Memahami Sikap Politik Esthon Foenay

Esthon saat menerima pengurus PWI NTT
Oleh Laurensius Molan
Kepala Biro Perum LKBN ANTARA NTT

Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Cabang NTT

DI TENGAH padatnya acara menjelang tutup tahun 2012 dan menyambut fajar baru 2013, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Esthon L Foenay masih menyisihkan waktu untuk bertemu dengan para pengurus baru PWI Cabang NTT periode 2012-2017.

Para pengurus baru di bawah kepemimpinan Dion DB Putra dari Harian Umum Pos Kupang itu merupakan hasil Konferensi Cabang PWI NTT 20 Desember 2012 yang ketika itu dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur NTT Esthon L Foenay.



"Kehadiran kami hari ini untuk menyampaikan terima kasih kepada Pak Wagub (wakil gubernur NTT, red) yang telah membuka Konferensi Cabang PWI NTT sekaligus silahturahmi dengan Pak Esthon sebagai salah satu kandidat Gubernur NTT periode 2013-2018," demikian sapaan awal Ketua PWI Cabang NTT Dion DB Putra membuka dialog saat itu dengan Wagub NTT di kediamannya, Senin (31/12/2012).

Banyak hal yang dikemukakan Esthon pada saat dialog tersebut, termasuk sikap politiknya memilih berpisah dengan Frans Lebu Raya (Gubernur NTT sekarang) dan memilih jalan untuk maju sebagai calon Gubernur NTT periode 2013-2018, setelah mendapat kekuatan politik dari Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) pimpinan Prabowo Subianto.

Esthon yang juga Ketua DPD Partai Gerindra NTT itu mengakui sangat sulit dan berat hati untuk meninggalkan Frans Lebu Raya, karena bagaimana pun Lebu Raya telah memilihnya menjadi Wakil Gubernur NTT untuk mendampinginya lima tahun lalu, ketika sudah menjalani masa pensiun sebagai seorang abdi negara.

"Saya, ibarat laskar yang tak berguna, namun Pak Frans (Lebu Raya) telah mengangkat saya dari lumpur untuk mendampinginya sebagai wakil gubernur, dan kami meraih kemenangan yang cukup signifikan pada pesta demokrasi lima tahun lalu di NTT," ujarnya.

Pada pemilu Gubernur NTT lima tahun lalu, pasangan Frans Lebu Raya-Esthon L Foenay yang disemaikan dalam simbol politik "Fren" meraih 772.030 suara atau sekitar 37,35 persen dari total 2.067.288 suara sah. Pasangan yang dilukiskan oleh banyak kalangan sebagai sosok pemimpin yang "full smille" itu diusung oleh PDI Perjuangan.

"Fren" secara mengejutkan menyingkirkan pasangan Ibrahim Agustinus Medah-Paulus Moa diusung Partai Golkar yang hanya meraih 711.116 suara (34,40 persen) serta pasangan Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo diusung Koalisi Abdi Flobamora yang hanya mengumpulkan 584.082 suara (28,25 persen).

Semua elemen masyarakat di NTT seakan tidak percaya jika pasangan yang serasi dan tak pernah sedikitpun bersitegang itu, akhirnya harus berpisah diujung pengharapan akan kembali tampilnya "Fren Jilid II" di arena politik lima tahunan ini.

Esthon secara ksatria pula bertemu dengan Frans Lebu Raya untuk menyampaikan niat politik partai yang menghendakinya untuk maju menjadi orang nomor wahid di NTT, ketika Lebu Raya tetap dalam pengharapan menjadikan Esthon sebagai pendampingnya untuk melanjutkan "Fren Jilid II".

Ketika "perahu Fren" retak di tengah lautan yang tak bergelombang, Frans Lebu Raya yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan NTT tersebut dengan santun dan penuh senyum mengatakan kepada khalayak bahwa dirinya ditinggalkan oleh Esthon Foenay.

"Saya ditinggalkan oleh Pak Esthon," kata Lebu Raya yang juga Gubernur NTT itu kepada wartawan ketika ditanya soal "berpisahnya" pasangan Fren dalam suatu kunjungan ke sebuah desa di Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba, beberapa waktu lalu.

Esthon menyadari bahwa posisi politiknya menjadi serba sulit ketika harus meninggalkan Frans Lebu Raya. "Saya tidak pernah cekcok dan bermusuhan politik apapun dengan Pak Frans selama hampir lima tahun kami memimpin daerah ini," ujarnya.

Dorongan Politik
Pasangan Frans Lebu Raya-Esthon L Foenay dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 oleh Menteri Dalam Negeri (waktu itu) Mardiyanto dalam sebuah sidang paripurna istimewa DPRD NTT yang dipimpin ketuanya waktu itu Melkianus Adoe.

"Perpisahan akhirnya harus terjadi karena dorongan politik dari partai pengusung (Gerindra) yang menghendaki saya untuk maju menjadi orang nomor satu di NTT," kata Esthon yang ingin menjelaskan posisi politiknya secara transparan kepada publik NTT.

Para wartawan yang tergabung dalam organisasi profesi PWI Cabang NTT itu menjadi paham tentang posisi politik pria kelahiran Kupang 3 Agustus 1950 dan suami dari Whylmintje Jublina Elisabeth tersebut.

Para pengurus baru PWI Cabang NTT periode 2012-2017 yang bersilahturahmi ketika itu adalah Dion DB Putra (Ketua), Frans Sarong (Ketua Dewan Kehormatan Daerah PWI Cabang NTT dari Harian Kompas) serta Zaqih Wahyudi (Sekretaris dari Radio DMWS Kupang).

Selain itu, Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Cabang NTT Laurensius Molan dari Perum LKBN ANTARA Biro NTT, Antonius Suban Kleden (Wakil Ketua Bidang Pendidikan dari ABF TV) serta Martha Kotepa Riwu (Bendahara dari LPP RRI Stasiun Kupang).

"Kami sudah memilih jalan untuk berjalan sendiri-sendiri, namun kami tetap menjaga kekompakan Fren sebagai simbol politik pasangan Frans-Esthon sampai akhir masa bhakti kami dan untuk selama-lamanya," kata Esthon yang terkenal humoris dengan gaya bahasa Kupang yang kental itu.

"Ini sudah menjadi komitmen saya, karena Pak Frans dan saya masih tetap menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTT. Dan, Pak Frans pun tetap menjalin hubungan baik dengan saya untuk melakukan koordinasi kerja," ujarnya.

"Pada saatnya, kami harus bertarung di arena yang sama, namun persahabatan dan kebersamaan yang kami bangun selama ini, tidak bisa dilepas begitu saja hanya karena berbeda aliran politik," katanya menegaskan.

Pasangan Frans-Esthon tetap menunjukkan kemesraan dan keakraban tersebut kepada publik, meski sudah berbeda haluan politik untuk kelak merebut nahkoda utama kapal induk NTT pada Pemilu Gubernur NTT 18 Maret 2013 untuk berlayar dari pulau ke pulau guna membangun wilayah provinsi kepulauan ini.

Suatu ketika, Menneg Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faisal Zaini sampai tak sanggup melukiskan kemesraan dan keakraban di antara Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay. Melihat Frans dan Esthon saling berangkulan dan cipika-cipiki, Helmy berkata,

"Wah, sama-sama maju dalam pilkada, tapi kok mesra sekali." "Inilah model kepemimpinan yang harus menjadi contoh bagi kita semua. Artinya, mereka sudah memilih jalan untuk bertarung di arena pemilu Gubernur NTT, namun keakraban dan keharmonisan di antara mereka berdua, tetap terus terjaga sampai saat ini," kata Helmy.

Mendengar kata-kata Menneg PDT itu, Esthon lalu menimpali, "Dalam politik kita boleh berkomptisi, tapi dalam Tuhan kita bersaudara."
Selama lima tahun kepemimpinan Fren, nyaris tidak terdengar ada percekcokan di antara Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay. Mereka berdua tetap saja melemparkan senyuman kepada siapapun, termasuk juga para karyawan dan pejabat di lingkungan Setda NTT.

"Dengan kondisi yang kami bangun seperti ini, ada keinginan untuk membentuk barisan kekuatan dalam upaya untuk mendukung salah satu calon gubernur, menjadi mental dengan sendirinya," katanya.

Esthon mengimbau para wartawan yang tergabung dalam PWI untuk tetap menjaga suasana nyaman dan tenteram lewat pemberitaan selama proses suksesi berlangsung.
"Kita sudah sulit secara ekonomi, kenapa harus dipersulit lagi dengan kebersamaan dan kasih sayang," katanya sambil memalingkan pandangannya kepada Ketua PWI Cabang NTT Dion DB Putra.

Pada Pemilu Gubernur NTT 18 Maret 2013, ada enam paket calon yang akan bertarung dalam arena politik lima tahunan tersebut, yakni pasangan Frans Lebu Raya-Benny A Litelnoni (Frenly), Esthon L Foenay-Paul Tallo, Christian Rotok-Abraham Paul Liyanto (Cristal), Ibrahim Agustinus Medah-Melki Laka Lena (Tunas), Benny Kabur Harman-Willem Nope serta pasangan Benny Bosu-Melkianus Adoe (BBM). ***

 Sumber: Timor Express

Tidak ada komentar: