PWI NTT Gelar Diskusi Publik tentang Masalah Perbatasan

Ketua PWI Provinsi NTT, Dion DB Putra
KUPANG, PK- Nusa Tenggara Timur (NTT)  berada di lokasi yang strategis, berbatasan dengan dua negara yaitu Australia dan Timor Leste. Namun, kondisi yang tercipta di wilayah perbatasan (wiltas) sangat memprihatinkan. Salah satunya keterbatasan telekomunikasi ketika berada di wiltas.

Rektor Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW)   Kupang, Frankie Jan Salean, S.E, M.P, selaku Pembicara Pada Dialog Publik, yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTT di kampus UKAW, Kamis (16/4/2015), mengungkapkan realita yang dialaminya ketika berada di wiltas.

Untuk urusan komunikasi menggunakan handphone, lanjut Frankie, banyak pulsa yang tersedot habis, karena Telkomsel mengalihkan panggilan ke panggilan internasional, atau roaming.  "Sinyal pun sangat lemah, dengan  roaming paling mahal di dunia. Satu kali sms Rp 5.000, telepon satu detik 7000 ribu," ujar Kasrem 161 Wira Sakti Kupang, Kolonel (Inf) TNI Adrianus Suryo Agung Nugroho.

Pembangunan Wilayah Perbatasan Memprihatinkan

Ketua PWI Provinsi NTT, Dion DB Putra
WALAUPUN NTT memiliki posisi strategis karena berbatasan dengan dua negara yakni Timor Leste dan Australia, tapi pembangunan wilayah perbatasan masih sangat memprihatinkan. Karena itu, dibutuhkan perhatian semua elemen terkait dalam pelaksanaan pembangunan perbatasan.

Demikian salah satu intisari dalam dialog publik terkait peran Pemda, Masyarakat, dan Media Massa dalam menjaga wilayah perbatasan NKRI hasil kerja sama PWI dan Universitas Artha Wacana (UKAW) Kupang, Kamis (16/4/20155).

Ketua PWI Dion DB Putra dalam sesi diskusi menilai, berdasarkan pantauan pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan RI dan RDTL memperihatinkan. Hal itu ditandai dengan infrastruktur jalan dan jembatan yang rusak. Fakta itu berbanding terbalik dengan kondisi di negara tetangga yang infrastrukturnya lebih memadai. Apalagi, fokus pembangunan negara tetangga dimulai dari perbatasan.