Kiat Menghadapi Jeratan Hukum

Ada sekitar 38 pasal dalam KUHPidana yang bisa menjerat dan menyeret wartawan ke penjara. Di samping sejumlah ketentuan KUHPerdata yang sangat memberatkan wartawan karena digugat melakukan perbuatan melanggar hukum, mencemarkan nama baik serta melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Namun ada kiat-kiat tertentu yang dapat membebaskan wartawan dari jeratan hukum tersebut.

Pertama, tidak ada unsur dengan sengaja (opzet). Wartawan harus mampu membuktikan di sidang pengadilan bahwa sama sekali tidak ada unsur dengan sengaja untuk memfitnah, menghina, melakukan perbuatan melanggar hukum, mencemarkan nama baik dan lain-lain. Caranya ialah, membuat berita/peliputan yang memenuhi prinsip berimbang (cover both side). Artinya berupaya melakukan konfirmasi dan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait yang disebut-sebut dalam informasi atau peristiwa. Dengan demikian pihak-pihak terkait tersebut telah diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, komentar serta pendiriannya atas informasi atau peristiwa yang akan diberitakan.


Dalam hal sumber berita tadi tidak bersedia memberikan konfirmasi dan klarifikasi dimaksud, dengan alasan tidak ada di tempat atau sedang sibuk atau sedang ada rapat dan berbagai alasan lainnya, termasuk mengatakan, no comment, maka berbagai penolakan itu dicantumkan dalam berita. Contohnya, mencantumkan dalam berita sebagai berikut: "Pihak yang diduga melakukan manipulasi tersebut ketika dihubungi wartawan harian ini mengatakan, "no comment". Atau, "Pihak yang diduga melakukan manipulasi tersebut ketika dihubungi wartawan harian ini oleh sekretarisnya dikatakan yang bersangkutan tidak ada di tempat karena sedang ke luar kota". Pokoknya apa pun alasan yang diberikan, dicantumkan dalam berita. Pencantuman alasan tersebut sangat penting karena akan menjadi bukti di sidang pengadilan bahwa media bersangkutan sudah menghubungi yang berkepentingan atau telah memenuhi unsur peliputan berimbang sesuai ketentuan kode etik sedemikian rupa, sehingga tidak ada alasan menuduh media "dengan sengaja" menghina, memfitnah atau mencemarkan nama baik seseorang.

Kedua, ada tiga langkah yang perlu diambil atau dilakukan oleh seorang wartawan ketika menerima bahan berita atau informasi. Langkah pertama ialah meneliti kebenaran bahan informasi sebelum menyiarkan. Tujuannya untuk lebih menjamin kebenaran dan ketepatan bahan berita yang diperoleh. Kemudian mencari dukungan bukti-bukti kuat atau otentik guna memastikan kebenaran dan ketepatan bahan berita pada sumber-sumber terkait. Langkah kedua, memperhatikan kredibilitas sumber berita. Biasanya sumber berita yang dianggap kredibel adalah: saksi mata (eyewitness), ketokohan seseorang, pengalaman, kedudukan/jabatan terkait dan keahlian/kepakaran. Langkah ketiga ialah memperhatikan juga kompetensi sumber berita. Sebab bisa saja sebuah sumber berita memang kredibel, tapi tidak merupakan kompetensinya atau bukan orang yang membidangi masalah atau kasus dan informasi yang hendak dikonfirmasi dan diklarifikasi.

Apabila kedua hal di atas dilakukan yaitu peliputan secara berimbang (cover both side) dan meneliti kebenaran informasi sebelum disiarkan, akan menjadi bukti bahwa tidak ada unsur dengan sengaja (opzet) untuk memfitnah, menghina dan mencemarkan nama baik orang lain. Jadi cara peliputan yang berimbang dan meneliti kebenaran informasi sebelum disiarkan merupakan kiat yang sangat penting bagi seorang wartawan untuk menghindari jeratan hukum.

Tapi sangat disayangkan, sering sekali keterangan saksi ahli yang dihadirkan oleh pers tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan. Padahal menurut ketentuan Pasal 184 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, keterangan ahli ditempatkan di urutan nomor dua tentang alat bukti. Menurut Pasal 184 KUHAP ada lima alat bukti yang sah:

a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.

Dalam perkara Majalah GARDA yang diadukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh Ny. Iwah Setiawati, istri almarhum hakim agung Syafiuddin Kartasasmita, keterangan saksi ahli (R.H. Siregar,SH dari Dewan Kehormatan PWI) yang diajukan pihak GARDA di sidang pengadilan sama sekali tidak dipertimbangkan majelis hakim. Padahal dalam keterangan sebagai saksi ahli di pengadilan telah dijelaskan bahwa pihak GARDA tidak ada maksud dengan sengaja untuk melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat (Ny. Iwah). Karena dalam pemberitaan GARDA telah dipenuhi unsur peliputan yang berimbang (cover both side) dengan menghubungi Ny. Iwah juga telah memenuhi standar berita menurut ketentuan kode etik jurnalistik. Lagi pula pihak Penggugat sama sekali belum menyampaikan hak jawab apabila berita Majalah GARDA dimaksud merugikan atau tidak benar adanya. Namun majelis hakim tidak mempertimbangkannya dan menghukum pihak GARDA serta memenangkan Penggugat (Ny. Iwah). Karena itu, pihak Majalah GARDA mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. ***

Sumber

Tidak ada komentar: