PWI, AJI dan IJTI Sepakat Lawan Kriminalisasi Pers

KUPANG, PK--Tiga organisasi pers di Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Daerah NTT, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Kupang dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Daerah NTT, sepakat melawan kriminalisasi dan kekerasan terhadap pers di NTT.

Pernyataan sikap ini disampaikan bersama oleh tiga orang ketua dari tiga organsasi tersebut, yaitu Dion DB Putra dari PWI NTT, Jemris Fointuna dari AJI Kota Kupang dan Didimus Payong Dore dari IJTI Daerah NTT di Hotel Kristal Kupang, Kamis (9/10/2008).

Pembacaan pernyataan bersama ini disaksikan oleh Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L.Foenay, Wakil Ketua Komisi A DPRD NTT, Jonathan Kana, Ketua Umum IJTI, Imam Wahyudi, dan Wakil Ketua Kelompok Kerja Pengaduan Dewan Pers, Bekti Nugroho.

Inti dari pernyataan tersebut berupa tekad PWI NTT, AJI di NTT dan IJTI Daerah NTT untuk bekerja sama bahu membahu melawan setiap upaya kriminalisasi atau pemidanaan terhadap karya-karya jurnalistik.

Kesepakatan tiga organisasi ini disampaikan dalam lokakarya bertema, Bersama Kita Lawan Kriminalisasi dan Kekerasan Terhadap Jurnalis. Lokakarya ini dilanjutkan dengan Musyawarah Daerah (Musda I) IJTI NTT diikuti sekitar 28 orang anggota IJTI NTT. Para pembicara dalam lokarya tersebut adalah Ketua Umum IJTI, Imam Wahyudi, Wakil Ketua Pokja Pengaduan Dewan Pers, Bekti Nugroho, Ketua PWI NTT, Dion DB Putra, dan Direktur Reserse Kriminal Polda NTT, Kombes Pol Musa Ginting.

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan bersama disebutkan bahwa kebebasan pers merupakan kebutuhan yang tak terpisahkan dalam masyarakat demokratis karena melalui pers yang bebas, hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan semua informasi yang mereka butuhkan.

Kebebasan pers meliputi kebebasan untuk mengumpulkan, mengelola dan menyebarkan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Penghalangan dan pemasungan terhadap kebebasan merupakan pelanggaran terhadap hak masyarakat.

Kebebebasan pers harus digunakan sebaik-baiknya untuk menjalankan fungsi ideal pers sebagai pelayan masyarakat. Organisasi profesi pers sebagai wadah tempat berhimpun para jurnalis profesional berkewajiban menjaga kebebasan itu secara terus menerus dengan meningkatkan kualitas, kapasitas dan profesionalisme para anggotanya yang menggunakan kebebasan pers itu dan melakukan pembelaan jika mereka mengalami gangguan dalam menjalankan tugas profesionalnya.

Dalam menjalankan fungsi pemberitaan, pers harus secara ketat mengikuti mekanisme, standar-standar dan etika profesi. Jika terjadi sengketa yang menyangkut pemberitaan, penyelesaiannya mesti dilakukan melalui hak jawab dan mekanisme mediasi yang diatur dalam Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999.

Didimus Payong Dore dari IJTI NTT, Dion DB Putra dari PWI NTT dan Jemris Fointuna dari AJI Kota Kupang menyatakan:

1) Setiap jurnalis harus menjunjung tinggi profesionalisme, menegakkan etika profesi dan memperkuat solidaritas profesi.

2).Kriminalisasi atau pemidanaan atas karya-karya jurnalis harus dihindari karena bertentangan dengan semangat Undang- Undang Pers No 40 Tahun 1999 dan bisa menimbulkan efek jera yang pada akhirnya memasung kebebasan pers.

3) Akan bersama-sama melawan setiap upaya kriminalisasi atas karya-karya jurnalistik dan mendorong penyelesaian sengketa pers melalui mekanisme dan ketentuan yang digariskan dalam Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999.

4) Akan berkerja sama menghadapi dan melakukan advokasi terhadap setiap kasus kekerasan dan penghalangan terhadap jurnalis yang melakukan tugas jurnalistiknya secara profesional.

5) Mengimbau kepada semua pihak untuk secara bersama-sama menghormati dan menegakkan kebebasan pers demi menjamin hak setiap anggota masyarakat untuk memberikan dan mendapatkan informasi yang mereka butuhkan secara bebas.
(alf)

Pos Kupang edisi Jumat, 10 Oktober 2008 halaman 10

Tidak ada komentar: