Wilhelmus Foni: Terima Kasih PWI

Willem Foni
MATARAM, PK-Penjabat Bupati Belu, Drs. Wilhelmus Foni menyatakan rasa terima kasih kepada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang telah memberikan anugrah kebudyaaan.
Demikian Penjabat Bupati Belu, Welhelmus Foni saat ditemui usai perayaan Hari Pers Nasional (HPN), di Pantai Mandalika, Desa Kuta. Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (9/2/2016)

Wilhelmus Foni merupakan satu dari delapan kepala daerah yang menerima Anugrah Kebudayaan dari PWI yang diserahkan  Menko Puan Maharani pada puncak HPN 2016.
Welhelmus Foni mendapat Anugrah Kebudayaan berbasis penegasan jati diri Indonesia di perbatasan Timor Leste dan Australia

Selain Wilhelmus Foni, ada delapan kepala daerah yang mendapat penghargaan diantaranya Walikota Bandung, Bupati Wakatobi, Sulteng, Bupati sawah Lunto, Bupati Purwakarta, bupati Banyuwangi.


Menurutnya, PWI telah memberikan perhatian kepada kebudayaan dan bangsa. Memiliki kebudayaan itu ibarat tubuh harus memiliki roh

"Membangun bangsa itu harus kita perhatikan kebudayaan karena mengarah pada karakter bangsa dan ini penting karena penilaian pantauan dari PWI terhadap semua kepala daerah bupati dan walikota. Mereka yang panggil kami
Berikan penghargaan kepada delapan bupati. Saya selama dua tahun sebagai penjabat bupati Belu, dan selama itu saya membuat gerakan-gerakan untuk budaya. Saya minta agar  komponen masyarakat  di Kabupaten Belu memperhatikan kebudayaan. Contohnya, kerajaan yang ada di sana, Lamaknen dan Fialaran dalam kutur saya hadir di berbagai tempat dan mengajak seluruh aparat pemerintah sebagai komponen  utama dan strategis untuk menjadi pelopor dan upaya pengembangan kebudayaan.  Untuk itu, saya meminta mereka memakai pakaian adat seperti yang saya pakai sekarang ini, yakni kain dan destar. Pakai kain tenun setiap hari Kamis, Jumat dan  Sabtu terus kita galakan. Pakai pakaian seperti yang saya pakai sekarang ini" katanya

Menurut Foni, sekarang ini di tengah materialisme, banyak orang membangun dengan lebih melihat dari segi uang tanpa memperhatikan roh kebudyaaan.

"Ini yang jadi tantangan bangsawan baru. Bangsawan baru itu orang yang maju karena pendidikan, harta dan pangkat dan mereka kurang memperhatikan kultur lokal," ujarnya.

Selain itu. Kata Foni, dia mendatangi semua komponen masyarakat di pusat-pusat kebudayaan, yakni di kampung kampung agar mereka bisa memperhatikan kebudayaan. (ira)


Sumber: Pos Kupang 10 Februari 2016 hal 5

Tidak ada komentar: