Dari Nostalgia SBY di Atambua (1)


Oleh Ferdinandus Hayong

BANGGA, haru dan senang. Begitulah pancaran wajah warga Kabupaten Belu. Kamis (10/2/2011) menjadi hari bersejarah buat warga Belu.

Maklum, selama menjabat sebagai Presiden RI, baru pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginjakkan kaki di tanah Rai Belu.

Massa berjubel di jalur yang bakal dilintasi rombongan presiden tanpa putus. Dari Nurobo hingga Atambua, semua warga membentuk pagar betis. Panas terik tak mengurungkan niat mereka menyambut Presiden. Warga tak bergeser sejengkal pun. Lapar dan dahaga tak dihiraukan. Siswa sekolah di Belu diliburkan. Kerinduan warga untuk melihat dari dekat wajah pemimpinnya sangat kuat. Warga ingin melihat sosok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara langsung.


Penyambutan Presiden SBY laksana pahlawan perang yang baru pulang dari medan laga. Lambaian bendera merah putih dari kertas tanpa henti. Sambutan penuh histeris warga ketika rombongan Presiden SBY memasuki pintu perbatasan Belu-TTU di Nurobo, Kecamatan Raimanuk.

Lambaian tangan Presiden SBY dari balik kaca kendaraan Indonesia I membuat warga terharu. Ada warga yang menitikkan air mata gembira.


Raungan sirene memecah alam Belu. Di semua sudut jalur yang dilewati rombongan, aparat keamanan (Polri, TNI, Satpol PP) tegap berdiri. Untuk kepentingan pengamanan presiden, anggota Polri dari luar Pulau Timor di-BKO ke Atambua. Anggota Samapta dan Brimob dari Polres Sikka, Polres Manggarai dan Sumbar Barat didatangkan. Kendaraan taktis Gegana disiagakan di Kota Atambua. Prosesi rombongan presiden SBY berjalan aman dan lancar.

Tepat pukul 15.30 Wita, rombongan Presiden SBY tiba di halaman depan Mapolres Belu. Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya dan Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez terus mendampingi sang presiden dan Ibu Negara Ani Yudhoyono menuju `Rumah Pintar yang berjarak sekitar 100 meter dari Mapolres Belu. Sejumlah menteri, seperti Menpora, Andi Mallarangeng, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, Mendiknas, Muhammad Nuh, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perumahan Rakyat, Panglima TNI dan petinggi TNI lainnya ikut dalam rombongan.

Meriah. Pasukan pengawal presiden sibuk mengatur. Para undangan harus membaur bersama anggota drum band dari SMAK Surya Atambua. Tanpa mengenal status sosial, semuanya membaur. Aturan protokoler istana menghendaki demikian.

Di sekeliling "Rumah Pintar" warga tumpah ruah melihat dari dekat wajah Presiden SBY dan ibu. Tiupan musik suling dari siswa SDI Hanen, Kecamatan Laenmanen, memanjakan langkah presiden. Senyum disertai lambaian tangan presiden dan ibu membuat warga berteriak histeris.

Presiden dan ibu menyambangi para siswa di rumah pintar. Senda gurau, canda tawa memenuhi sudut ruangan dalam Rumah Pintar.

"Anak-anak menggambar apa? Wah bagus gambarnya ya. Jangan lupa belajar ya biar pintar dan cita-citanya tercapai," kata Ibu Ani menyapa murid TK yang asyik menggambar. Rileks, tidak ada kesan kaku ketika para murid TK menjawabi pertanyaan Ibu Negara.

Tanpa ada sambutan. Para tetamu hanya sebatas melihat wajah Presiden dan tidak diberi ruang untuk berjabatan tangan. Keamanan Presiden dijaga sangat ketat. Sejumlah warga kota merasa terharu melihat dari dekat wajah Presiden dan Ibu Negara. Meskipun harus meninggalkan tugas kesehariannya, tidak membuat mereka patah semangat.

"Saya datang dari pagi karena tetangga bilang Bapak Presiden datang ke Atambua melalui jalan darat. Saya sangat terharu melihat wajah Bapak Presiden. Beliau sangat rendah hati dan terus tersenyum. Selama ini saya hanya bisa lihat lewat televisi, tapi hari ini saya melihat wajah Bapak Presiden langsung. Ibu Negara juga saya sudah lihat langsung meskipun tidak sempat jabat tangan," komentar Maria Moruk, warga Wekatimun.
Selama 30 menit di rumah pintar. Raungan sirene pengawalan rombongan bergerak. Tujuan markas komando Batalyon 744/Satya Yudha Bakti (SYB) di Tobir, Kecamatan Tasifeto Timur. Sepanjang 8 kilometer ke arah Tobir, lambaian tangan Presiden dan Ibu Ani terus menyapa warga. Pagar betis warga tanpa putus hingga markas Yonif 744/SYB. Mengharukan, meski panas matahari menyengat. Warga berkeinginan melihat dari dekat wajah presiden murah senyum itu.

Di Markas Yonif 744/SYB, prajurit penerima rombongan sigap. Rombongan diarahkan meninjau tenda penginapan. Presiden diberi baret hijau untuk sekedar bernostalgia, 25 tahun lalu di medan pertempuran di Timor Timur.

Sekapur sirih Komandan Yonif 744/SYB, Letkol (inf) Asep Nurdin menyapa. Nurdin mengatakan,kehadiran Presiden SBY merupakan kehormatan bagi keluarga besar Yonif 744/SYB. Meski di tengah kesibukan sebagai kepala negara dan pemerintahan di Jakarta, Presiden masih menyempatkan diri bertemu prajurit TNI di Yonif 744/SYB.

Segenap prajurit berbangga karena mantan Komandan Yonif 744/SYB kini menjadi Presiden RI. Selaku sesepuh prajurit Yonif 744/SYB, kata Asep, mereka selalu mengharapkan petuah untuk perjuangan prajurit dalam menjaga perbatasan RI-RDTL.
Menurut buku profil Batalyon Infanteri 744/SYB, sesuai surat keputusan KSAD nomor : SKEP/1180/XII/1977 tanggal 14 Desember 1977, maka diresmikan Batalyon Infanteri 744/BS yang masuk dalam jajaran Kodam IX/Udayana. Peresmian pembentukannya dilaksanakan di Dili tanggal 24 Januari 1978 sekaligus dengan penyerahan Tunggul Batalyon Infanteri 744/BS Satya Yudha Bhakti dengan inspektur upacara, Pangdam XVI/Udayana, Brigjen TNI Soeweno mewakili KSAD.

Saat itu pula dilantik Mayor (Inf) M Yunus Yosfiah sebagai Komandan Yonif 744/BS yang pertama dan Kapten (Inf) A Rozak sebagai wakilnya. Sementara Presiden SBY di jajaran Yonif 744/SYB memimpin batalyon ini dari tanggal 5 Februari 1986 sampai dengan 7 April 1988. Adapun personel yang diisi oleh para pejuang integrasi yang sudah dibekali pendidikan kemiliteran sebagai tamtama dan bintara dan perwiranya diisi oleh para bintara dan perwira dari jajaran Kopasandha, Kostrad, Kodam IV/Siliwangi, Kodam VII/Diponegoro, Kodam VIII/Brawijaya dan Kodam XVI/Udayana sendiri.

Berdasarkan Surat keputusan KASAD nomor :Skep-155/II/1978 tanggal 21 Pebruari 1978 status Yonif 744 sebagai Batalyon berdiri sendiri, organik administrasi berada di bawah Kodam XVI/Udayana. Setelah dibentuk Korem 164/Wira Dharma pada tanggal 26 Maret 1979, maka secara taktis Yonif 744 berada di bawah Danrem 164/Wiradharma hingga tahun 2000. Sesuai dengan surat perintah Pangdam IX/Udayana nomor : Sprint 500/IV/1985 tanggal 8 April 1985 telah alih status dari Yonif 744/BS menjadi Yonif ter 744/Satya Yudha Bhakti Rem 164/Wira Dharma yang langsung berada di jajasan Rem 164/WD.

Sejalan dengan perkembangan situasi, terjadinya reformasi yang digulirkan mahasiswa dan segelintir elite politik ternyata membawa perubahan juga pada situasi Timor Timur yaitu diberikannya opsi untuk jajak pendapat sesuai dengan hasil pertemuan Tripartit antara Indonesia, Portugal dan PBB di New York.

Ternyata hasil jajak pendapat dilaksanakan akhir Agustus 1999, sebanyak 79 persen masyarakat Timor Timur menginginkan agar wilayah ini kembali memperoleh kedaulatan sendiri sebagai satu negara lepas dari ikatan dengan NKRI.
Yonif 744/SYB dengan berat hati dan hati terluka terpaksa meninggalkan Timor Timur untuk melaksanakan evakuasi ke wilayah NTT.

Sesuai keadaan, maka Korem 164/WD dilikuidasi dan status Yonif 744/SYB kembali berada di bawah Kodam IX/Udayana, BKO Korem 161/Wirasakti-Kupang hingga kini. (bersambung)

Pos Kupang, 12 Februari 2011 halaman 1

Tidak ada komentar: