Dewan Pers Gelar Diskusi Publik di Kupang

KUPANG, PK -- Dewan Pers menggelar Diskusi Publik di Kupang, Sabtu (21/6/2008), besok. Diskusi publik ini digelar setelah Dewan Pers mencermati adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap wartawan di Propinsi NTT.

Diskusi Publik dengan tema "Kebebasan Pers, antara Harapan dan Kenyataan" ini digelar Dewan Pers bekerja sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang NTT. Diskusi tersebut berlangsung di aula Studio RRI Kupang, Sabtu (21/6/2008) dan akan disiarkan langsung RRI Kupang.

Demikian dikatakan Ketua PWI NTT, Dion Bata Putra, saat konferensi pers di Balai Wartawan NTT, Jalan Veteran, Kelapa Lima, Kamis (19/6/2008) siang.

Diskusi Publik menghadirkan dua pembicara utama dari Dewan Pers, yakni Leo Batubara dan Abdullah Alamudi. Keduanya adalah anggota Dewan Pers.

Dion menjelaskan, sebenarnya mekanisme penyelesaian masalah terkait pemberitaan pers sudah diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Namun mekanisme menurut UU tersebut cenderung diabaikan dan masalah pemberitaan sering berbuntut pada tindak kekerasan terhadap wartawan. Bahkan, katanya, sangat disayangkan karena yang melakukan tindak kekerasan atau ancaman terhadap wartawan justeru oleh pejabat-pejabat publik yang semestinya mengatahui dan mengerti tetang aturan dan bagaimana baiknya menyelesaikan masalah-masalah terkait pemberitaan pers.

Selama enam bulan terakhir, katanya, sudah terjadi empat kasus kekerasan/ancaman terhadap wartawan di NTT. Kasus pertama (12 Februari 2008), menimpa wartawan Timor Ekspress, Yopi Lati saat sedang meliput di kantor Kejati NTT. Yopi diperlakukan secara kasar oleh Hadi Purwoto, S.H (Asisten Pidana Umum Kejati NTT) yang merasa dirugikan akibat pemberitaan pers.

Kasus kedua menimpa Hendrik Rongga Beni (wartawan NTT Expo) yang bertugas di Ende. Beni dikejar oleh Sekda Kabupaten Ende, Drs. Iskandar Mberu di Bandara Haji Hasan Aroeboesman Ende.

Kasus ketiga menimpa Yakobus Lewanmeru alias Obby (wartawan Pos Kupang), 17 Februari 2008. Obby dipukul oleh sejumlah pria sampai korban menderita luka dan sempat dirawat sekitar satu minggu di rumah sakit. Sebelum memukul Obby, para pelaku menyebut tentang berita yang ditulis Obby.

Kasus keempat menimpa Benidiktus Jahang (wartawan Pos Kupang) dan Robert Kadang (wartawan Timor Ekspress). Keduanya diancam dan diperlakukan secara kasar oleh Komisaris Besar Polisi Alfons Loemau di Mapolresta Kupang, saat keduanya sedang menjalankan tugas jurnalistik.
Dion yang adalah Pemimpin Redaksi SKH Pos Kupang ini, menambahkan bahwa, salah satu wartawati Pos Kupang, Adiana Ahmad yang bertugas di Sumba Timur, juga dilaporkan ke Polres setempat oleh Elisabeth Ninggedi, pegawai Dinas Peternakan Sumba Timur, yang merasa dirugikan akibat berita Pos Kupang.

Dion menjelaskan, kasus-kasus tersebut juga hendaknya menjadi bahan refleksi bagi wartawan. "Ini kesempatan juga untuk refleksi. Apakah wartawan sudah patuh pada kode etik jurnalistik dan pada aturan hukum dalam menulis berita? Karena itu melalui diskusi publik ini mari kita dengar apa kata masyarakat tentang pers, tentang wartawan. Juga Dewan Pers mensosialisasikan bagaimana memperlakukan wartawan jika ada berita-berita yang merugikan," katanya.

Jumpa pers terkait Diskusi Publik Dewan Pers tersebut juga dihadiri Ketua Dewan Kehormatan Daerah PWI Cabang NTT, Pieter E Amalo dan anggota Dewan Kehormatan Daerah, Damyan Godho. (pol)

Pos Kupang edisi Jumat 20 Juni 2008, halaman 3

Tidak ada komentar: