Demo May Day Ricuh, Wartawan Dikasari Polisi

KUPANG, PK -- Aksi unjuk rasa yang digelar kelompok yang menamakan diri SPARTAN (Sukarelawan Pejuang Rakyat Untuk Pembebasan Tanah Air) dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day tanggal 1 Mei dan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2009, di Jalan Sudirman, Kupang, Jumat (1/5/2009), berakhir ricuh.

Kelompok ini terdiri dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Kupang, Senat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, Gerakan Seni dan Kebudayaan Kerakyatan (Gersak), Gerakan Mahasiswa Atadei (Gema) Kupang, Senat Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW), dan Serikat Rakyat Miskin Kota (SRMK). 

Pantauan Pos Kupang, Jumat (1/5/2009), aksi yang diikuti oleh 30-an orang ini dikawal oleh satuan polisi dari Polresta Kupang. Pendemo sudah berkumpul di depan Kampus Unwira Kupang, Jalan Ahmad Yani, sekitar pukul 08.30 Wita sambil melakukan orasi secara bergantian. Mereka mulai bergerak menuju Gedung DPRD NTT di Jalan El Tari sekitar pukul 10.30 Wita, dengan melakukan long march dalan bentuk barisan yang rapi.

Sebuah mobil pick up warna putih memuat genset dan sound system untuk pengeras suara serta seorang orator, mendahului barisan. Aksi ini dimulai dari depan kampus Unwira, Rumah Sakit (RS) Wirasakti, Rumah Sakit Umum (RSU) Kupang, kawasan pertokoan Kuanino, dan akan berakhir di Gedung DPRD NTT. 

Sekitar pukul 11.40 Wita, bermula dari macetnya genset yang dipakai pengunjuk rasa untuk pengeras suara. Pendemo pun menepi untuk memperbaiki genset tersebut dan baru melanjutkan aksinya. Sekitar 10 menit kemudian seorang anggota satuan polisi dari Polresta Kupang meminta agar pengunjuk rasa melanjutkan aksinya sambil memperbaiki gensetnya. Permintaan itu ditolak oleh koordinator lapangan dengan alasan bahwa aksi ini dalam bentuk kampanye memperingati Hari Buruh Internasional sehingga sangat membutuhkan pengeras suara. 

Mendengar penjelasan itu, oknum polisi tersebut mengatakan kepada pendemo bahwa kalau sampai pukul 12.00 Wita maka aksi demo tersebut akan dibubarkan secara paksa. Saat bersamaan, Kasat Samapta Polresta Kupang, AKP Iwan Iswahyudi meminta pendemo menumpang mobil pengendalian masa (Dalmas) untuk diantar ke Gedung DPRD NTT, namun para pendemo tidak bersedia dan melanjutkan aksi mereka. 

Ketika rombongan pendemo tiba di depan Toko Sepatu Gracia Shoes Kuanino di Jalan Sudirman, puluhan anggota polisi mengarahkan pendemo menuju Asrama TNI AD Kuanino. Hal ini membuat para pendemo protes dan mengatakan bahwa rute mereka yang terakhir adalah Gedung DPRD NTT, bukan menuju asrama TNI AD Kuanino. 

Saat itu, polisi mulai bertindak anarkis dan membubarkan para pendemo. Dari aksi anarkis ini, para pendemo berlarian, sementara Koordinator Lapangan (Korlap), Joao Motta dan Ketua LMND Kota Kupang, Josef Asafat dan salah satu pendemo lainnya, Paul, babak belur dihajar polisi, kemudian ditarik secara paksa ke atas mobil patroli dan dibawa ke Mapolresta Kupang. 

Salah seorang wartawan SKH Pos Kupang, yang meliput peristiwa itu pun sempat dikasari oleh beberapa polisi, termasuk Kasat Samapta Polresta Kupang, AKP Iwan Iswahyudi. Para anggota polisi tersebut melarang agar jangan ada yang meliput kejadian tersebut. "Cepat hapus foto yang baru kamu ambil. Kamu wartawan dari mana?" kata Iswahyudi sambil menarik tanda pengenal wartawan tersebut. 

Sementara ada anggota polisi lain yang mengatakan, "Kamu wartawan yang benar sedikit, bangsat, monyet, memangnya wartawan kebal hukum?" kata polisi tersebut.
Kasat Samapta Polresta Kupang, AKP Iwan Iswahyudi yang memimpin langsung pembubaran aksi ini, kepada Pos Kupang, mengatakan, aksi ini terpaksa dibubarkan karena para pendemo tidak mengantongi surat izin dari pihak Polresta Kupang. Pendemo, katanya, baru memasukkan surat pada Jumat (1/5/2009) pukul 01.00 dinihari. 

"Sesuai aturan, harus dua hari sebelum aksi, surat sudah harus dimasukan. jadi ini merupakan aksi ilegal yang tidak boleh dibiarkan karena akan mengganggu arus lalulintas dan ketenangan masyarakat, " kata Iswahyudi.

Ketua Serikat Rakyat Miskin Kota (SRMK), Rio Ello, yang ditemui di Kampus Unwira, usai aksi demo, mengatakan, surat pemberitahuan aksi diantar langsung oleh Korlap, Joao Motta ke Polresta Kupang, Kamis (30/4/2009) pukul 08.45 Wita. Ia sangat menyesalkan sikap aparat yang sangat brutal seperti preman. Menurutnya, pihaknya tidak perlu meminta izin tapi sekedar memberitahukan dan pihak kepolisian wajib mengawal mereka. 

Ia mengatakan, tindakan aparat tersebut telah melanggar hak asasi manusia, yaitu 
hak sipil politik (SIPOL) Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak Rakyat untuk Menyampaikan Pendapat. Untuk itu, Ia meminta Kapolda NTT segara menindak Kapolresta Kupang dan bawahannya yang bertindak layaknya preman itu. "Kami minta Kapolda memecat Kapolresta Kupang dan Kasat Samapta-nya, karena tidak pantas polisi bertindak demikian," kata Ello dengan keras.

Mengenai ketiga temannya yang digelandang ke Mapolresta Kupang, ia berharap agar mereka segera dibebaskan. Saat ini, lanjutnya, mereka sedang melakukan konsolidasi massa mengumpulkan data-data untuk dilaporkan ke KOMNAS HAM di Jakarta. (gg)

Wartawan Dikeroyok Polisi 

SALAH seorang Wartawan SKH Pos Kupang diintimidasi dan diperlakukan secara kasar oleh beberapa anggota polisi dari Polresta termasuk Kasat Samapta Polresta Kupang, AKP Iwan Iswahyudi yang membubarkan secara paksa aksi unjuk rasa dari kelompok SPARTAN, Jumat (1/5/2009). Peristiwa ini berawal ketika wartawan tersebut hendak memotret aksi anarkis para polisi yang membubarkan para pendemo dari kelompok SPARTAN. Saat mengambil gambar, beberapa anggota termasuk Iwan Iswahyudi menyuruh wartawan tersebut untuk menghapus semua foto tentang kejadian tersebut dari kameranya. 

Namun wartawan tersebut menolaknya, dan mengatakan, ia wartawan Pos Kupang dan berhak meliput kejadian tersebut, termasuk mengambil gambar. Akibatnya beberapa anggota polisi termasuk Iwan Iswahyudi mendorong wartawan tersebut dengan kasar. Bahkan ada yang menarik-narik tanda pengenal wartawan tersebut dengan keras. 

"Cepat hapus foto yang baru kamu ambil. Kamu wartawan dari mana?" kata Iswahyudi sambil menarik tanda pengenal wartawan tersebut. Sementara ada anggota polisi lain yang mengatakan "Kamu wartawan yang benar sedikit, bangsat, monyet, memangnya wartawan kebal hukum?" kata polisi tersebut.

Kasat Samapta Polresta Kupang, AKP Iwan Iswahyudi, yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, menyangkal melakukan intimidasi terhadap wartawan Pos Kupang, Frederikus R Bau, ketika meliput aksi unjuk rasa yang digelar kelompok SPARTAN di Jalan Sudirman, Kelurahan Kuanino, Kupang, Jumat (1/5/2009).

"Saya tidak melakukan intimidasi terhadap wartawan itu. Apalagi menyuruh untuk menghapus foto. Saya tahu juga tentang UU Pers," kata Iswahyudi di ruang kerjanya di Mapolresta Kupang usai insiden tersebut.

Dia mengatakan, saat peristiwa itu terjadi wartawan Pos Kupang berada di antara para pendemo, sehingga dirinya mengajak untuk menjauh dari tempat itu sambil meminta wartawan bersangkutan menunjukkan kartu identitasnya. Saat itu anggota kepolisian sedang mengevakuasi para pendemo yang melakukan aksi demo tanpa izin.

"Saya hanya merangkulnya sambil keluar dari kerumunan massa itu. Saya tidak menyuruh wartawan itu menghapus file foto. Saya paham terhadap UU Pers itu," kata Iswahyudi.

Terkait aksi pembubaran para pendemo oleh anggota kepolisian, kata dia, dilakukan karena para pendemo sudah mulai bersikap anarkis dan tidak mengindahkan permintaan kepolisian agar tertib dalam menjalankan aksi demo. (gg/ben/aa)

Pos Kupang 2 Mei 2009 halaman 6

Anna Maria Jopek Kunjungi PWI Pusat

Jakarta (PWI News) - Anna Maria Jopek (39), penyanyi jazz dari Polandia, ditemani Tomasz Lukaszuk selaku Duta Besar Polandia untuk Republik Indonesia (UI), pada Senin mengunjungi Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat guna memperkenalkan misi kebudayaan Polandia ke masyarakat RI.

"Saya gembira dapat diterima di tengah-tengah wartawan Indonesia, dan berada di ruangan yang megah ini. Saya dalam waktu dekat akan mengadakan konser di Jakarta, setelah melakukan hal yang sama di Denpasar dan Surabaya," ujar penyanyi kelahiran 14 Desember 1970 di Warsawa, ibukota Polandia, itu di kepada wartawan di Ruang Rapat Utama PWI Pusat, Jakarta

Pada 30 April 2009 lalu, Anna Jopek mengadakan live concert di Denpasar (Bali) dan Surabaya (2 Mei), serta bakal manggung kembali di Jakarta (6 Mei). "Saya berterima kasih masyarakat Bali dan Surabaya telah menerima saya secara baik dan meriah. Saya berharap hal yang sama dari masyarakat Jakarta," katanya.

Anna mengemukakan bahwa konsep musiknya secara ritmis, harmoni dan tata suara sangat kental dengan kebudayaan bermusik masyarakat Polandia, namun secara internasional bersinggungan langsung dengan musik jazza.

Perempuan dari tanah kelahiran salah seorang tokoh musik tingkat dunia, Chopin, tersebut sejak kecil akrab dengan musik klasik. Ia mahir memainkan piano klasik lantaran ditempa di Akademi Musik Chopin di Warsawa.

"Pada awalnya, saya adalah musisi. Bagi saya bermusik adalah misteri yang mendasar, dan sangat sulit untuk dijelaskan. Oleh karena itu, saya berupaya keras untuk mendapatkan solusi terbaik. Ini hal yang tidak akan pernah selesai, dan inilah daya tarik bermusik dalam dunia saya," demikian Anna Maria Jopek. (*)

Presiden dan Hak Pilih Wartawan

Jakarta (ANTARA News) - Pemilu dan hak pilih di mata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono demikian penting hingga wartawan pun yang biasa meliput di lingkungan Istana Kepresidenan diingatkan secara khusus tentang hal itu.

"Para wartawan, silahkan gunakan hak pilihnya dulu ya di dekat rumah masing-masing sebelum berangkat meliput. Jangan sampai tidak," kata Presiden Yudhoyono di sela-sela acara doa dan dzikir bersama di kediaman pribadinya di Cikeas Bogor, Rabu (9/4/2009 malam.

Kepala Negara mengatakan ia akan datang ke TPS di dekat rumahnya sekitar pukul 11.00 WIB sehingga ada waktu bagi para wartawan untuk menunaikan hak pilihnya terlebih dahulu di TPS masing-masing sebelum pergi meliput kegiatan di pemungutan suara di Cikeas.

"Jadi ke TPS dulu baru kemudian berangkat untuk meliput kegiatan pemungutan suara di sekitar Cikeas ini," paparnya diikuti senyum.

Ia juga mengatakan di TPS dekat sekolah alam yang akan didatanginya menurut laporan petugas KPPS hanya terdapat delapan surat tambahan suara sehingga wartawan diimbau untuk menunaikan hak pilihnya di tempat masing-masing.

"Pada 2004 lalu, ada 86 wartawan yang ikut mencoblos di TPS sini, itu dikiranya penggelembungan suara, padahal hanya wartawan yang pindah mencoblos," katanya. (*)