Kebutuhan Tenaga ICT Andal Sangat Besar

KEBUTUHAN akan tenaga-tenaga di bidang teknologi informasi dan komunikasi atau ICT (information and communication technology) sangat besar, dan terbuka luas. Tantangan ekonomi global terutama membutuhkan sumber daya manusia yang kreatif, dan disertai dengan kemampuan multimedia.

Dunia bisnis umumnya, dan industri pers secara khusus banyak membutuhkan tenaga ICT. Di Indonesia, ICT yang lahir dari revolusi ideologi informasi datang bersamaan dengan industri media massa dengan iklim kebebasan pers.

Demikian disampaikan Presiden Komisaris Kompas Gramedia (KKG) Jacob Oetama saat memberikan kuliah umum di hadapan mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (UMN) di kampus UMN kawasan Summarecon Jalan Boulevard Gading Serpong, Tanggerang, Provinsi Banten, Jumat (5/9/2009).

Menurut Jacob, pendirian UMN untuk menjawab tantangan era teknologi informasi dan menyiapkan indikator bisnis yang kondusif. "Kekuatan utama terletak pada kemampuan seseorang untuk berbuat dan berkreativitas. Kekuatan ini sebagai modal dasar membangun bisnis skala besar seperti halnya Kompas Gramedia. Butuh pula kemampuan di bidang multimedia agar dapat bersaing di dalam industri media baik di tingkat nasional, Asia hingga Eropa," kata Jacob.

Pendiri harian Kompas ini menambahkan nilai-nilai budaya lokal perlu dikembangkan melalui ekonomi kreatif. Salah satu dari sumber kekuatan untuk mengelola itu adalah tenaga manusia yang dilengkapi dengan kemampuan technopreneur yang sanggup dan mandiri. "Sehingga tidak hanya terampil tetapi juga mampu menciptakan lapangan kerja. Program-program unggulan dan fasilitas yang kita bangun di lahan seluas 8 hektar menjadi awal untuk mewujudkan UMN menjadi perguruan tinggi unggulan khusus di bidang multimedia," kata Jacob.

Senada dengan Jacob, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu juga mengatakan UMN merupakan salah satu perguruan tinggi yang khusus memersiapkan mahasiwanya menjadi sarjana yang andal di bidang multimedia. Pada era teknologi informasi, berbicara masalah perdagangan dunia maka Indonesia khususnya perguruan tinggi tidak hanya terjebak dalam masalah ekonomi secara umum tetapi harus lebih spesifik. Sebab prospek ekonomi untuk meningkatkan daya saing di era modern lebih tepatnya kepada ekonomi yang kreatif salah satunya Multimedia. Ekonomi kreatif itu adalah kreatifitas artistik dan sains engineering.

Jika kreativitas artistik lebih kepada kerajinan dan seni, maka bagaimana mewujudkannya dalam bentuk sains engineering. Artinya dewasa ini bisnis multimedia sangat menjanjikan dan banyak menciptakan lapangan kerja. "Seperti kita lihat dunia perfilman, animasi, dan multi media jurnalis. Khusus di bidang ini mencapai 35 persen tenaga kerja. Dengan berdirinya UMN akan menjawab tantangan itu," kata Mari Pangestu menutup pembicaraannya.

Kampus UMN berdiri di atas lahan seluas 8 hektar yang akan dilengkapi berbagai fasilitas seperti ruang kuliah, laboratorium dan penelitian, dan perpustakaan berstandard internasional. Selain itu dilengkapi pula dengan gedung convention center bagi mahasiswa. Menurut Ketua Yayasan UMN, Teddy Suryadi target pembangunan seluruh fasilitas akan diselesaikan dalam waktu satu tahun. (persda network/ndr)

Progarm Studi Ilmu Komunikasi UMN
* Prodi Ilmu Komunikasi
- Multimedia Journalism
- Multimedia Public Relation
* Program Studi Komunikasi Visual
* Program Studi DKV
- Artand Design
- Animation
- Digital Cinematography
* Program Studi Teknik Informatika
Menghasilkan lulusan
- Aplikasi Mobile
- Multimedia dan Web
- Sistem Database

* Program Studi Sistem Komputer
Menghasilkan lulusan
- Sistem Telekomunikasi Mobile
- Embedded System
- Jaringan Komputer Internet

* Program Studi Sistem Informasi

* Program Studi Manajemen
- Manajemen Pemasaran
- Manajeman Keuangan

* Program Studi Akuntansi
- Auditing
- Taxation

Bukan Bekerja, Tetapi Ciptakan Lapangan Kerja

RATA-RATA motivasi dari para mahasiwa yang masuk ke Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bukannya ingin mencari pekerjaan tetapi ingin menciptakan lapangan pekerjaan dengan kemampuan yang didapatkannya selama mengikuti kuliah di UMN. "Bukan untuk bekerja tetapi menciptakan lapangan pekerjaan. Sebab di UMN kita dituntut untuk menjadi seorang technopreneur yang handal dan keinginan kami ya menjadi seorang sarjana yang multi media ujar," Alvin mahasiswa jurusan Sistem Informasi UMN di sela-sela kuliah umum di UMN, Jumat (5/9/2008).

Menurut Alvin selain diajari kemampuan multi media juga dibimbing bagaimana menjadi seorang yang memiliki jiwa interpreneurship. "Tentunya harus diimbangi dengan sikap (akhlaq) yang baik," kata Alvin.

Sementara itu Sinta yang mewakili 385 mahasiswa baru UMN mengaku sangat termotivasi setelah mendapatkan arahan dan materi yang disampaikan Menteri Pedagangan Marie Pangestu yang kini menantang para mahasiwa UMN agar dapat berkreativitas di bidang animasi yang kini tengah menjadi program Departeman Pedagangan. Seperti diketahui bidang animasi di bidang perfileman sangat menjanjikan.

Lihat saja flem kartun yang ditonton hampir seluruh anak-anak di Indonesia. Namun sayangnya film animasi dikuasai pihak luar seperti Jepang dan Amerika."Tentunya kami tertantang dan ingin berkreasi dengan membuat film kartun khas Indonesia. Untuk itu kami berharap di UMN ini memberikan bekal untuk menjawab tantangan dan siap memberikan karya," kata Sinta.

Menanggapi ini Rektor UMN, Prof Yohanes Surya PhD mengatakan di era globalisasi yang dinamis ini yang menyatukan warga bumi sebagai satu komunitas, UMN menempatkan diri sebagai sebuah center of excellence suatu kawah candradimuka bagi pengembangan manusia yang handal dalam bidang ICT Indonesia," kata Yohanes. (persda network/ndr)

Pos Kupang Minggu 7 September 2008, halaman 11

Mengenang Oemar Dahlan, Wartawan Lima Zaman

Oleh Iskandar Zulkarnaen

Samarinda (ANTARA News) - "Kemerdekaan boekan djaminan bahwa segala sesoeatoe akan mendjadi beres. Kemerdekaan sekedar memberikan kemoengkinan untuk keberesan itu. Kemoengkinan itu tidak ada dalam alam pendjadjahan".

Amanat tertulis Bung Karno yang ditorehkan di kertas buku saku wartawan Oemar Dahlan itu merupakan hasil wawancara dengan Sang Proklamator pada 17 September 1950. Wawancara tersebut kemudian diterbitkan di halaman depan salah satu koran besar di Kalimantan Timur kala itu, "Masjarakat Baru".

Wawancara langsung dengan Bung Karno saat itu berlangsung di Pelabuhan Samarinda, saat Sang Proklamator akan meninggalkan Samarinda menggunakan pesawat Catalina yang bertambat di Sungai Mahakam akan menuju Balikpapan.

Selain melakukan wawancara, ia sempat meminta, agar Bung Karno menuliskan satu kalimat yang akan menjadi amanah bagi warga Kalimantan Timur (Kaltim) yang akan ditampilkan di halaman depan koran tersebut.

Sebelum kemerdekaaan, sebagai wartawan muda, Oemar sudah ikut dalam berbagai pergerakan menuntut kemerdekaan Indonesia.

Namun, tokoh yang dikenal sebagai "dian tidak pernah padam" itu pada Sabtu (6/9/2008) pukul 14:00 Wita menutup mata dalam usia 95 tahun. Ia meninggalkan istri, lima anak, tujuh cucu dan satu cicit. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka Jalan AM Sangaji Gang 9, dan dikebumikan keesokan harinya.

"Kami sangat kehilangan karena bukan saja almarhum adalah wartawan sejati karena tetap berkarya meskipun sudah tua namun juga dikenal sebagai pahlawan kemerdekaan," kata Ketua PWI Kaltim, Ir. H. Maturidi.

Setelah sakit, tokoh pers Indonesia dan pejuang kemerdekaan itu meninggal dunia di Samarinda. Ia juga meninggalkan sejumlah dokumen dan hasil karya jurnalistik pada hari-hari terakhir di usianya yang ke-95 tahun.

Segenap insan pers Kaltim merasa kehilangan, karena pria kelahiran Samarinda 1913 itu tercatat sebagai wartawan paling senior yang masih berkarya sampai usianya 95 tahun sehingga ia dikenal juga sebagai "wartawan lima zaman", dari zaman perjuangan melawan Belanda, Jepang, Proklamasi Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru sampai Era Reformasi.

Sebelum meninggal, ia masih menghasilkan sejumlah karya serta mengkritisi berbagai persoalan politik dan sosial di tanah air. Padahal, kondisi kesehatannya kian memburuk.

"Tampaknya perjuangan masih panjang, alam reformasi justru tidak menuju titik yang diidamkan para pejuang kemerdekaan namun malah membuat bangsa kian terpuruk," katanya sempat mengkritisi awal bergulir reformasi tahun 1999.

Ia mengkritik sejumlah program yang sebenarnya bagus pada Orde Baru namun dianggap salah pada Era Reformasi sehingga berbagai kegiatan yang dinilainya bermanfaat "diberangus" oleh pemerintah yang berkuasa.

Misalnya, program Pos Yandu yang menjadi ujung tombak bagi Pemerintahan Presiden Soeharto dalam meningkatkan taraf hidup kesejahteraan dan kesehatan rakyat tidak berjalan selama Era Reformasi.

Namun, yang terjadi kemudian, kasus kurang gizi dan folio yang sempat "hilang" di bumi Indonesia pada Orde Baru kemudian menjadi kasus "mewabah" pada Era Reformasi. Saat menyampaikan kritikan itu, usianya sudah 90-an tahun.

Bagi yang mengenal dekat sosok Oemar Dahlan, kritikan seperti itu bukan hal yang baru karena perjuangannya dalam menyampaikan sesuatu yang dianggap benar sudah dijalani sejak era perjuangan kemerdekaan.

Ia terlibat berbagai pergerakan dalam membebaskan diri dari penjajah meskipun bukan secara fisik memanggul senjata namun melalui tulisan-tulisannya di berbagai media massa kala itu.

"Oemar Dahlan juga dikenal sebagai sahabat karib mantan Wapres, almarhum Adam Malik yang ketika itu sama-sama mendirikan Partai Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) sebagaimana diakui oleh Adam Malik dalam suratnya tertanggal 23 Pebruari 1981 yang menyatakan bahwa Oemar Dahlan adalah salah seorang pendiri dan penegak partai Gerindo untuk daerah Kalimantan," kata Maturidi.

Berbagai pergerakan menantang penjajah ia ikuti sehingga Pemerintah Belanda pernah membujuk Oemar agar mau "menyeberang". Ia ditawarkan duduk dalam delegasi Kalimantan Timur ke Konferensi "Bizonder Federal Overleg" (BFO) di Bandung pada 1948.

Namun, Oemar muda secara tegas menolaknya karena tahu maksud Belanda dalam BFO itu untuk membungkam pergerakan melalui politik pecah belah untuk membuat negara federasi.

Di zaman Pemerintahan Belanda, Oemar, karena tulisannya memperjuangkan kemerdekaan, pernah dua kali menghadapi delik pers dan didenda 75 gulden, yakni saat sebagai Redaktur harian "Pewarta Borneo" pada 1935 dan saat menjadi "Hoofdredacteur" (Pimred) "Pantjaran Berita" (koran nasional) pada 1940.

Bila tidak dibayar denda itu, maka ia menggantikan dengan hukuman tiga bulan kurungan. Vonis Landtaat Samarinda dijatuhkan pada 1 April 1940.

Tiga kali Oemar naik banding (revisi) ke Raad Van Justitie (RVJ) di Surabaya namun vonis RVJ memperkuat vonis Landraat Samarinda pada 5 Juli 1940 No. 440/R/Ia, Oemar terpaksa bersusah payah mencari uang sampai menjual harta benda untuk membayar denda 75 gulden karena gajinya sebagai Pimred koran nasional "Pantjaran Baru" hanya 15 gulden.

Pembayaran denda peradilan Penjajah Belanda itu dibuktikan dengan selembar kwitansi tanggal 30 Juli 1940 yang menjadi "zimat" yang sebelumnya selalu dibawa kemana-mana selama 60 tahun.

Oemar muda adalah sosok pemuda simpatik agresif dan patriotik. Dia sangat menentang penjajahan Belanda dan ikut dalam berbagai pergerakan.

Dalam melakukan aksi menentang dengan selalu mengobarkan semangat rakyat tidak selalu melalui tulisan, namun kadang-kadang melalui pertunjukan tonilnya, atau pembacaan puisi puisi dari panggung ke panggung. Selain itu dia aktif pula bekerja di surat kabar baik yang terbit di Kalimantan maupun tanah Jawa.

Tokoh ini lahir dari seorang bapak yang bekerja sebagai juru mudi kapal. Pendidikan formal hanya di HIS selama 3,5 tahun.

Ia putera pertama dari delapan bersaudara dari Dahlan dan Kamaraiah. Ayahnya yang menahkodai kapal Jepang Mudjimaru, sebuah kapal peninggalan Belanda yang semula bernama Andries. Kapal itu tenggelam bersama seluruh awaknya karena diterjang peluru terpedo tentara Australia di Laut Sulawesi karena menyangka itu milik tentara Jepang.

Dalam hidupnya Oemar Dahlan pernah mendapat penghargaan dari Komando Resort Kepolisian 1402 Samarinda tahun 1975 sebagai wartawan teladan.

Dari rektor Unmul pada tahun 1980, Dari Pimpinan Pusat Legiun Veteran (LVRI) Jakarta pada tahun 1982 sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan.

PWI dan Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Kalimantan Timur mengukuhkannya sebagai wartawan teladan di tahun 1985, dan dari Dewan Pimpinan Daerah Golongan Karya (DPD Golkar) Kaltim tahun 1986, serta Walikota Samarinda pada 1987 memberinya anugerah selaku Tokoh Pers dan Tokoh Masyarakat Samarinda.

Penghargaan lain yang diterimanya adalah Satya Lencana Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Jakarta pada 1989, Tokoh Masyarakat Kaltim 1990 dari Gubernur dan DPRD Kaltim, Medali Perjuangan Angkatan '45 dari Dewan Harian Nasional (DHN) Angkatan 45 Jakarta pada 10 Nopember 1990, serta Tokoh Pers Kaltim 1993 dari Gubernur Kaltim.

Penghargaan yang diterima Oemar Dahlan adalah pengakuan akan keberadaan dan perbuatannya baik disaat menegakkan kemerdekaan maupun pada zaman pembangunan.

Silih berganti zaman bagi Oemar memperkuat keyakinannya untuk membela kebenaran melalui penanya, bahkan setelah kemerdekaan ia pun rela melepaskan jabatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Penerangan lantaran merasa kebebasannya menulis terkungkung.

Pada suatu ketika, Oemar juga pernah berkata, "Menjaga dan memelihara kemerdekaan itu adalah sesuatu tantangan yang tak gampang." Saat meninggal dunia, ia masih mendiami rumah sederhana tanpa adanya perabot mewah. (*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/9/10/mengenang-oemar-dahlan-wartawan-lima-zaman/

Majalah Tempo Kalah di PN Jakarta Pusat

Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, mengabulkan sebagian gugatan perusahaan Asian Agri Group (AAG) milik Taipan Sukanto Tanoto terhadap Majalah Tempo, terkait pemberitaan manipulasi pajak.

"Mengabulkan gugatan penggugat sebagian, dan tergugat terbukti melakukan perbuatan penghinaan," kata Ketua Majelis Hakim perkara tersebut, Panusunan Harahap, di Jakarta, Selasa (9/9/2008).

Sebelumnya dilaporkan, dalam materi gugatannya, Asian Agri menggugat Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Toriq Hadad dan PT Tempo Inti Media Tbk.

Perbuatan Tempo dan Toriq dinilai melawan hukum dan menghina dalam pemberitaan kasus dugaan manipulasi pajak oleh Asian Agri yang dimuat majalah tersebut.

Penggugat meminta kerugian material sebesar Rp500 juta dan immaterial Rp5 miliar. Putusan Majelis Hakim PN Jakpus itu menambah derita Tempo setelah sebelumnya digugat oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan gugatan itu dikabulkan oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.

Dalam pembacaan putusan itu, Majelis Hakim menyatakan tergugat harus membayar uang ganti rugi Rp50 juta kepada AAG serta menayangkan permohonan maaf satu halaman penuh dan tiga hari berturut-turut di harian Kompas, Koran Tempo dan Majalah Tempo.

"Tergugat juga harus membayar uang perkara sebesar Rp581 ribu," kata Majelis Hakim.

Dalam pertimbangannya, unsur penghinaan yang dilakukan oleh Majalah Tempo sudah terpenuhi, yakni dengan tidak dipenuhinya hak jawab untuk perusahaan milik bos Raja Garuda Mas itu, AAG.

"Hak jawabnya surat pembaca yang menurut ahli, itu bukan karya jurnalis hingga tidak proporsional," katanya.

Majelis Hakim juga memandang tindakan Majalah Tempo itu melanggar kewajiban hukum dalam melayani hak jawab, yakni asas kepatutan dan ketelitian.

Dikatakannya, sekalipun Undang-Undang (UU) Pers digunakan untuk pers, sifat yang mengandung penghinaan/pencemaran nama baik, maka wartawannya tetap dapat dikenai hukuman bisa membayar ganti rugi.

Seusai persidangan, kuasa hukum Tempo dari LBH Pers, Hendrayana, mengatakan keputusan itu merupakan lonceng kematian bagi pers di tanah air.

"Kami akan banding dengan putusan ini, ini adalah upaya duka cita untuk pers di tanah air," katanya.

Pemred Majalah Tempo yang juga menjadi tergugat, Toriq Hadad, mengatakan Majelis Hakim tidak paham dengan pekerjaan jurnalistik.

Salah satu pertimbangan Majelis Hakim itu, yakni, untuk sumber pemberitaan harus menunggu kepastian dahulu pengadilan, atau yang dapat diartikan untuk berita tidak boleh menggunakan kata dugaan.

"Poin lainnya yang diperhatikan oleh kami, yakni soal penggelapan pajak AAG tidak menjadi pertimbangan Majelis Hakim," katanya.

Sementara itu, kuasa hukum AAG, Hinca Panjaitan, mengatakan pihaknya mematuhi putusan Majelis Hakim yang hanya mengabulkan sebagian gugatan. "Itu putusan hukum, ya harus dihormati," katanya.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/9/9/majalah-tempo-kalah-di-pn-jakarta-pusat/

Wartawan Kurang Paham Gender

KUPANG, PK -- Pemahaman wartawan/wati media cetak dan elektronik di NTT tentang gender atau hal yang sensitif/berpihak pada perempuan dan anak masih sangat kurang. Akibatnya, banyak karya jurnalistik yang bias gender.

Hal ini diakui wartawan/wati yang menjadi peserta Focus Group Discussion tentang Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di ruang rapat Biro Pemberdayaan Perempuan Setda NTT, Sabtu (6/9/2008).

Kegiatan ini diselenggarakan Biro Pemberdayaan Perempuan bekerja sama dengan United Nation Population Fund (UNFPA).

Wartawan yang hadir berjumlah 15 orang, yaitu Asis Tokan (LKBN Antara), Kornelis Kewa Ama (Kompas), Alberth Vinsent (Radio El Shinta), Ina Djara (TVRI Kupang), Alfons Nedabang (Pos Kupang), Yes Bale (Timor Express), Palce Amalo (Media Indonesia), Yos K Diaz (Viesta Nusa), Adi Adoe (RRI Kupang), Hiro Bifel (Fajar Bali), Leo Ritan (Flores Pos), John Seo (Erende Pos), Rudi Riwu Kaho (Kursor), Tere (Radio Madhika), Robert Ola Bebe (Buser Timur) dan Agus Badja (Suara Kupang).

Kegiatan diskusi dipandu Ketua PWI Cabang NTT, Dion DB Putra, dengan pendamping Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan, Dra. Sisilia Sona. Asisten III Setda NTT, Simon P Mesah hadir membawakan materi tentang Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Perlindungan Pemberdayaan Perempuan.

"Selama ini tidak ada yang membekali wartawan tentang jurnalisme yang berperspektif gender sehingga pemberitaan media banyak yang bias. Wartawan malas dan media tidak punya komitmen terhadap pelindungan perempuan dan anak," kata Asis Tokan.

"Be (saya) son (tidak) tahu tulis berita yang berperspektif gender itu yang karmana," ujar Yes Bale dengan dialek Kupang yang kental, polos.

Wartawan yang hadir juga mengakui pengetahuan masih minim tentang produk hukum, di antaranya Undang Undang No 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Peraturan Pemerintah No 4 Tahun 2006. Ketika panitia membagikan buku yang berisi dua jenis aturan ini, wartawan menerimanya dengan 'kaget'.

Diskusi selama kurang lebih dua jam itu menghasilkan beberapa rekomendasi, di antaranya Forum Wartawan Peduli Gender dan Biro Pemberdayaan Perempuan akan membedah berita-berita 'gender' yang sudah dilansir media, melakukan pendidikan dan pelatihan bagi wartawan tentang jurnalisme yang berperspektif gender, mengadakan perlombaan penulisan berita yang berperspektif gender.

"Media harus terus-menerus memberi terang. Demikian peran pers. Isu-isu gender, pelindungan perempuan dan anak, hendaknya dijadikan agenda peliputan media. Forum ini perlu memfasilitasi pertemuan dengan pemimpin redaksi masing- masing media, agar mereka juga berperspektif gender," kata Dion DB Putra.


Sisilia Sona mengatakan, berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi keprihatinan kita bersama, memerlukan upaya pencegahan serta penanggulangan.
Dikatakannya, walaupun UU No 23/2004 tentang KDRT dan PP No 4/2006 telah ada, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak telah ada di setiap Polres/Polresta di kabupaten/kota, namun belum memberikan perlindungan yang maksimal terutama kepada perempuan dan anak korban kekerasan.

"Peran media massa yang diharapkan dapat menjadi focal point yang memiliki corong diharapkan memberikan pemberitaan yang sensitif dan cukup berpihak pada perempuan dan anak. Media harus buat berita yang santun," kata Sisilia Sona.

Sementara itu, Simon P Mesah mengharapkan, media massa menjadi mitra pemerintah dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan anak. Penulisan dan pemberitaan harus berpihak pada perempuan dan anak. (aca)

Pos Kupang edisi Minggu 7 September 2008 halaman 10

Dewan Pers Rumuskan Standar Hak Jawab

JAKARTA, RABU - Banyaknya kasus yang terjadi antara wartawan dan narasumber mendorong dewan pers untuk segera merumuskan standar hak jawab hingga kini rumusan standar hak jawab telah dibahas dalam tiga kali rapat pleno. Hari ini, Rabu (3/9) Dewan Pers bersama organisasi wartawan kembali mengadakan rapat pleno untuk melanjutkan perumusan standar hak jawab di Gedung Dewan Pers, Jakarta.

Agenda rapat pleno ini membahas draft 1 standar hak jawab yang telah disepakati pada rapat pleno sebelumnya 27 Agustus 2008. Hak jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi, atau badan hukum untuk memberikan tanggapan dan sanggahan terhadap pemberitaan.

Permintaan hak jawab dilakukan secara tertulis dan pihak yang mengajukan harus melampirkan identitas diri. Ketua Dewan Pers, Leo Batu Bara mengatakan setelah rumusan standar hak jawab disepakati dalam rapat pleno kemudian akan dibentuk tim kecil dengan anggota Dewan Pers dan wakil dari media yang ditunjuk. "Kalau rapat pleno ketok palu kita akan buat tim kecil." ujar Leo. Leo berharap rumusan standar hak jawab dapat selesai dalam waktu dekat ini.(ANI)

http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/03/2018440/dewan.pers.rumuskan.standar.hak.jawab

Kantor Berita Sedunia Perangi Hackers

Baku (ANTARA News) - Aliansi kantor-kantor berita sedunia yang sedang berkonferensi di Baku, ibukota Azerbaijan, Rabu, menyatakan perang terhadap para hackers yang mengacaukan informasi dan merusak website mereka di internet.

Presiden Organisasi Kantor Berita Asia Pasifik (OANA) Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf dan Presiden Aliansi Kantor Berita Eropa (EANA) Dr.Wolfgang Vyslozil bersumpah bahwa kantor berita harus berada di garda depan untuk menyebarluaskan berita yang akurat, obyektif, independen dan tidak bias.

Konferensi diselenggarakan dalam kaitan pertemuan ke-30 Dewan Eksekutif OANA yang beranggotakan 41 kantor berita dari 33 negara.

Mukhlis Yusuf yang juga Dirut Perum LKBN Antara adalah Presiden OANA untuk periode 2008-2010. Sedangkan EANA beranggotakan 31 kantor berita dari 31 negara di Eropa. Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev membuka dan berdiskusi dengan peserta konferensi.

Menurut Mukhlis, kantor berita harus bisa menyuarakan kebenaran dan mereka yang tidak memiliki suara dengan pemberitaan yang tidak memihak dan independen.

"Banyak sekali berita. Informasi membanjir di internet tanpa harus membayar. Tapi, itu belum tentu bisa diandalkan kebenarannya. Yang sudah teruji keakuratannya adalah informasi dari kantor berita," kata Mukhlis.

Perkembangan media dalam 10-15 tahun terakhir ini dinilai sangat cepat dan dramatis. Untuk menjadi penerbit tidak sesulit dulu.

"Anda hanya perlu laptop, server dan koneksi Internet, jadilah anda wartawan sekaligus penerbit," kata Wolfgang Vyslozil.

Internet telah membuat peningkatan sumber berita dan membuat orang bisa memiliki akses untuk menyampaikan aspirasi, pendapat dan opininya, seperti yang dilakukan para bloggers dan anggota mailing list.

"Tapi berita di internet banyak yang menyesatkan dan bias. Itu sebabnya kantor berita sangat penting dan perannya meningkat," kata Wolfgang yang juga CEO kantor berita Austria APA.

Peran kantor berita makin dirasakan manfaatnya pada saat perang informasi sekarang ini dimana para hackers mengacaukan informasi dan musuh "menghancurkan" website kantor berita. Tidak dijelaskan kantor berita mana saja yang sudah "dikerjai" para hackers.


Liputan independen

Sementara itu, dalam pertemuan dengan peserta konferensi di Istana Kepresidenan, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menekankan pentingnya liputan yang independen. Media harus bebas menyuarakan kebenaran dan bukannyan kebohongan.

"Pandangan dan pendapat boleh berbeda-beda, sikap juga boleh bertentangan, tapi media harus akurat. Karena tugas media adalah menyampaikan kebenaran," katanya.

Presiden Aliyev memberi contoh banyak berita tentang negeri yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Kejahatan-kejahatan yang dilakukan Armenia, negara tetangga yang bermusuhan, tidak pernah diekspos secara luas.

"Wartawan seolah tutup mata terhadap Armenia, tapi sedikit saja ada masalah di Azerbaijan, pasti jadi fokus pemberitaan," kata Aliyev.

Untuk itu, ia mengundang wartawan dari OANA dan EANA untuk datang ke negeri kaya minyak berpenduduk 8,5 juta jiwa itu.

"Lihatlah dengan mata kepala sendiri, terjunlah ke jalan-jalan, wawancarai rakyat kami, ceritakanlah negeri kami apa adanya," demikian Ilham Aliyev.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/9/3/kantor-berita-sedunia-perangi-hackers/

Kades Ludahi Wartawan Global TV

Tangerang, 24/8 (ANTARA) - Kepala Desa (Kades) Sukamantri, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Banten, ME meludahi seorang wartawan televisi nasional Global Tv, Darussalam, Minggu, di Tangerang.

Darussalam mengatakan, selain meludahi, ME yang pekan lalu ditangkap anggota Satuan Narkoba Polres Metro Tangerang Kabupaten karena diduga pengguna narkoba tersebut juga mengintimidasi dengan mengancam akan menyerbu kantor tempat Darussalam bekerja.

Darussalam menjelaskan, insiden intimidasi berawal ketika dirinya diundang oleh pengacara ME, Abu Asmadi untuk menghadiri acara deklarasi ormas Benteng Bersatu.

Korban yang tiba bersama teman seprofesinya, bersilaturahmi dengan pengurus ormas Benteng Bersatu. Namun Darussalam yang sebelumnya pernah meliput penangkapan ME karena dugaan menggunakan narkoba ditolak kades tersebut saat Darussalam mau menyalaminya.

Selanjutnya, ME mengancam akan menyerbu kantor tempat kerja Darussalam sembari meludahi muka wartawan televisi tersebut sebanyak dua kali.

Setelah diludahi, Darussalam meninggalkan lokasi dan menuju kantor polisi Metro Tangerang untuk melaporkan tindakan ME dengan tuduhan melakukan perbuatan tidak menyenangkan.

Sementara itu, pengacara ME, Abu Asmadi membantah tindakan intimidasi yang dilakukan kliennya tersebut karena ME hanya memaki wartawan televisi karena tidak terima atas pemberitaan ME yang diduga menggunakan narkoba.

ME juga diduga merasa kesal karena wartawan yang meliput penangkapan dirinya, tidak hadir saat pihak ME menggelar klarifikasi kasusnya. (*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/24/kades-ludahi-wartawan-global-tv/

Oknum TNI Pukul Wartawan Sinar Harapan

Jakarta, (ANTARA News) - Seorang oknum TNI melakukan pemukulan terhadap wartawan Sinar Harapan, Novan Dwi Putranto.

Seorang saksi mata menuturkan di Jakarta, Sabtu, mengatakan, tindakan main hakim sendiri yang tidak patut dilakukan aparat negara tersebut berlangsung di Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Jumat siang.

Oknum yang mengaku bernama Bahtiar tersebut tengah melaju dengan sepeda motornya dari arah Manggarai menuju Menteng.

Bahtiar berjalan beriringan dengan temannya yang juga mengendarai sepeda motor dan keduanya terlihat tengah mengobrol.

Dari arah belakang, Novan yang berboncengan dengan temannya secara tidak sengaja menyenggol kendaraan Bahtiar yang akhirnya terjatuh.

Novan sempat berhenti dan selanjutnya melaju untuk mencari putaran menuju lokasi kejadian, karena jalan tersebut satu arah.

Namun, teman Bahtiar yang berpotongan rambut cepak mengejar Novan karena mengira akan melarikan diri.

Setelah Novan kembali ke tempat lokasi jatuhnya Bahtiar, tiba-tiba oknum TNI itu langsung memukul Novan.

Tindakan yang tidak patut dilakukan aparat meski dalam kondisi emosi sekalipun tersebut menyebabkan hidung Novan berdarah.

Padahal, Novan sudah menjelaskan kalau dirinya tidak melarikan diri, namun mencari putaran untuk kembali ke lokasi kejadian dan akan menanggung semua kerugiannya.

Akibat peristiwa tersebut, Novan mesti menjalani rawat jalan di RS Cikini, Jakarta Pusat. Bahtiar yang dikonfirmasi meminta maaf atas kejadian tersebut. "Saya emosi, karena saya pikir mau melarikan diri," katanya. (*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/7/12/oknum-tni-pukul-wartawan-sinar-harapan/

Sertifikasi Wartawan Disiapkan Dewan Pers

Serang (ANTARA News) - Dewan Pers saat ini sedang mempersiapkan dan mengusahakan program sertifikasi bagi wartawan yakni dalam bentuk pelatihan etika profesi jurnalistik.

"Sertifikasi sedang diproses Dewan Pers, berupa pendidikan dan pelatihan etika juralistik yang akan diperbaharui setiap dua tahun sekali," kata anggota Dewan Pers bidang komisi pengaduan masyarakat Abdullah Alamudi di Serang, Banten, Sabtu.

Usai berbicara dalam seminar "Peran Media dalam Dunia Pendidikan" di Aula Setda Banten, ia mengatakan sertifikasi bagi wartawan tersebut sangat penting mengingat di era kemerdekaan pers saat ini, banyak orang yang mengaku-ngaku wartawan, namun mereka tidak melaksanakan tugas dan profesi kewartawanannya sesuai kode etik jurnalistik.

Dari ribuan pekerja pers atau orang yang mengaku sebagai seorang wartawan, 80 persen diantaranya tidak pernah membaca kode etik jurnalistik, apalagi memahami dan melaksanakan dalam menjalankan tugasnya, sehingga banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan wartawan.

"Banyak orang yang mengaku wartawan, tapi ujung-ujungnya berharap minta uang kepada narasumber, bahkan sampai memeras," katanya.

Selain sertifikasi atau pendidikan etika jurnalistik bagi wartawan, katanya, lembaga atau perusahaan pers perlu memperketat diri, misalnya harus mempunyai badan hukum yang jelas seperti akta notaris atau akta pendirian.

"Sebelum reformasi kurang lebih ada 260 surat kabar se Indonesia. Setelah itu, data tahun 2006 saja lebih dari 800 koran atau surat kabar yang terbit," kata Abdullah.

Namun demikian, katanya, yang lebih efektif memberikan kontrol terhadap kerja pers adalah masyarakat atau publik itu sendiri, supaya tidak ada yang merasa dirugikan atas pemberitaan atau perilaku wartawan.

"Bila perlu laporkan saja kepada kepolisian, jika ada perilaku wartawan itu tidak sesuai etika," katanya usai seminar yang diselenggarakan Jaringan Jurnalis Televisi dan Dinas Pendidikan Provinsi Banten itu.

Seminar itu diikuti ratusan guru se-Provinsi Banten dengan menghadirkan pembicara lainnya Rektor Universitas Negeri Jakarta Dr Bedjo Sujanto, MPd dan Narsawandi Pilliang Ketua Umum PWI Reformasi.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/2/sertifikasi-wartawan-disiapkan-dewan-pers/

Ichlasul Amal: Wartawan Hati-hati Buat Berita

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pers, Ichlasul Amal, mengatakan wartawan harus berhati-hati setelah ditolaknya permohonan dua wartawan untuk uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya harapkan wartawan harus berhati-hati," katanya setelah mengikuti sidang putusn uji KUHP, di Gedung MK, Jakarta, Jumat.

Ia juga menyarankan wartawan dalam menulis harus punya dasar dengan berdasarkan referensi, misalnya menulis anggapan korupsi bisa diberitakan, tetapi jangan langsung menuduh sebagai seorang koruptor.

Menurut dia, kalau tulisan itu dijadikan alasan pencemaran nama baik, jelas tidak boleh karena melanggar kode etik.

Di samping itu, ia juga mengharapkan agar setiap masalah pemberitaan, wartawan tidak langsung dikenai KUHP atau jangan langsung dipenjara."Harapannya kita selesaikan melalui UU Pers," katanya.

Menanggapi putusan itu, dia semula berharap agar putusannya diberi catatan atau referensi untuk pers dengan menggunakan UU Nomor 40 tahun 1999.

Sementara itu, wartawan senior, Abdullah Alimudi, menyatakan putusan itu menyedihkan bagi kalangan pers karena tetap menggunakan pasal-pasal zaman Belanda.

"Menyedihkan pers, sehingga tetap terancam oleh pasal-pasal dibuat Belanda," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, Mahkamah Kontitusi (MK) menolak uji Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diajukan dua wartawan, Bersihar Lubis (Koran Tempo) dan Risang Bima Wijaya (Radar Yogya).

Hal itu merupakan putusan majelis hakim konstitusi dalam sidang pengucapan putusan dalam rangka Pengujian KUHP terhadap UUD 1945, di Gedung MK, Jakarta, Jumat.

"Menyatakan permohonan para pemohon ditolak," kata pimpinan majelis hakim konstitusi, Harjono.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/15/dewan-pers-minta-wartawan-berhati-hati-buat-berita/

Pers Jangan Gamang Kritik Penguasa

Jakarta (ANTARA News) - Pers jangan gamang kritik penguasa karena perbedaan antara pencemaran dan kritik `sekulit bawang`, bisa ditarik-tarik seperti karet.

Bersihar Lubis, (wartawan Koran Tempo) yang mengajukan uji materi sejumlah pasal dalam KUHP yang kemudian ditolak oleh Majelis Hakim Konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK), saat dihubungi dari Jakarta, Jumat, mengemukakan, kritik sah saja demi kepentingan umum.

"Kita jadi setback, karenanya saya berharap DPR akan mencoret pasal itu saat membahas RUU KUHP yang baru," harapnya.

Menurut Bersihar Lubis, kebebasan pers saat ini terancam.Memang tergantung penegak hukum untuk memilah mana yang menghina dan mana yang merupakan kritik, tetapi akibatnya Dewan Pers menjadi tak berfungsi sebagai penyelesai sengketa pers.

"Saya berharap ada MoU atau SKB antara Dewan Pers, Kapolri, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung (MA) agar kasus pers ditangani Dewan Pers, jangan dikriminalisasikan" kata Bersihar Lubis.

Ia menyatakan keanehannya karena di satu sisi pasal 134, 136 dan pasal 137 KUHP tentang penghinaan kepada presiden telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 lalu.

"Kok pasal 207 tentang penghinaan terhadap penguasa di bawah presiden ditolak, padahal normanya sama. Ini diskriminatif seolah-olah penguasa lebih istimewa dibanding presiden yang semestinya sama di mata hukum," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, Mahkamah Kontitusi (MK) menolak uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diajukan dua wartawan, Bersihar Lubis (Koran Tempo) dan Risang Bima Wijaya (Radar Yogya).

Hal itu merupakan putusan majelis hakim konstitusi dalam sidang pengucapan putusan dalam rangka Pengujian KUHP terhadap UUD 1945, di Gedung MK, Jakarta, Jumat.

"Menyatakan permohonan para pemohon ditolak," kata pimpinan majelis hakim konstitusi, Harjono.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/15/pers-jangan-gamang-kritik-penguasa/

Wartawan Tidak Diperkenankan Jadi Saksi

Makassar (ANTARA News) - Wartawan tidak diperkenankan menjadi saksi di kantor kepolisian atas suatu pemberitaan yang dimuatnya pada koran.

"Wartawan jangan mau jadi saksi. Kesaksiannya itu bisa direpresentasikan dalam produk berita," ujar wartawan senior di berbagai media, Dr. S. Sinansari Ecip dalam diskusi "Lawan Kriminalisasi Pers, Tegakkan Etika Jurnalistik" pada 14 Tahun AJI Kota Makassar di Makassar, Senin.

Demikian pula halnya, lanjut Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat ini bahwa wartawan juga tidak boleh langsung dipidanakan.

"Bila terjadi masalah dengan pemberitaan, maka penyelesaiannya harus seuai dengan undang-undang pers seperti somasi, hak koreksi dan hak jawab," tegasnya seraya menambahkan bahwa wartawan itu sendiri, bertugas menjalankan profesinya dan terikat dengan etika jurnalistik.

"Karya jurnalistik adalah karya politik. Tuduhan pelanggaran pidana adalah karya perseorangan. Pelanggaran pidana tidak benar ditujukan kepada wartawan. Tetapi hal tersebut bisa diarahkan ke masalah perdata," kata Ecip yang aktif menulis buku-buku tentang jurnalistik.

Namun tidak tertutup kemungkinan pula lanjutnya, wartawan itu dapat dijerat pasal pidana bila tidak menjalankan profesinya berdasarkan etika jurnalistik yang telah ditetapkan. Dia mengakui bila masih ada beberapa wartawan yang tidak berjalan pada rel kode etik jurnalistik.

Hal senada dikatakan salah seorang wartawan di Makassar yang secara tegas meminta kepada para jurnalis untuk tidak memenuhi panggilan polisi bila diminta menjadi saksi guna memberikan keterangan di kantor polisi.

Polisi malah disarankan untuk mengutip hasil produk berita wartawan tersebut yang telah ditulisnya dalam koran. Sebab keterangan wartawan yang nantinya akan dimintai di kantor polisi, tidak jauh beda dengan apa yang ditulisnya dalam koran.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/18/wartawan-tidak-diperkenankan-jadi-saksi/

Wapres: Pers Harus Fair

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengatakan pers harus bersikap seimbang dan "fair" sehingga tidak hanya menuntut haknya saja tetapi juga harus melaksanakan kewajibannya.

"Kalau pers hanya mau menuntut haknya tetapi tak mau melaksanakan kewajibannya itu tidak fair," kata Wapres Jusuf Kalla saat menghadiri HUT Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Jakarta, Selasa malam.

Menurut Wapres kebebasan pers bukan hanya untuk kebebasan. Ia melanjutkan bahwa tidak ada kebebasan pers tanpa batas. Tidak ada kebebasan pers yang tanpa dibatasi oleh undang-undang.

"Pers berhak untuk memberitakan apa saja tetapi pers berkewajiban mempertanggungjawabkan apa saja yang ditulisnya," kata Wapres.

Kalla juga mencontohkan di negara Amerika Serikat juga kebebasannya ada batasnya. Kebebasan juga ada aturan dibatasi undang-undang.

"Jadi kebebasan itu bukan untuk kebebasan, tetapi kebebasan itu untuk kemaslahatan bangsa. Karena itu pers berikan optimisme, berikan manfaat," katanya.

Dia menjelaskan bahwa kebebasan di tiap negara berbeda-beda. Wapres mengaku saat ini menikmati kebebasan pers yang ada di Indonesia. Menurut Wapres yang diperlukan bangsa ini adalah membangun optimisme.

"Dimana batas kebebasan itu?. Batas kebebasan pers ketika di saat kita melanggar hak orang lain," katanya.

Dalam kesempatan itu Wapres meminta pers terus memberikan optimisme. "Kritiklah dengan betul tetapi fair juga dengan optimisme," kata Wapres.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/8/26/pers-harus-fair-kata-wapres/

Kebebasan Pers untuk Kesejahteraan Masyarakat

Padang Aro (ANTARA News) - Ketua Umum PWI Pusat, Margiono, mengatakan, kebebasan pers begitu diagungkan oleh wartawan dalam pemberitaan, hendaknya diaplikasikan untuk kesejahteraan masyarakat.

Hal disampaikan Ketua Umum PWI Pusat, Margiono, pada saat memberikan sambutan pada Konferensi I PWI Perwakilan Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, di Gedung Nasional Muarolabuh, Rabu.

Dalam kesempatan itu, Margiono juga berharap pada Bupati Solok Selatan, untuk bersedia menggandeng para wartawan di daerah itu dalam pembangunan dan memajukan daerah.

Ketua PWI Perwakilan Solok Selatan terpilih, Hendrinof (wartawan harian Singgalang), Sekretaris, Ahmad Jalinus dan Bendahara Marnus Caniago.

kut hadir pada acara itu, juga Ketua PWI Sumbar, Basril Basyar, Ketua DPRD Solsel diwakili Syukur dan SKPD.

Menyikapi hal itu, Bupati Solok Selatan, Syafrizal J, mengatakan, bahwa berjalannya pembangunan di kabupaten itu, tidak lepas dari peran serta wartawan dalam memberikan informasi yang cukup berimbang ke publik.

"Kita minta agar bisa dipertahankan, guna memberikan informasi yang positif kepada masyarakat," katanya dan menambahkan, hingga kini masih ada sebagian besar masyarakat Solsel yang berada pada pelosok belum menikmati informasi dari media massa.

Bupati berharap, agar PWI sebagai organisasi kewartawanan mampu memberikan andil dalam penyampaian informasi kepada masyarakat yang belum mendapatkan informasi itu.

Syafrizal juga menyinggung, soal wartawan bodrex yang berkeliaran. "Ketika ditanya mengaku wartawan, namun ditanya kartu identitas, menjawab belum jadi dan sedang diurus," ucapnya.

Kendati dalam penutupan Konferensi I PWI itu, Wakil Bupati Solok Selatan, Nurfirmanwansyah, mengharapkan supaya dalam pemberitaan wartawan mampu memberikan informasi yang benar sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

"Jangan sampai karena tanpa ada cek dan ricek, informasi yang diberikan atau diterima wartawan ternyata mengandung sesuatu yang tidak betul," katanya singkat.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/9/3/kebebasan-pers-harus-untuk-kesejahteraan-masyarakat/