Luna Maya

Oleh H. Ilham Bintang *)

Jakarta ( C&R ) - Pada peringatan Hari Pers Nasional/HUT ke-63 PWI, 9 Februari 2009 di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Luna Maya diundang. Bukan sebagai tamu biasa. Tetapi menjadi salah satu pembicara talk show dengan topik mengenai pers Nasional dalam acara Bukan Empat Mata yang mengisi panggung Tennis Indoor. Di atas panggung, Luna duduk sejajar dengan tokoh Pers Dahlan Iskan dan Menkominfo Mohammad Nuh (waktu itu).

Ditonton secara langsung oleh Presiden SBY dan Ibu Ani SBY, serta sejumlah pejabat negara, tokoh-tokoh pers, dan ratusan pemimpin media massa. Karena disiarkan live oleh Trans7, TVRI, dan RRI, maka dipastikan acara tersebut diikuti pula puluhan juta pasang mata di seluruh pelosok Tanah Air.


Saat panitia HPN menyampaikan undangan kepada Presiden SBY di Istana, talk show itu juga turut dilaporkan panitia. Sesaat wajah SBY menunjukkan keheranan. Panitia langsung menerangkan alasannya. Luna sengaja diberi kesempatan untuk mencurahkan isi hati karena ia menga ku selalu dipojokkan oleh pers hiburan. Waktu itu memang luas diberitakan Luna berang karena ditu ding menjadi pihak ketiga perceraian Ariel dengan istrinya kala itu, Sarah Amalia.

Presiden cukup akrab dengan program info tain men. Di depan Presiden SBY pada perayaan HPN di Pekan Baru, Riau, tahun 2005, Ketua Umum PWI (waktu itu) Tarman Azzam menyampaikan bahwa PWI secara resmi telah mengakui program infotainmen sebagai karya jurnalistik. Pengakuan itu didasarkan dari hasil pengkajian secara filosofis, sosiologis, dan yuridis selama lima tahun oleh tim khusus yang diketuai Wina Armada (sekarang anggota Dewan Pers). Peliput infotainmen diakomodasi sebagai anggota PWI jika mendaftar, mengikuti ujian persyaratan organisasi, dan menaati kode etik profesi.

Kembali ke Luna. Ternyata sampai show Bukan Empat Mata berakhir, Luna tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk mencurahkan isi hati. Sepatah kata pun tidak ke luar dari mulutnya, baik kritik maupun unek-unek terhadap perilaku wartawan hiburan. Pada momentum perayaan HPN, ia malah bikin persoalan serius. Luna tidak mengindahkan aturan protokoler Presiden RI. Sebelum naik panggung, bersama Olga Syahputra, Luna menyelonong ke deretan kursi Presiden bersalaman dan bercipika-cipiki segala. Padahal, sebelumnya panitia sudah wanti-wanti mengingatkan aturan itu.

Paspampres tentu saja protes kepada panitia. Sampai tengah malam urusan itu baru selesai. Chairul Tanjung pemilik TransCorp (TransTV & Trans7) turut dibuat repot. Tengah malam ia menelepon saya mengimbau agar tidak menyiarkan gambar peristiwa itu. Tengah malam itu juga saya memba ngunkan teman-teman pemilik infotainmen dan beberapa petinggi televisi menyampaikan imbauan tersebut.

Belum setahun peristiwa berlalu, Luna Maya kembali bikin sensasi. Dia menulis statusnya di Twitter kata-kata yang menyakitkan kerabat infotainmen. “Infotainmen lebih rendah dari pembunuh dan pelacur.” Lho, apa yang terjadi?

Penulisan itu dipicu kejadian Selasa (15/12) malam, pada acara pemutaran perdana film Sang Pemimpi yang dibintangi juga Ariel “Peterpan”. Malam itu, Luna datang bersama putri Ariel, Aleia. Hal wajar jika kehadirannya menarik perhatian infotainmen. Pada saat para wartawan mendekatinya, tanpa sengaja bagian kepala Aleia tersenggol kamera. Wartawan pun minta maaf. Persoalan selesai. Malah Luna sempat melayani wawancara dengan wartawan. Tahu-tahu tengah malam itu muncul di akun Luna di Twitter kata-kata kasar yang di sebut tadi.

Menyikapi penghinaan Luna, wartawan infotainmen mengadukan perbuatan artis itu ke Polda Metro Jaya. Wajar saja jika kasus itu diproses secara hukum karena: Pertama, sejalan dengan prinsip hukum. Kedua, mencegah konflik menjadi panggung yang bisa ditunggangi banyak penumpang gelap cari perhatian, dan melaksanakan agenda tersendiri. Ketiga, proses hukum ditempuh supaya tidak ada pihak merasa benar sendiri. Keputusan siapa benar dan siapa yang salah diserahkan pada mekanisme hukum. Artinya, semua siap menghadapi prinsip “tangan mencincang bahu memikul”.

Infotainmen memang tidak semuanya telah bekerja secara benar, sesuai prinsip kerja jurnalistik. Keluhan masih sering kita dengar dari masyarakat, termasuk artis sendiri. Dari masalah kompetensi teknis, soal ketaatan pada etika, pemelintiran fakta, soal amplop, dan sebagai nya yang menuntut perhatian serius organisasinya. Tetapi, menghina mereka “lebih rendah dari pembunuh” jelas keterlaluan. Jangankan infotainmen, terhadap profesi apa pun penghinaan semacam itu rasanya tidak bisa kita toleransi. Apalagi, kedua pihak -- Luna dan wartawan infotainmen -- hidup dalam komunitas yang sama: media entertainment.

Sedikit pun, niscaya ada andil sebagian infotainmen dalam karier Luna. Dengan jam tayang sedikitnya 30 jam sehari di sepuluh stasiun televisi swasta, paling tidak po pularitas Luna bisa terpelihara secara luas. Bahwa berita Luna Maya di infotainmen didominasi kisah kehidupan pribadinya, itu bisa saja mengganggu dia. Masalahnya, mungkin cuma “bahan” itu yang tersedia. Contohnya: membawa anak Ariel dalam acara pemutaran film Sang Pemimpi mestinya sudah “dikalkulasi” Luna. Itu tempat umum dan pasti banyak wartawan. Luna Maya bukan artis yang punya banyak bakat, seperti Ruth Sahanaya, Agnes Monica, atau Krisdayanti yang sering membuat prestasi di banyak bidang yang dia geluti.

Luna ditampilkan di HPN 2009 lantaran urusannya dengan Ariel “Peterpan”. Hampir setahun kemudian ketika meluncurkan kata-kata kasar dan kotor, masih urusan Ariel juga. Luna menyangkal punya hubungan khusus dengan Ariel, menyangkal dia pihak ketiga dalam kisruh rumah tangga vokalis Peterpan tersebut. Infotainmen memuat itu sesuai keterangannya. Ketika dia menggendong anak Ariel dan mengawal orang tua Ariel nonton film Sang Pemimpi, bagi wartawan itu bahan berita bagus. Kontras dengan bantahan Luna sebelum ini.

Kenapa infotainmen sibuk mengurusi rumah tangga artis? Ini pertanyaan teman wartawan yang lain. Jangan salah, setting-nya memang urusan kawin-cerai, tetapi substansi yang mau diungkap infotainmen adalah kemunafik an terjadi di segala bidang, juga di bidang pekerja seni.

Tidak ada yang salah di situ. Yang keliru kalau cara wartawan mendapatkan berita tidak etis, melanggar hukum, dan tidak mengacu pada kode etik jurnalistik. Itu yang selalu dituduhkan orang pada infotainmen. Padahal, urusan itu mudah saja. Perbuatan itu silakan adukan ke organisasinya atau ke Dewan Pers, bahkan juga ke polisi.

Dari peristiwa ini, kedua pihak, Luna Maya dan infotainmen, harus introspeksi dan selalu mawas diri. Jangan sampai lengah, kasus mereka ditunggangi banyak pihak yang mencoba mengail di air keruh. Langkah hukum yang ditempuh PWI baik. Tetapi, akan lebih baik jika kedua pihak merintis jalan penyelesaian damai. Toh, mereka pasti masih akan bertemu. Dipertemukan oleh tugas dan profesi. (*)

*) H. Ilham Bintang ( ilhambintangmail@yahoo.co.id) adalah Sekretaris Dewan Kehormatan PWI, dan artikel ini dikutip dari Tabloid Mingguan Berita Selebriti C&R Nomor 591 terbitan Rabu, 23 - 29 Desember 2009.

Sumber lain: PWI Pusat

PWI NTT Siap Ikut Porwanas 2010

PERSATUAN Wartawan Indonesia (PWI) NTT siap mengirim atlet untuk mengikuti Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) 2010 yang akan digelar di Palembang, Sumatera Selatan, awal Februari 2009. PWI NTT akan mengikuti enam cabang olahraga.

Ketua SIWO PWI NTT, Eklopas Leo, yang ditemui di Kupang, Rabu (23/12/2009), mengatakan, cabang yang diikuti kontingen NTT, yakni catur, bulutangkis, atletik, tenis meja, biliard dan futsal. "Rapat persiapan sudah dilaksanakan dipimpin langsung Ketua PWI NTT. Disepakati Pak Aser Rihi Tugu menjadi ketua kontingen," ujar Eklopas Leo.

Menurut wartawan RRI Kupang ini, kontingen NTT tidak memiliki target medali dalam Porwanas kali ini. Namun, katanya, berdasarkan pengalaman pada Porwanas 2008 lalu, cabang tenis meja, atletik, biliard dan futsal diyakini akan sanggup bersaing. "Tanpa target, atlet-atlet wartawan NTT siap bertanding. Persiapan sudah dilakukan baik secara individu maupun kelompok sejak awal Desember lalu," jelasnya.

Ketua PWI NTT, Dion DB Putra, yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, mengaku, sudah membentuk tim kerja untuk mempersiapkan administari pemain, pembiayaan maupun persiapan atlet. "Pendaftaran awal baik cabang maupun nama atlet ke panitia sudah kami lakukan. Saat ini teman-teman sedang mempersiapkan diri baik menyangkut atlet maupun kesiapan dana. Kami mohon dukungan dari seluruh masyarakat NTT," ujarnya.

Menurut Dion, Porwanas adalah salah satu program wartawan olahraga (SIWO PWI) yang merupakan organisasi olahraga fungsional binaan KONI. Selain Porwanas, kejuaraan sarung tinju emas (STE) merupakan program SIWO. (eko)

Pos Kupang edisi Kamis, 24 Desember 2009 halaman 8