Penonton, Penghujat atau Pekerja Profesional?


Berjuang sendirian bakal
 mudah digilas. 
Dalam kebersamaan, kita 
bisa merebahkan
 gunung, melewati
 ngarai dan menembus 
palung terdalam!

(Dion DB Putra)

Selamat malam, salam sejahtera untuk semua.


1. Yth. Bapak Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya
2. Yth. Bapak Ketua DPRD Propinsi NTT, Drs. Mell Adoe.
3. Yth. Bapak Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe
4. Yth. Bapak Bupati Kupang atau yang mewakili
5. Yth. Bapak/Ibu Unsur Muspida tingkat Propinsi NTT, Kota Kupang, Kabupaten Kupang yang sempat hadir.

6. Yth. Pimpinan Kota dan Kabupaten Kupang
7. Yth. Pimpinan media massa cetak dan elektronik
8. Yang kami banggakan para sesepuh pers NTT.
9. Rekan sejawat kami dari IJTI, AJI dan PRSSNI.
10.Pimpinan Universitas, SPS, IKWI, tokoh agama.
11. Pendengar RRI Kupang di mana saja Anda berada dan sedang mendengar siaran dari gedung PWI NTT.

Singkatnya hadirin yang saya banggakan...


Salam kemerdekaan pers!
Sudah sepantasnya kita lantunkan puji, nyatakan sujud dan ungkapkan syukur karena berkat kebaikan Tuhan Yang Maha Kasih, saat ini kita dapat berkumpul di sini untuk memperingati Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2009 tingkat Propinsi Nusa Tenggara Timur dan HUT ke-63 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Peringatan HPN 2009 memilih tema "Kemerdekaan Pers dari dan untuk Rakyat" Mengapa memilih tema ini? Kiranya kita semua paham dan maklum bahwa dalam waktu tidak lama lagi kita akan melaksanakan dua agenda penting nasional yaitu Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2009 dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI paling lambat dua bulan sesudahnya.

Pemilu 2009 berlangsung di tengah badai krisis ekonomi yang dampaknya sudah kita rasakan sejak tahun lalu. Pemilu 2009 juga merupakan pemilu multipartai dengan jumlah kontestan hampir dua kali lipat dari Pemilu 2004. Ada puluhan ribu caleg berebut kursi ke Senayan maupun kursi DPRD Propinsi dan kabupaten/kota. Umumnya pemilih tidak mengenal caleg, baik integritas maupun kapasitas diri mereka. 

Juga harus diakui masih ada kebingungan di tengah masyarakat menghadapi Pemilu 2009. Masih banyak masalah penting yang harus diselesaikan dalam waktu singkat, misalnya mengubah kebiasaan COBLOS selama bertahun-tahun menjadi CENTANG atau CONTRENG. Dari MELIHAT GAMBAR atau FOTO berubah drastis sekadar MEMBACA NAMA dalam daftar panjang. Bagaimana dengan saudara-saudari kita yang buta huruf serta cacat fisik? Apakah mereka sanggup memilih tanpa tekanan dan manipulasi? Masih banyak pertanyaan yang bisa diajukan.

Persiapan pemilu di NTT pun masih dihadapkan pada pro kontra sikap menanggapi keputusan KPU Pusat yang tidak menggeser Pemilu 9 April 2009. Derasnya aspirasi dari NTT belum mampu meyakinkan KPU Pusat mengubah jadwal.

Fakta semacam itu melahirkan kecemasan akan meningkatnya angka golput dan semakin menurunnya tingkat partisipasi pemilih. Tingkat partisipasi pemilih merupakan salah satu indikator kualitas pemilu. Demikianlah antara lain keprihatinan insan pers di daerah ini. Tetapi keprihatinan saja tidak cukup. Pers di NTT wajib memberi pencerahan. Menawarkan solusi, menunjuk jalan keluar, menyumbang pemecahan masalah. Mengingatkan terus-menerus bahwa partisipasi pemilih jangan sampai tidak penuh. Golput sangat tidak dianjurkan.

Bapak Gubernur dan hadirian yang terhormat....

Betapapun pemilu menyedot energi, dana yang teramat besar serta banyak urusan yang ruwet, toh pemilihan langsung oleh rakyat merupakan jalan terbaik bagi kita yang sepakat memilih demokrasi sebagai cara bernegara dan bermasyarakat. Itulah media perwujudan kedaulatan rakyat! Mau apa lagi?

Pers, tidak bisa tidak, harus ikut memberi kontribusi guna menyukseskan dua agenda nasional itu di beranda rumah Nusa Tenggara Timur. Terus terang Bapak/Ibu sekalian, kami siap memikul tanggung jawab itu. Sebagai pilar keempat demokrasi, insan pers tak mungkin berpaling. Percayalah itu....

Pendengar RRI Kupang, undangan  yang saya muliakan...

Pada kesempatan yang indah ini, izinkan kami menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan kiprah pers di daerah ini. Kemerdekaan pers sungguh tidak pernah berhenti di satu titik. Ancaman atau gangguan terhadap insan pers di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih saja terjadi bahkan cenderung meningkat dalam beberapa waktu terakhir. 

Dalam semester pertama tahun 2008, misalnya, telah terjadi lima kasus terhadap tujuh wartawan dari media berbeda. Data tersebut menggambarkan betapa gangguan terhadap kebebasan pers di di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih relatif tinggi. Tentu ada sesuatu yang salah sehingga perlu diluruskan. Perlu dipercakapkan dan didiskusikan dalam berbagai forum dan dicarikan solusi agar pers bisa bekerja dengan aman, nyaman dan hasil kerja mereka berarti bagi masyarakat daerah ini. 

Harapan kami gangguan terhadap kebebasan pers terus menurun frekwensinya. Jika pers salah silakan tempuh melalui mekanisme hukum yang berlaku. Ada UU No.40 tahun 1999 tentang Pers. Di sana ada hak jawab, hak koreksi, klarifikasi. Hindari cara-cara kekerasan fisik maupun non fisik serta kriminalisasi terhadap karya jurnalistik. Hanya satu kata, lawan segala upaya kriminalisasi pers!

Bapak/Ibu Undangan yang kami hormati...

Selalu muncul pertanyaan mengusik dari masyarakat, pemerintah serta para mitra pers, apa sesungguhnya tugas utama organisasi profesi kewartawanan seperti PWI, AJI, IJTI? Apakah organisasi itu sekadar ada? Saya kira tidak demikian.

Kami di PWI telah merumuskan tugas pokok itu ada dua. Pertama, pengembangan profesi. Tugas PWI adalah terus meningkatkan profesionalisme anggotanya melalui berbagai cara. Misalnya pendidikan dan pelatihan, diskusi dan lain-lain. Profesionalisme berbasis kompetensi. 

Kedua, mengawal ketaatan anggota terhadap kode etik jurnalistik, kode etik PWI serta norma hukum dan sosial yang berlaku di tengah masyarakat. Wartawan yang baik adalah mereka yang taat asas. Martabat wartawan diukur pada seberapa jauh dia melaksanakan kode etik jurnalistik yang mengikatnya. 

Kami menyadari bahwa jurnalis adalah manusia biasa yang mengenal keterbatasan sehingga selalu memberi ruang kepada siapa pun untuk melakukan koreksi, kontrol, menyampaikan hak jawab jika merasa dirugikan oleh karya jurnalis. 

Kami juga memahami masih ada keluhan, komplain, kekecewaan dari berbagai kelompok masyarakat terhadap sikap dan perilaku sejumlah jurnalis yang jauh dari rambu-rambu kode etik jurnalistik. Kami tidak memungkiri masih ada praktek wartawan bodrex, wartawan amplop, mungkin juga menjadi semacam "calo proyek" dan tindakan lain yang melawan prinsip-prinsip jurnalistik. Itu merupakan pekerjaan rumah kami.

Di dalam organisasi PWI adalah lembaga Dewan Kehormatan Daerah (DKD). Jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pers, silakan mengadu kepada DKD. Di NTT, DKD PWI dipimpin abang kami yang juga Kepala Stasiun RRI Kupang, Drs. Pieter Erasmus Amalo. Beliau bersama empat anggota DKD akan merespons semua pengaduan. Pengaduan tersebut dilanjutkan kepada Dewan Pers, lembaga tertinggi yang memutuskan, suatu karya jurnalistik melanggar kode etik jurnalistik dan UU Pers atau tidak.

Bapak/Ibu Undangan yang terhormat...

Tradisi baru sedang ditumbuhkembangkan dalam tubuh PWI berupa pemberian PWI Award mulai tahun ini kepada perseorangan atau institusi yang memberikan kontribusi terhadap kehidupan pers yang sehat dan bermutu di daerah ini. 

Tahun ini kami memberikan penghargaan kepada 12 tokoh dan institusi yang dipandang layak menerima. Sebagai tradisi baru kami menyadari ketidasempurnaan. Tetapi tekad kami adalah, ketidaksempurnaan itu akan disempurnakan terus-menerus. 

Jangan melihat nilainya sekadar selembar kertas. Itu bentuk penghargaan, wujud apresiasi kami terhadap tokoh maupun institusi yang berjasa mendorong kebebasan pers, mendorong tumbuh kembangnya pers di daerah ini. PWI dan komunitas pers Flobamora tidak boleh melupakan para penjasa. Harus tahu berterima kasih.

Dalam waktu mendatang, PWI NTT juga akan memberikan Medali Emas kepada perseorangan atau lembaga yang menggunakan hak jawab sesuai amanat UU No.40/1999 berkaitan dengan keberatan terhadap karya jurnalistik. Tradisi ini dibangun dengan tujuan meminimalisir kekerasan terhadap pers dengan cara melawan hukum. Di tingkat nasional, PWI Pusat sudah memberikan medali emas kepada institusi dan perorangan pada puncak peringatan HPN 2009 tanggal 9 Februari lalu di Jakarta yang juga diikuti delegasi dari NTT.

Hadirin yang kami banggakan...

Pada malam ini juga akan diserahkan kartu kepada 26 anggota baru PWI. Dengan tambahan anggota baru tersebut, maka total anggota PWI Cabang NTT sampai bulan Februari 2009 sebanyak 101 orang. Kepada teman-temanku anggota baru, saya ucapkan proficiat, selamat bergabung di PWI. Mari kita SEHATI SESUARA, Sehati Sesuara membangun NTT lewat karya jurnalistik terbaik. 

Pintu dan jendela PWI NTT tak pernah tertutup untuk siapapun jurnalis yang ingin bergabung. Menurut hemat kami, jurnalis yang baik adalah juga jurnalis yang mau berorganisasi. Silakan pilih PWI, AJI atau IJTI, tiga organisasi profesi wartawan yang lolos verifikasi Dewan Pers tahun 2008. Berjuang sendirian, Anda bakal mudah digilas. Dalam kebersamaan, kita bisa merebahkan gunung, melewati ngarai dan menembus palung terdalam!

Bapak/Ibu undangan, pendengar RRI Kupang di mana saja berada....

Tentang spirit membangun negeri, Barack Obama, dalam konvensi Partai Demokrat -- sebelum akhirnya terpilih menjadi Presiden ke-44 Amerika Serikat -- berkata demikian. Kita tidak akan berhasil membangun dengan cara menjatuhkan satu sama lain. Kita tidak akan berhasil berjalan dalam kebohongan atau ketakutan atau kebencian. Itu adalah racun yang harus kita bersihkan, dinding yang harus kita rubuhkan sebelum terlambat. 

Kiranya demikian pula posisi sikap komunitas pers Flobamora membangun daerah ini. Itulah sikap sekaligus harapan kami dalam menjalin kemitraan dengan unsur eksekutif, legislatif, yudikatif serta semua pemangku kepentingan di daerah ini.

Puji Syukur Bapak Gubernur, Walikota, Bupati Kupang, pimpinan Dewan, karena sejauh pantauan dan data empiris kami, belum ada dusta yang maha hebat antara kita. Kemitraan kita masih pada jalur yang benar. 

Mari kita pelihara aset sosial yang indah ini. Pelihara secara elok-elegan, tanpa mencederai fungsi, tanggung jawab dan peran kita masing-masing. Sesungguhnya kita berada dalam bahtera berbeda, tetapi berlayar menuju dermaga tujuan yang sama.

Bapak/Ibu Undangan yang kami kasihi...

Terselenggaranya kegiatan hari ini berkat kerja bareng sejumlah pihak. Untuk itu PWI mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Propinsi NTT, Kota dan Kabupaten Kupang, Kepala Stasiun RRI Kupang yang menyiapkan program siaran langsung, Kepala TVRI NTT dan Pemimpin Umum Harian Pos Kupang, Radio DMWS, LKBN ANTARA Biro Kupang serta para pemimpin media massa di NTT. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. 

Akhirnya, kami memohon kesediaan Bapak Gubernur Nusa Tenggara Timur untuk memberikan pandangan, pikiran, saran bahkan kritik pedas sekalipun kepada komunitas pers di daerah ini demi NTT Yang Lebih Baik. Dan kepada seluruh undangan, kami ucapkan terima kasih telah datang dan ikut merayakan hari pers nasional di tempat yang sangat sederhana ini. Kehadiran Anda sekalian sungguh membesarkan hati kami, betapa kami tidak berjalan sendirian...

Bapak Gubernur dan hadirin yang kami banggakan...

Sebelum mengakhiri sambutan ini, saya ingin menyapa secara khusus rekan-rekanku sesama jurnalis dengan mengutip untaian kata dari sesepuh pers nasional, Rosihan Anwar (87). Wartawan Indonesia hendaknya tetap jujur pada dirinya, berbuat benar serta menaati jati diri dan idealismenya. 

Bagaimana dengan kita di NTT? Momentum HPN 2009 semoga memperbarui janji kita, kesetiaan serta wujud pengabdian kita sebagai jurnalis. Pertanyaan kecil hari ini adalah, siapakah kita dalam derap roda pembangunan Flobamora? Penonton, penghujat atau pekerja profesional? 

Saudara-saudariku sesama jurnalis, ingatlah selalu bahwa pekerjaan kita belum selesai. Belum apa-apa....

Sekian dan terima kasih.

Kupang, 28 Februari 2009

Dion DB Putra
Ketua PWI Cabang NTT

Sambutan pada Malam Peringatan HPN 2009 tingkat Propinsi NTT di Gedung PWI, Jl. Veteran – Kupang.

Tidak ada komentar: