Mahasiswa Kritik Independensi Pers

KUPANG, PK -- Para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan pelajar dari berbagai sekolah menengah lanjutan di Kota Kupang memberikan kritik tajam terhadap independensi pers saat ini.

Para pelajar mahasiswa mempersoalkan peran pers yang dimainkan wartawan, yang penuh idealisme namun masih di bawah tekanan kapitalisme media. Mereka juga menilai para wartawan masih kurang peka terhadap persoalan sosial kemasyarakatan di NTT, seperti kasus tambang mangan dan sebagainya. Juga perilaku wartawan yang kerap menerima amplop dari narasumber.

Kritikan para pelajar dan mahasiswa itu disampaikan
dalam "Dialog Jusnalistik untuk Pelajar dan Mahasiswa" di kampus Unika Widya Mandira Kupang, Sabtu (5/2/2011).

Kegiatan bertajuk "Pers dari dan untuk Masyarakat" itu merupakan bagian dari rangkaian kegiatan untuk memperingati Hari Pers Nasional (HPN).
Hadir dalam dialog tersebut, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, Rektor Unwira Kupang, Pater Yulius Yasinto, SVD, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementrian Kominfo RI, Fredy Tulung, para dosen, para wartawan lokal di NTT, para mahasiswa dan pelajar se- Kota Kupang. Tampil sebagai nara sumber, Kepala Litbang Metro TV, Claudius V Boekan, Ketua Pelaksana HPN Pusat, Priyambodo, Dirjen Kominfo, Fredy Tulung, pakar komunikasi dari Unwira, Pater Dr. Edu Dosi, SVD, dan moderator Afiani Malik (presenter News Maker Metro TV).

Para mahasiswa dan pelajar dalam dialog tersebut, selain mengeritik independensi pers, juga banyak memberikan masukan kepada wartawan agar ke depan lebih pro masyarakat dan bukan hanya pro kepentingan pemodal dan penguasa.

Banyak juga yang menanyakan tentang syarat-syarat menjadi wartawan dan presenter yang baik. Walaupun ruangan agak panas, namun tidak menyurutkan semangat para mahasiswa/pelajar mengikuti dialog tersebut dari awal sampai akhir. Mereka saling berebut mengajukan pertanyaan.

Pada kesempatan ini diumumkan pula juara lomba Majalah Dinding (Mading) dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN). Untuk kategori perguruan tinggi, juara I Fakultas Teknik Unwira Kupang, Juara II Jurusan Kebidananan Poltekes Depkes Kupang, Juara III Stikes CHMK Kupang. Kategori SMA, Juara I SMA Seminari St. Rafael, Juara II SMA Negeri 3 dan Juara III SMAK Giovanni.

Dirjen Komunikasi dan Informasi Publik, Fredy Tulung, pada kesempatan ini mengatakan, pers dan jurnalistik memiliki dua kata kunci yakni informasi dan komunikasi.
Dikatakannya, Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan jumlah penduduk yang sangat besar dan beraneka ragam bahasa dan budaya namun tetap satu yakni 'Bhineka Tunggal Ika', dan sampai saat ini tetap bersatu karena adanya komunikasi dan informasi yang baik dan tidak menyesatkan.

Untuk itu wartawan harus memegang teguh etika profesi, etika moral dan sosial serta hukum dalam melaksanakan tugasnya.

Menanggapi pertanyaan mahasiswa soal independensi dan kapitalisme media, Tulung mengatakan, media dikuasai oleh segelintir orang dan seberapa jauh media memiliki kepekaan pada persoalan di sekitarnya. Undang-Undang sudah mengatur sedemikian rupa antara pemilik dan profesi kewartawananan.
Media tidak hanya menampilkan entertainmen (hiburan), mistis, seks, tetapi juga edukasi.

Pater Edu Dosi, mengatakan, sejarah komunikasi dimana membentuk jurnalis melalui pendidikan formal. Sehingga, peran perguruan tinggi melalui pendidikan sangat penting. Ia mengatakan, menjadi jurnalis yang cerdas bisa melalui belajar dan belajar dan menggunakan perpustakaan untuk membaca
Menurutnya, kepedulian pers terhadap transformasi sosial, dengan melakukan diskusi terbatas maupun menggunakan media literasi (jurnalisme warga) agar apa yang masyarakat inginkan bisa dituangkan dalam media. Masyarakat juga harus cerdas dan bersikap kritis dalam memfilter media.

Claudius Boekan, mengatakan, masyarakat sadar media karena saat ini yang menentukan atau yang menjadi raja adalah masyarakat. "Masyarakat harus cerdas dalam menonton atau memilih pemberitaan mana yang pantas dan tidak," katanya.

Menurutnya, media ibarat madu dan racun sehingga media harus dikontrol. Ke depan, keterlibatan dan partisipasi pemirsa atau pembaca akan sangat menentukan eksistensi media massa. (nia)

Perlu Kritik dari Pers

GUBERNUR NTT, Drs. Frans Lebu Raya dalam sambutanya ketika membuka "Dialog Jusnalistik untuk Pelajar dan Mahasiswa", mengatakan, kritik dan gagasan dari media massa, dalam hal ini wartawan sangat diperlukan untuk membangun NTT.

"Untuk perbaikan ke depan dan membangun daerah ini, saya terima kritikan dan gagasan. NTT tidak perlu terus- menerus miskin tetapi harus lebih jernih dalam menyelesaikan persoalan," katanya.

Gubernur Lebu Raya mengatakan, dialog yang menghadirkan para mahasiswa dan pelajar diharapkan bisa memotivasi minat dan bakat mereka untuk terjun ke dunia jurnalistik dan menjadi wartawan yang baik dan mencitrakan NTT sebagai daerah yang potensial.
Ia mengatakan, mengapa menerima sebagai tuan rumah HPN tahun 2011 agar orang bisa melihat lebih jernih dan persis kondisi dan karateristik daerah NTT.

"NTT tidak sama dengan Bali dimana gubernurnya bisa berjalan mengunjungi daerah dalam satu hari saja dan bisa pulang tidur malam di rumah jabatan. Tetapi di NTT sangat berbeda, karena kunjungan ke daerah memerlukan waktu dan biaya yang mahal. Kadang gubernur harus naik kapal laut, bahkan sampan untuk sampai ke suatu daerah," katanya.

NTT, katanya, memiliki 1.192 pulau dan baru 432 pulau yang sudah memiliki nama. Karena itu NTT pantas menjadi propinsi kepulauan. NTT berbatasan wilayah dengan dua negara, Timor Leste dan Auatralia.
Ia mengatakan, NTT selalu mendapat predikat minor sebagai daerah miskin dan tertinggal. Predikat ini tidak boleh membuat warga NTT patah semangat, namun bangkit untuk membuktikan bahwa NTT bisa.

Propinsi NTT "melahirkan" banyak wartawan dan tokoh- tokoh pers di tingkat nasional, seperti almarhum Valens Goa Doy, Daniel Dhaki Dae, Julius Siyaranamual, Rikard Bagun, Claudius Boekan, Lorens Tato dan masih banyak lagi putra/i NTT yang menempati posisi-posisi penting di sejumlah media massa tingkat nasional. (nia)

Wartakan Optimisme bagi Masyarakat

SAAT membuka kegiatan pameran HPN di Jalan Palapa Kupang, Jumat (4/2/2011), Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengatakan bahwa saat ini citra media massa di mata publik sangat baik. Ke depan diharapkan terus lebih baik.

Dalam konteks NTT, Gubernur Lebu Raya meminta media massa jangan hanya mewartakan hal-hal yang menimbulkan pesimisme. Pers, khususnya wartawan, diharapkan untuk mewartakan optimisme bagi masyarakat. Pers diminta menghadirkan berita-berita yang mencerahkan, membangkitkan optimisme akan masa depan yang lebih baik.

"Mesti ada harapan, harus selalu ada harapan supaya masyarakat merasa bahwa kita hidup ke depan lebih baik," katanya.

Lebu Raya menambahkan, HPN yang diselenggarakan di Kupang sangat berbeda dengan penyelenggaraan di tempat lain." Saya percaya pasti berbeda. perbedaan itu karena NTT adalah propinsi kepulauan. Untuk memobilisir para peserta HPN, tidak seperti di daerah lain," katanya.

Berkaitan dengan HPN ini, NTT akan dikunjungi oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono selama empat hari, 8-11 Februari 2011. NTT juga dikunjungi tamu dari Negara Timor Leste dan Malaysia. "Menjadi tuan rumah HPN merupakan satu kehormatan bagi NTT, apalagi presiden berada selama empat hari di NTT," katanya.

Masyarakat NTT, jelas Lebu Raya, harus memandang keberadaan Presiden dan perayaan HPN di NTT sebagai kepercayaan, kehormatan dan kebanggaan.

"Karena itu jadilah tuan rumah yang baik, rukun dan berbudaya. Ciptakan suasana yang kondusif dimana- mana, supaya semua orang yang datang di NTT merasa nyaman dan bisa membawa pulang kesan yang baik," katanya.

Gubernur Lebu Raya meminta kepada para wartawan untuk proaktif untuk mensukseskan penyelenggaraan HPN. Wartawan tidak boleh mengeluh. "Kalau melihat ada kekurangan silahkan datang ke panitia. Kita semua punya tekad yang sama harus sukses acara ini, mulai hari ini sampai presiden pulang ke Jakarta," katanya. (den)

Pos Kupang, 6 Februari 2011 halaman 1

Tidak ada komentar: