Habibie Batalkan Negosiasi ketika Tempo Dibredel

BJ Habibie
Manado (Tempo Interaktif) - Kepergian B.J. Habibie ke Jepang untuk bernegosiasi dengan pemerintah Jepang akhirnya batal ketika mendengar majalah Tempo diberedel.

Habibie, yang kala itu sedang bernegosiasi, mendapatkan telepon dari Parni Hadi yang melaporkan pemberedelan tersebut. Ketika itu, Parni meminta Habibie melakukan sesuatu.

"Saya diminta Parni Hadi melakukan sesuatu, katanya kasihan adik-adik di Tempo," kata Habibie ketika menerima penghargaan Medali Emas Kemerdekaan Pers di Manado, Sulawesi Utara, Jumat malam, 8 Februari 2013.

Parni Hadi saat itu adalah wartawan Kantor Berita ANTARA dan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Umum Republika, serta Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. Menurut Habibie, Parni adalah satu-satunya wartawan yang memiliki akses langsung dengannya.

Habibie langsung menyetop negosiasi dan terbang kembali ke Jakarta. Dia menelepon ajudan Soeharto agar diatur waktu untuk bertemu secepatnya.

Dalam pertemuan dengan Soeharto, disampaikan bahwa keputusan pemberedelan tidak mungkin dicabut. Tapi Habibie berhasil meyakinkan Soeharto agar dikeluarkan SIUPP baru pengganti Tempo, yaitu Gatra.

"Banyak saksi yang mengetahui hal ini, silakan untuk mengecek kebenaran informasinya. Banyak saksi-saksi masih hidup dan dapat ditanyai," kata Habibie.

Cover story majalah Tempo 7 Juni 1994 mengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur.

Pemberitaan berfokus pada harga pembelian yang diperdebatkan oleh Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie dan Menteri Keuangan Marie Muhammad. Utamanya, besaran harga dari US$ 12,7 juta menjadi US$ 1,1 miliar.

Sepekan sebelumnya, majalah Tempo mengungkapkan pembengkakan harga kapal bekas sebesar 62 kali lipat.

Pada 9 Juni 1994, dua hari setelah pemberitaan tersebut, ketika meresmikan pembangunan Pangkalan Utama Angkatan Laut di Teluk Ratai, Lampung, Soeharto marah besar.

Dia memerintahkan supaya menindak tegas media yang “mengadu domba”. Dari sinilah, Menteri Penerangan Harmoko memberedel tiga media: majalah Tempo, tabloid DeTik, dan majalah Editor.

Cover story majalah Tempo 7 Juni 1994 benar-benar membuat merah telinga penguasa saat itu tentang pembelian kapal perang bekas dari Jerman Timur.

Akibat pemberitaan tersebut, majalah Tempo bersama tabloid DeTik dan majalah Editor diberedel oleh Menteri Penerangan Harmoko.

Menurut B.J. Habibie, dia diminta Soeharto untuk mendapatkan 38 kapal bekas Jerman Timur yang masuk kandang setelah Jerman Timur bubar.

Walaupun memiliki hubungan dekat dengan Jerman Barat, Habibie tidak lantas mendapatkannya dengan mudah.

Dia mengatakan pada Soeharto bahwa untuk mendapatkan itu harus seizin NATO (Organisasi Pertahanan Atlantik Utara).

"Saya ditugaskan melakukan lobi, dan saya langsung berangkat ke Washington D.C.," katanya.

Selain ke Washington D.C., Habibie juga mengunjungi Roma, London, dan negara lainnya, mengingat banyak negara yang berminat untuk mendapatkan kapal-kapal tersebut. "Tugas saya melobi," katanya.

Pada 9 Juni 1994, dua hari setelah pemberitaan tersebut, ketika meresmikan pembangunan Pangkalan Utama Angkatan Laut di Teluk Ratai, Lampung, Soeharto marah besar.

Dia memerintahkan supaya menindak tegas media yang “mengadu domba”. Dari sinilah, Menteri Penerangan Harmoko memberedel ketiga media tadi. (*)

Sumber: PWI Pusat

Tidak ada komentar: