3 Wartawan di Flores Dikeroyok Oknum PNS

RUTENG, FS -- Saat sedang melakukan tugas jurnalistik, tiga orang wartawan, Melky Pantur (Suara Flores), Ferdinan Ambo (TVRI) dan Maksi MD (Sukses Indonesia), dikeroyok beberapa oknum PNS di ruang kerja Kepala Puskesmas Beokina, Kabupaten Manggarai, Senin (2/8/2010).


Selain dipukul, perangkat kerja para wartawan seperti kamera dirusak, tas dan kartu pers pun dirobek para oknum PNS di Puskesmas Beokina di Kecamatan Rahong Utara, sekitar 15 kilometer dari Ruteng, ibukota Kabupaten Maggarai itu.

Para wartawan itu berhasil kabur dari Puskesmas itu, meninggalkan satu unit sepeda motor. Mereka lari masuk hutan kemudian ke jalan raya dan menumpang sepeda motor ojek menuju RSUD Ruteng.

Akibat penganiayaan itu, Pantur menderita lebam dan memar pada bagian wajah, hidung dan teliga. Dia juga mengaku pusing dan sesekali kesulitan bernapas akibat digebuk. Sementara Ambo mengaku sakit di lehernya karena dicekik. Sedangkan Maksi MD hanya dibentak dan langsung kabur meloloskan diri. Pantur dan Ambo sudah divisum di RSUD Ruteng.

Kepada wartawan di IRD RSUD Ruteng, Pantur, Ambo dan Maksi menuturkan, mereka datang ke Puskemas Beokina untuk memantau pelayanan kesehatan masyarakat. Masyarakat mengeluhkan bahwa pelayanan kesehatan di puskesmas itu, dimana petugas medis di puskesmas itu sering datang terlambat dan pasien harus menunggu.

Hari Senin kemarin, ketiga wartawan itu tiba di Puskesmas Beokina pada pukul 07.09 Wita pagi. Apa yang dikeluhkan warga itu terbukti, dimana pagi itu sudah ada beberapa pasien yang menanti pelayanan kesehatan namun petugas medis belum masuk kantor.

Tiga wartawan itu langsung mewawancarai para pasien yang sedang menanti pelayanan kesehatan. Karena petugas medis belum juga datang, ketiga wartawan itu pergi ke Pustu Nanu --sekitar 4 kilometer arah utara Puskesmas Beokina -- untuk memantau pelayanan kesehatan di sana. Ternyata sama kondisinya. Beberapa pasien sudah menanti namun petugas medis belum masuk kantor.

Setelah mewawancarai para pasien dan warga di sekitar Pustu (puskesmas pembantu) itu, mereka kembali ke Puskesmas Beokina untuk melakukan konfirmasi ke Kepala Puskesmas tentang pelayanan kesehatan di puskesmas itu.

Setibanya di Puskesmas Beokina, petugas medis sudah ada. Kepala Puskesmas Beokina, Albertus Dugis mengajak ketiga wartawan itu ke ruang kerjanya. Sampai di dalam ruang kerjanya, ternyata sudah ada beberapa petugas medis lainnya. Ketiga wartawan itu menyampaikan maksud kedatangan meraka yakni untuk konfirmasi tentang pelayanan kesehatan yang dikeluhkan warga.

Saat itu, kata Ambo, Dugis meminta mereka menunjukkan surat tugas. Ketiga wartawan itu menjelaskan kepadanya bahwa dalam melakukan tugas jurnalistik wartawan tidak biasa membawa surat tugas melainkan kartu pers. Ketiga wartawan itu pun langsung memperlihatkan karu pers masing-masing.

Saat itu, Kepala Puskesmas Beokina, Albertus Dugis mencekik leher Ambo. Sementara pegawai lainnya menyerang Pantur. Sementara Maksi MD berhasil menghindar dari serangan membabi buta para PNS itu. Dia melarikan diri.

Sedangkan rekannya, Ambo dan Pantur dikeroyok di dalam ruang kerja Dugis. Wajah Pantur ditinju berulang kali. Ada PNS yang menendang dadanya dan saat dia terjatuh, dia diinjak-injak. Saat memperoleh kesempatan, keduanya kabur dari ruang kerja Dugis dan melarikan diri. Sempat dikejar namun keduanya berlari masuk hutan dan bersembunyi. Keduanya kemudian berjalan kaki ke jalan raya untuk menumpang ojek menuju Ruteng.

Pantur mengaku kesakitan pada bagian kepala dan dada. Sementara Ambo mengeluh sakit pada leher akibat dicekik Dugis, kepala puskesmas itu.

Keduanya melukiskan bahwa Dugis dan para stafnya itu membabi buta menganiaya mereka di dalam ruang kerja Dugis. Penganiayaan itu tampaknya sudah direncanakan karena saat Dugis mengajak para wartawan itu ke ruang kerjanya, di dalam sudah ada sejumlah staf yang menunggu dengan wajah tidak bersahabat. (lyn)

Ciduk Pelaku

KAPOLRES Manggarai, AKBP Hambali berjanji akan menciduk pelaku yang menganiaya ketiga wartawan itu untuk diproses hukum. Para pelaku akan dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang penganiayaan dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1990.

Kapolres menyampaikan hal itu ketika ditemui Aliansi Wartawan Manggarai (Awam) di ruang kerjanya, Senin (2/8/2010).

Setelah mendapat laporan dari anggota dan aspirasi dari Awam, Kapolres mengatakan menugasjan anggotanya untuk menangkap dan meminta keterangan para pelaku. "Kita tangkap dan proses secara hukum," katanya.

Kapolres Hambali juga mengatakan sudah menugaskan anggotanya untuk mengikuti perkembangan kesehatan dua orang wartawan yang menjadi korban penganiayaan yang dirawat di RSUD Ruteng.

Kecam Premanisme
Aliansi Wartawan Manggarai (Awan) menyatakan mengecam perilaku premanisme terhadap insan pers yang diduga dilakukan sejumlah oknum PNS di Puskesmas Beokina. Tindakan tersebut mencerminkan kekerdilan aparatur dalam memahami fungsi kontrol media massa. Padahal pers merupakan pilar demokrasi yang memiliki peran penting dalam menjalankan misi kontrol sosial.

Koordinator Awam, Kanis Lina Bana, menyampaikan hal itu saat dikontak dari Borong, Senin (2/8/2010).

Dia mengatakan sudah bertemu Kapolres Manggarai untuk meminta polisi memroses hukum kasus penganiayaan itu. Dua korban penganiayaan, katanya, juga sudah diambil visum di RSUD Ruteng.

Menurut dia, tindakan penganiayaan oleh Kepala Puskesmas Beokina dan stafnya itu merupakan tindakan premanisme yang harus dilawan. Tindakan tersebut mencerminkan sikap mental dan wawasan aparat negara yang tidak kredibel.
Dia meminta Bupati Manggarai, Chris Rotok dan Kepala Dinas Kesehatan setempat menindak tegas stafnya yang bertindak preman terhadap para wartawan itu.

"Awam akan tetap mengawal proses hukum kasus ini untuk menjamin bahwa para wartawan yang dianiaya itu benar-benar memperoleh hak-hak hukumnya," katanya. (gg)

UU Lindungi Wartawan

DALAM melaksanakan tugas jurnalistik, wartawan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun1999 tentang Pers. Barang siapa yang menghalang-halangi tugas jurnalistik, apalagi melakukan penganiayaan dan merusak perangkat kerja wartawan, dapat dipidana.
Berikut beberapa pasal tentang perlindungan hukum kepada wartawan dalam UU tersebut.

Pasal 18 ayat (1):
"Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (Lima ratus juta rupiah)".

Pasal 4 ayat (3):
"Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi". (amy)

Tidak ada komentar: