaimana yang lain rakyat kita.
Sekali lagi, insan pers dan media massa sudah amat mengetahui hal-hal essential seperti itu. Dan saya amati dari tahun ke tahun, mayoritas dari sahabat-sahabat saya insan pers bukan hanya mengerti tetapi telah menjalankan semua perangkat moral dan perangkat profesional yang saya sampaikan tadi. Oleh karena itu, sekali lagi, saya tidak pada posisi dan kurang patut kiranya memberikan nasehat menyangkut hal-hal yang tadi itu.
Hadirin yang saya muliakan,
Meskipun saya merasa kurang proper dan kurang pada tempatnya untuk sekarang ini memberikan nasehat kepada pers dan media massa, tetapi tentu saya tidak dilarang jika saya memiliki harapan yang baik untuk pers kita, untuk saudara semua. Saya kira rakyat Indonesia juga memiliki harapan yang sama, harapan seperti itu.
Secara umum dan secara hakiki kita berharap pers menyuarakan dua hal penting. Pertama, saudara punya kewajiban moral untuk mengkritisi dan mengkoreksi apa yang dilakukan oleh negara dan pemerintah, tentu termasuk semua lembaga dan pejabat-pejabatnya. Saya selalu menyimak dan memperhatikan kritik pers dan pengamat, misalnya, menyangkut masih banyaknya kasus korupsi, masih belum baiknya birokrasi kita, masih kurang responsifnya upaya aparat keamanan untuk menanggulangi kekerasan horizontal, atau juga masih banyaknya pemberian izin di tingkat daerah yang bermasalah dan tumpang tindih, tentu masih banyak lagi. Semuanya itu saya dengar. Saya berharap semua lembaga negara beserta pejabatnya juga mendengarkan, menyimaknya, dan dijadikan masukan untuk perbaikan di dalam kehidupan bernegara dan menjalankan roda pemerintahan di seluruh Indonesia. Silakan kritis, objektif, itu yang pertama.
Yang kedua, tentu pers juga berperan untuk membangun optimisme dan keyakinan bangsa. Bahwa di tengah masih banyaknya kekurangan, ketidak berhasilan, tidak sedikit pula prestasi dan keberhasilan yang kita capai, yang dicapai negara ini, yang hakekatnya juga keberhasilan kita semua, sejak negeri kita mengalami krisis, krisis besar lima belas tahun yang lalu.
Sebab kalau tidak ada kedua-duanya, baik yang positif maupun yang negatif, yang plus maupun yang minus, rakyat kita akan bingung dan bertanya-tanya. Mengapa pihak internasional, termasuk pers asing yang juga sangat kritis, mereka mau dan berani mengkritik negara kita tetapi juga mau dan berani memberikan apresiasi kalau memang ada yang kita capai. Kadang-kadang barangkali kita kurang generous untuk melakukan hal-hal itu.
Sebagai contoh, rakyat akan bertanya-tanya ketika dunia (international community) memberikan pujian karena di tengah krisis ekonomi dunia sekarang ini, ekonomi Indonesia di antara sesama anggota G-20 (20 ekonomi terbesar), kita memiliki pertumbuhan nomor dua tertinggi, setelah Republik Rakyat Tiongkok. Dengan keadaan dan capaian seperti itu tentu rakyat akan bertanya kalau kita sendiri mengatakan ekonomi kita jalan di tempat, tidak tumbuh baik atau bahkan mundur.
Juga ketika kita dinilai berhasil dalam transisi demokrasi dan reformasi. Bahkan banyak negara yang diminta untuk menimba pengalaman kita, pengalaman Indonesia dalam proses transisi demokrasi ini. Kemudian kita sendiri mengatakan reformasi dan transisi demokrasi kita gagal total.
Juga ketika banyak negara di dunia yang politiknya tidak stabil serta keamanan dan perdamaian di negerinya koyak dan runtuh. Saya bahkan melihat sendiri negara-negara yang sekarang mengalami nasib seperti itu. Dan mereka memuji stabilitas politik serta keamanan nasional kita yang relatif terjaga. Justru kita sendiri yang mengabarkan, yang menggambarkan politik dan keamanan negeri kita serba buruk dan serba jelek.
Inilah contoh yang kita rasakan dan saya yakin juga dirasakan oleh sebagian besar rakyat kita. Mari kita tampilkan sesuatu yang seimbang, ada yang baik ada yang buruk, ada yang plus ada yang minus, ada yang sudah kita capai, ada yang belum kita capai. Ini juga cermin bagi bangsa kita, to do more, to do better,berbuat yang lebih keras lagi dengan melihat cermin yang objektif dan aktual seperti itu.
Insan pers dan pimpinan media massa yang saya cintai,
Yang terakhir, barangkali tidak keliru kalau saya juga memberikan harapan khusus di tahun politik dan tahun pemilu. Tadi Prof. Bagir Manan sudah menyampaikan, Bung Margiono dengan gaya khasnya juga mengangkat hal ini. Sebenarnya sudah pernah saya sampaikan di sejumlah forum, tetapi tidak ada salahnya Pak Mahfud, kalau saya ungkapkan lagi pada kesempatan ini.
Saya berharap teman-teman pers ikut berkontribusi secara aktif dan konstruktif agar politik, demokrasi, dan pemilihan umum yang akan kita jalankan makin matang, makin berkualitas, dan makin bermartabat. Berikan ruang yang cukup dan relatif adil, kalau adil benar barangkali sulit, saya harus realistik. Jadi kepada pemilik dan manajemen televisi, radio, surat kabar, majalah, semua, termasuk social media, berikan ruang yang cukup dan relatif adil bagi semua peserta pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden. Ikutlah menyebarluaskan visi, opsi, dan, solusi yang ditawarkan oleh setiap kandidat, termasuk nanti para calon presiden dan para calon wakil presiden, apa yang akan dilakukan untuk negeri ini, untuk mengatasi masalah kita, dan untuk memajukan Indonesia di masa depan. Dengan demikian rakyat akan bisa menguji dan mengkritisi apakah solusi dan tindakan yang dijanjikan itu realistik atau tidak. Ikut pulalah saudara-saudara, para insan pers dan jajaran media massa, untuk memperkenalkan sosok, integritas, dan kapasitas para calon itu, para calon-calon, entah anggota DPR-RI, DPD-RI, calon presiden, dan calon wakil presiden. Agar ketika rakyat hendak menjatuhkan pilihannya mereka sungguh mengetahu siapa calon-calon itu. Istilah saya yang sering saya gunakan, jangan sampai rakyat kita ibarat ‘memilih kucing dalam karung’.
Saudara bisa melakukan hal-hal yang positif seperti itu, melalui semua wahana atau media yang ada di negeri kita. Ingat saudara-saudara, sesungguhnya televisi, radio, koran, majalah, media online, bahkansocial media itu milik rakyat Indonesia, milik publik, untuk mereka. Sesuai dengan semboyan Bung Margiono, ‘pers Indonesia dari rakyat untuk rakyat’, bukan hanya milik partai-partai politik serta calon anggota legislatif ataupun calon-calon presiden semata. Inilah harapan saya, harapan yang sederhana, tidak muluk-muluk tapi keluar dari hati nurani saya.
Bapak/ibu, saudara-saudara,
Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Sekali lagi terima kasih dan saya sampaikan penghargaan atas segala pengabdian dan kontribusi insan pers dalam ikut membangun negeri ini dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dan sebelum saya akhiri, dikesempatan yang baik, saya juga dengan kebanggaan dan rasa syukur untuk menyampaikan apresiasi yang tinggi atas prakarsa yang luar biasa untuk membangun monumen dan museum dua tokoh besar, dua tokoh pers, dua pejuang kemerdekaan yang karyanya menjadi bagian dari sejarah perjuangan bangsa, yaitu Bung Alex Impurung Mendur dan Bung Frans Soemarto Mendur atau pasangan Bung Alex dan Frans Mendur. Mari kita teladani kepahlawanan, kepedulian, dan apa yang dilakukan untuk negerinya pada masa-masa yang paling bersejarah.
Demikianlah saudara-saudara, terima kasih.
Dirgahayu pers Indonesia.
Sekian, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber: PWI Pusat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar