Dari Nostalgia SBY di Atambua (2)

Oleh Ferdinandus Hayong

MENGENAKAN baret hijau. Gagah dan tampan. Nostalgia 25 tahun lalu teringat kembali. Semua mata tertuju pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika memasuki aula Graha Vivava. Mars Batalyon Infanteri (Yonif) 744/Satya Yudha Bakti membahana dari mulut ratusan prajurit ketika rombongan melangkah ke podium.

Komandan Yonif 744/SYB, Letkol (Inf) Asep Nurdin membakar semangat. Mars berakhir. Semua diam. Protokol membuka suasana, menyapa setiap undangan yang hadir. Danyon 744/SYB menyapa dengan sekapur sirih, menyampaikan penghormatan atas kunjungan sesepuh Danyon 744/SYB yang kini menjadi Presiden RI.

Profil sejarah Yonif 744/SYB diputar pada layar lebar yang dipasang di hadapan rombongan SBY dan para prajurit. Hening. Protokol pun melanjutkan acara. Mempersilakan Presiden SBY memberikan amanah. Tepuk tangan membahana.

Presiden SBY menyatakan kegembiraannya bisa hadir bersama istri di Batalyon yang pernah dipimpinnya. Batalyon 744/SYB dalam sejarahnya memiliki keunikan dan kekhasan dibandingkan dengan batalyon lainnya di republik ini. Ketika batalyon ini masih ada di Timor Timur, yang melekat di dada para prajurit adalah mempertahankan sang Saka Merah Putih. Namun, katanya, dalam perjalanan, sejarah itu berubah, Timtim menjadi negara berdaulat lepas dari NKRI menyebabkan Batalion 744/SYB hijrah ke Pangkuan NKRI dan bermarkas di NTT. Sejarah khas itu tidak sekadar memori dan nostalgia yang penuh kenangan. Nostalgia penuh kebanggaan yang luar biasa. Tidak ada batalyon di Indonesia yang memiliki keunikan sejarah seperti batalyon 744/SYB.

Beberapa batalyon yang dulunya hadir di Propinsi Timor Timur kini sudah dilikuidasi. Ada kekhususan buat Batalyon 744/SYB, yang tetap berdiri hingga saat ini. Selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, SBY memberikan peringatan kepada prajurit TNI untuk menjalankan tugas dengan tetap berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.

Pasalnya, tugas TNI sudah diatur dengan jelas, menegakkan kedaulatan RI dan menjaga Sang Saka Merah Putih serta menghindari gangguan dari negara lain terhadap keutuhan NKRI.

Ada dua tugas militer yang tidak boleh dilupakan, yakni operasi militer untuk perang dalam mempertahankan negara dan operasi militer selain perang, seperti operasi menanggulangi bencana alam, operasi teroris, operasi pemeliharaan keamanan dunia dan sejenisnya.

Bagi prajurit TNI di Yonif 744/SYB harus mendalami dua tugas ini dengan terus berlatih dan siap melaksanakan perang, ini wajib hukumnya,” pesan SBY.

Kepada pimpinan TNI, SBY meminta agar memimpin prajurit dengan baik. Ada dua tugas seorang komandan/pimpinan, yakni memastikan prajuritnya dapat berhasil dalam menjalankan tugas serta memperhatikan kesejahteraan prajurit dan keluarganya. Perlu menjalin hubungan yang harmonis dengan prajurit. Prajurit menghormati atasannya dan atasan menyayangi bawahannya.

Prajurit TNI juga harus selalu dekat dengan rakyat. Tanpa dukungan rakyat TNI tidak berhasil dalam menjalankan tugas. TNI harus mencintai rakyat dan membantu rakyat dalam semua aspek kehidupan. Gerakan TNI masuk desa perlu ditingkatkan. Prajurit TNI pun harus menghormati hukum dan etika keprajuritan.

Selaku sesepuh Yonif 744/SYB, Presiden SBY pun bernostalgia. Menceritrakan kilas balik perjuangannya semasa masih di Timor Timur. Para prajurit termasuk mantan anak buahnya mendengar cerita SBY. Mengemban tugas negara, keluarga diboyong ke Timtim. Kedua putranya, Agus dan Baskoro merasakan pahit getirnya kehidupan di Timor Timur. SBY mengenang. Sekitar tahun 1986-1988 dirinya memimpin pasukan bertempur melawan gerakan pengacau keamanan (GPK) di sektor barat terutama di Aitara.

Sebelumnya bersama tamtama, bintara menyisir di daerah operasi dari Ainaro, Tamlaki, Maubesi dan sekitarnya. Tugas utama adalah mencari tokoh GPK, Julio Sarmento. Kontak senjata pun terjadi. Pasukannya berhasil melumpuhkan Sarmento.


Saya dilapori prajurit bahwa musuh belum tewas, tapi luka berat. Perintah saya waktu itu kepada tim combet dan pengawal untuk membawa ke atas (pos komando berada di atas bukit, Red). Prajurit ragu-ragu waktu terima perintah saya. Malah prajurit berusaha menyarankan, komandan ini musuh. Saya sampaikan, benar itu musuh tapi bawa ke atas dan selamatkan. Prajurit masih ragu-ragu, saya turun ke bawah. Medan sangat terjal. Sementara persediaan logistik terbatas. Udara kurang bersahabat, tapi kami berusaha untuk membawa lawan yang sudah tidak berdaya. Saya perintahkan Dokter Putu yang saat itu berpangkat Lettu (sekarang kolonel, Red) membuat hidup tawanan itu. Saya tahu bahwa yang bisa menyelamatkan nyawa tawanan ini adalah Yang Maha Kuasa, tapi saya perintahkan jangan sampai tewas,” kenang SBY.

Tawanan itu, kata SBY, tetap dibawa ke atas meskipun kondisi udara sangat tidak bersahabat. SBY meminta bantuan helikopter untuk mengamankan tawanan, namun cuaca buruk. Warga Timor Timur ketika itu menyampaikan lulik (pemali) karena awan sangat tebal. Namun, helikopter tetap datang dan membawa tawanan ke Dili untuk selanjutnya diterbangkan ke Jakarta dalam keadaan hidup. Drama penangkapan tawanan itu mendorong almarhum Edi Sudrajat bersama Mayor J.K Makarim melihat dari dekat posko di puncak bukit.

Saya hanya mau gambarkan bahwa ini kondisi kami ketika itu. Bagaimana prajurit berjuang untuk mempertahankan merah putih. Kita bisa bawa tawanan dalam keadaan hidup. Dalam sejarah batalyon ini, sejarah mencatat bahwa saat itu pasukan kami berhasil membawa tawanan dalam keadaan hidup. Saya minta contohilah perjuangan para seniormu yang pernah bersama saya berjuang di Timor Timur. Saya sangat bangga dengan anggota saya yang saat ini hadir bersama kalian (prajurit). Contohilah mereka,” pinta SBY kepada prajurit Yonif 744/SYB.

Semua prajurit manggut-manggut. Presiden SBY mengakhiri amanat. Selama 1 jam Presiden SBY mencuci otak’ para prajurit. SBY bahkan menunjukkan kepada prajurit meskipun sudah menjabat sebagai presiden, ia masih mengingat kenangan perjuangannya dahulu yang ditunjukkan dengan tidur di tenda. Presiden mau menunjukkan kepada para pemimpin di negara ini untuk selalu dekat dengan rakyat, tidur bersama rakyat untuk mendengar denyut hati rakyat.

SBY mengajarkan kepada prajurit untuk taat hukum dan aturan keprajuritan. Meski hanya 18 jam berkunjung ke Atambua, namun kehadiran SBY memberi nilai plus bagi pemerintah dan jajaran TNI di daerah ini. (habis)

Pos Kupang, 13 Februari 2011 halaman 1

Tidak ada komentar: