Jakarta (PWI News) - Rancangan Undang-Undang (RUU) Rahasia Negara yang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi UU berpotensi mengancam kebebasan pers dan hak akses publik terhadap informasi dari lembaga pemerintah/negara.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi RUU Rahasia Negara: Ancaman Terhadap Pers dan Publik yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama Yayasan Sains, Estetika dan Teknologi (SET) di Ruang Sidang PWI Pusat, Gedung Dewan Pers Lantai 4, Jakarta, Kamis 14 Mei 2009
Dalam diskusi yang mengetengahkan Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat, H. Tarman Azzam, dan Direktur SET, Agus Sudibyo, serta dipandu Djoko Saksono (Ketua Bidang Radio PWI Pusat) itu menelaah RUU Rahasia Negara terhadap kebebasan memperoleh informasi bagi publik termasuk pers.
Tarman Azzam mengusulkan, RUU Rahasia Negara perlu dibuatkan matriks bersanding dengan sejumlah UU lainnya, seperti UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dengan demikian, ia mengharapkan, secara ilmiah dapat dijelaskan secara gamblang mengenai sejumlah catatan, terutama kelemahan atau kerancuan UU Rahasia Negara.
"Dengan menelaah dan melakukan perbandingan menggunakan matriks semacam ini, maka akan banyak catatan yang bisa kita lihat. Ada baiknya pula kita perbandingkan RUU Rahasia Negara ini dengan UU sejenis di berbagai negara maju, sehingga banyak hal dapat segera diantisipasi. Kita harus memberikan pendapat sebelum RUU ini jadi UU," ujar mantan Ketua PWI Pusat tersebut.
Sementara itu, Agus Sudibyo menyatakan, Komisi I DPR sudah mengumumkan bahwa RUU Rahasia Negara bakal selesai akhir Juni 2009. Hal ini, menurut dia, harus segera disikapi minimal RUU Rahasia Negara ditunda dulu menjadi UU.
"RUU Rahasia Negara secara jelas tumpang tindih dengan UU Keterbukaan Informasi Publik yang di Bab V mencantumkan Informasi Yang Dikecualikan," ujarnya.
Dalam diskusi yang dihadiri pula oleh Wakil Ketua Dewan Pers, Sabam Leo Batubara, dan sejumlah tokoh pers nasional tersebut menyepakati PWI dan Yayasan SET perlu segera melakukan kegiatan lanjutan yang pada intinya menolak gagasan diberlakukannya perundangan yang mengancam kebebasan pers dan hak akses informasi publik. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar