Dewan Pers Siapkan Uji Materi ke MK

Jakarta, Kompas - Dewan Pers dan sejumlah organisasi pers menilai, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD sangat mengancam kebebasan pers. Mereka mempersiapkan diri dengan gugatan yang akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi sebagai bahan uji materi terhadap UU itu.

"Kami akan ajukan judicial review (hak uji materi). Naskahnya sedang disusun," kata Abdullah Alamudi dari Dewan Pers dalam diskusi tentang "UU Pemilu dan Kebebasan Pers" yang diadakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Jumat (20/6).

Ketua Perhimpunan Jurnalis Independen Ismet Hasan Putro juga akan melakukan hal yang sama. Dia memperkirakan, uji materi akan disampaikan ke Mahkamah Konstitusi pada awal Juli. "UU Pemilu itu primitif dan menjadi ancaman yang nyata bagi kebebasan pers," ujarnya.

Budiarto Shambazy, wartawan senior Kompas, juga menilai, aturan dalam UU No 10/2008 yang mengatur tentang pers merupakan aturan yang sangat tidak masuk akal. Dia mendorong agar semua organisasi pers dan masyarakat yang merasa dirugikan dengan aturan itu bersatu dan bergabung dalam koalisi nasional untuk melakukan perlawanan.

Ichsan Loulembah, anggota DPD dari Sulawesi Tengah, yang juga mantan wartawan, mengingatkan, di negara mana pun, kebebasan pers mampu mengawal demokrasi.

Aturan yang dinilai mengancam kebebasan pers dalam UU No 10/2008 antara lain Pasal 97 yang mengharuskan media massa cetak dan siaran untuk menyediakan halaman dan waktu yang adil dan seimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta untuk pemasangan iklan kampanye bagi peserta pemilu.

Selanjutnya, dalam Pasal 99 ditegaskan, sanksinya berupa teguran tertulis; penghentian sementara mata acara yang bermasalah; pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan; denda; pembekuan kegiatan pemberitaan; sampai pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak.

Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 199 tentang Pers sudah ditegaskan tidak ada lagi sensor dan pembredelan terhadap pers. "UU ini berusaha menghapuskan kemerdekaan pers. Kelihatannya pemerintah dan DPR ingin kembali mengontrol pers," ujar Alamudi.

MOU dengan KPU

Untuk mengantisipasi adanya kriminalisasi terhadap pers, Dewan Pers juga menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut Alamudi, KPU sepakat, apabila terjadi pelanggaran oleh pers, penyelenggara pemilu akan menyerahkan hal itu kepada Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers.

"Paling tidak, sudah ada niat dari KPU untuk menerapkan sanksi sesuai UU Pers. UU Pers yang diberlakukan sebab menyerahkannya kepada lembaga pers," paparnya.

Dewan pers juga menyampaikan naskah ke Polri untuk tidak mengkriminalkan pekerja pers apabila terjadi kasus di daerah. "Draf sudah diajukan ke Polri tiga bulan lalu. Kami masih tunggu jawabannya. Sampai sekarang belum ada jawabannya," katanya.

Ismet juga mengingatkan Dewan Pers, ancaman untuk pekerja pers di daerah dalam peliputan pemilu sangat besar. Dia meminta Dewan Pers agar memberikan perhatian lebih.

Budiarto khawatir, pasal ini disusupkan oleh tangan-tangan tak tersentuh di saat akhir penyusunan UU. Akan tetapi, ia yakin, masyarakat tetap menaruh kepercayaan tinggi kepada pers dan akan mendukung kemerdekaan pers.

Pekerja pers pun semakin dituntut tanggung jawabnya. Pers harus mampu membuat pemberitaan yang obyektif. Kalaupun bersikap, juga harus dengan dasar yang obyektif. (sut)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/21/00464050/dewan.pers.dan.organisasi.siapkan.uji.materi.ke.mahkamah.konstitusi

Tidak ada komentar: